Salah Paham!

1014 Words
William yang sejak tadi ingin bertanya tetapi terhalang seorang anak kecil, kini ia bisa menanyakannya langsung. “Yang barusan siapa? Dia panggil kamu Mama?” tanya William tak tenang. Wajahnya muram penuh keseriusan dalam berkata dan hal itu yang membuat semua orang bergidik ngeri melihat hazelnya yang seperti bola api. William sudah mengubur pertanyaannya. Namun, rasa penasarannya sangat besar hingga mengalahkan rasa tak pedulinya. “Anak Vina,” jawab Elvina dengan nada sedatar mungkin dan wajah lempengnya. William mengernyitkan keningnya, tak terima jika dugaannya benar. “Berarti kamu sudah menikah? Terus maksud Mama kamu mau jodohin saya sama kamu apa? Masa nikahin anaknya yang sudah menikah? Bahkan punya anak, udah besar pula. “Yang lebih parahnya lagi, suami kamu masa izinkan kamu menikah lagi? Atau jangan-jangan, kalian mau mengelabui keluarga Abizard?” rentetan kekesalan William tapi Elvina malah tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi dosennya itu. Wanita ini ... orang lain akan memohon belas kasih karena sudah menyinggung mahkluk paling ilahi itu. Tapi dia? Malah tertawa renyah tanpa terlihat takut sedikitpun setelah berhasil membuat seorang Abizard murka. William semakin geram melihat Elvina seperti mengejeknya. Rahangnya yang tegas semakin terlihat mengerikan saat pria itu menggerakkan giginya dengan bibir berkerut. Apa salahnya dalam bertanya? “Kamu mentertawakan saya? Kamu pikir, keluarga saya mau terima pembohong besar seperti kamu? Ibumu juga sama bersalahnya! Kita lihat saja, apa yang akan Abizard lakukan kepadamu, Elvina. Papa gak akan segan melakukan sesuatu jika menyangkut keluarganya dan sebaiknya kamu jangan terlalu percaya diri dengan anggapan Papa sama Mama yang menganggapmu adalah anaknya. “Mereka hanya tidak tahu siapa kamu sebenarnya. Tapi saya kagum dengan tipu daya kamu yang rela berkorban ngekost, agar Papa sama Mama kasihan sama kamu. Untung saja, saya mau jadi sopir dadakan kamu seperti ini dan sekarang saya tahu topeng kamu. Luar biasa, Elvina.” William terlihat sangat murka, sangat terlihat jelas dari raut wajah tampannya bahwa ia sangat marah, ia bahkan memukul setir mobilnya berulang kali seolah setir itu adalah wajah Elvina. Sumpah serapah ia ucapkan dalam hatinya. Elvina telah menggali kuburannya sendiri dengan mempermainkan Abizard. William percaya, Mehmed akan menghancurkan Elvina hingga ke akarnya seperti kebiasaannya jika ada seseorang yang berani menyinggungnya. Menyadari William semarah itu, Elvina segera menenangkan diri untuk menahan tawanya lagi. Ia juga tercengang mendengar ancaman William yang mengatakan tentang ‘Abizard akan melakukan sesuatu’ dan Elvina percaya itu jika ia melakukan kesalahan kepada keluarga Abizard. “Bukan gitu, Pak. Yang bilang Vina udah nikah siapa? Lagian menurut Vina, untuk menjadi seorang ibu, gak diharuskan mengandungnya lalu melahirkannya. Yang tadi itu anak majikan Vina, cuma dia gak punya ibu, trus pengen panggil Vina Mama. Begitu toh ceritanya Pak,” ungkap Elvina panjang lebar yang entah kerasukan malaikat dari mana ia mengatakan kata-kata baik dan benar. Kapan lagi Elvina bisa bicara layaknya orang normal kepada William coba? Mendengar penjelasan Elvina membuat William malu, kesal juga kagum dengan pemikirannya. Kenapa gak ngomong dari tadi Maemunah? William lalu melajukan mobilnya menuju kampus tanpa membahas apapun lagi, dirinya sudah cukup dongkol dengan tawa Elvina. Ia hanya menyimpan beberapa pertanyaan yang tak ingin ia serukan. Mengapa Elvina mau menjadi seorang pengasuh? Bukankah keluarganya terpandang? “Vina turun di sini aja. Nanti tinggal jalan kaki bentar atau naik ojek,” pinta Elvina sambil sesekali memalingkan wajahnya dari arah jendela maupun arah depan dan sesekali menutupi wajahnya seperti seorang pencuri yang takut ketahuan. “Kenapa? Masih lumayan jauh.” William ikut celingak-celinguk karena Elvina seperti menghindari sesuatu. “Udah gak apa-apa, di sini aja. Please dong berenti.” Elvina memohon dengan wajah cemas. “Ya tapi kenapa? Ada pacar kamu di kampus?“ William mulai penasaran dibuatnya, ia tahu Elvina adalah primadona di kampusnya. Kecantikannya tidak bisa ditandingi lagi setelah Natalia, primadona kampus sebelum Elvina. Hampir tidak mungkin wanita itu tidak memiliki kekasih. Ya, kira-kira seperti itu pikiran William. Elvina menatapnya dengan tatapan malas, hampir seperti tatapan orang mabuk. “Mana ada pacar di kampus Pak. Hadeh. Udah sih, di sini aja.” Elvina mengatakan itu dengan nada pelan, seperti orangtua yang sedang menasehati anaknya. William bergidik ngeri, kerasukan kuntilanak dari mana? Mobil berhenti, tapi pintu mobil masih terkunci. “Lalu kenapa? Kamu seperti menghindari seseorang,” tanya William yang belum mendapat jawaban. “Ya jelas lah, Pak. Yaelah, kalau Bapak nganterin Vina sampai kampus, apa kata mereka?” kata Elvina kesal sambil terus mencoba membuka handle pintu yang masih terkunci. “Mereka? Mereka siapa?” tanya William dengan kening mengkerut. “Astaga ... ya mahasiswa-mahasiswa di sana lah, Pak. Siapa lagi? Yang ada ntar heboh di gosipin yang nggak-nggak sama fans-fans Bapak. Udah deh, Vina turun di sini aja.” Elvina bergegas keluar dari mobil setelah William membuka kunci pintu mobilnya. Sekian detik William memikirkan sesuatu. Ada yang aneh ... Elvina tidak seperti kebanyakan wanita. Jika kebanyakan siswi-siswinya yang tergila-gila karena ketampanan dari seorang William, tetapi tidak dengan Elvina. Wanita itu bahkan terlihat ilfeel kepadanya. Dia bahkan tidak mau ada siswa yang melihatnya bersamanya. Hal yang diinginkan siswi lain dan mungkin akan memamerkannya di kampus dengan senang hati. “Heh, lo? Jadi lo beneran pacaran sama Kak Rafa?” panggil Natalia menghentikan langkah Elvina yang akan melewatinya. Elvina yang tak tau harus bicara apa, hanya menjawab asal. “Kalau iya kenapa, kalau nggak juga kenapa?” kilahnya mencoba santai. “Awas aja lo cuma manfaatin Kak Rafa dan awas aja lo punya niat gak baik sama Kakak gue,” ancam Natalia lalu temannya yang baru saja datang segera membuat keributan. “Jangan percaya sama dia! Gue liat sendiri dia di dalam mobil Pak Willi tadi pagi,” ucapnya penuh penegasan dan Elvina memutar bola matanya dengan malas. Elvina sudah menduganya, pasti ada seseorang yang melihatnya bersama William. Suasana ricuh seketika, banyak yang tak percaya dan mencaci. “Lo jangan main-main sama gue! Jangan pernah permainkan perasaan Kak Rafa!” teriak Natalia tepat di wajah Elvina. Sedangkan teman-temannya terus mengompori. Elvina tidak tahu lagi harus mengatakan apa. “Dan sekarang sandiwara lo terbongkar juga. Lo sengaja ‘kan cari masalah biar dipanggil Pak Willi ke ruangannya? Dengan itu, lo punya kesempatan buat deketin Pak Willi. Hebat!” timpal teman Natalia memperkeruh suasana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD