Elvina Si Wanita Aneh

1070 Words
Elvina segera bangkit, lalu berjalan menuju kantin kampus menyusul kedua temannya, Melia dan Tania. Melia adalah gadis si kutu buku juga si pemilik otak cerdas, memiliki penampilan urakan seperti gadis tomboy dan kacamata yang tak pernah lepas. Bisa bayangkan penampilan Melia yang kombinasi ini? Sedangkan Tania si gadis menor, dengan nada bicara yang dimerdukan begitupun mimik wajah yang selalu menganggap dirinya paling cantik seantero kampus. Elvina? Si gadis cuek, acuh, masa bodoh, tak peduli, dan tak punya hati. “Ngapa lo?” tanya Melia menurunkan sedikit kacamatanya dan melihat penampilan Elvina yang semrawut. Ia mengerutkan keningnya merasa prihatin, seperti baru saja bangun tidur, rambutnya sedikit berantakan. “Abis kena angin topan. Puas lo?!” ketus Elvina seraya duduk di antara kedua temannya dengan wajah masam. “Lah? Lo kenapa baru datang langsung uring-uringan?” Tania tak kalah ketus, berkata sambil sibuk menata riasannya. Elvina malas menjawab pertanyaan teman menornya itu, ia segera memesan minuman dingin guna mendinginkan wajahnya yang terasa panas karena kesal. “Lo kenapa cabut dari magang lo?” tanya Melia yang sejak kemarin tidak mendapat jawaban. Elvina terlihat memasang wajah cemberut untuk menjawab. “Ck! Males gue. Masa 2 makhluk itu berantem di kantor. Trus gue ikut diseret tuh ikut disidang. Ajaibnya, mereka baku hantam gara-gara gue, 'kan gak lucu,” jawabnya menggerutu. Elvina memutuskan kontrak di perusahaan tempat ia magang 3 hari yang lalu. Alasannya membuat ia muak karena harus terus menerus menjadi bahan perbincangan buruk. Sebab, ada dua pria yang sama-sama menyukai Elvina dan mereka sering bertengkar diawali saling menyindir, hingga yang paling parah yaitu melakukan kekerasan fisik. Baik Elvina ataupun pihak perusahaan, sudah bingung dibuatnya. Pihak perusahaan menyepakati berhentinya Elvina dari kantor tersebut tanpa tuntutan apapun. “Yang salah bukan lo, tapi muka sama hati lo!” ejek Melia yang mengerti baik jika Elvina tak pernah tertarik kepada pria manapun. Tak heran jika banyak pria yang penasaran kepada gadis yang memiliki lesung dipipi kirinya. Ya, lesung pipinya hanya sebelah. “Makanya punya pacar biar kagak jadi bahan incaran cowok!” Tania memberi saran dengan nada tak tenang sambil menatap Elvina setelah memasukkan beberapa make up-nya ke dalam tas. “Nasib jomblo ya gitu. Sebelas duabelas ama janda,” cibir Melia ikut menimpali. “Nah itu, serba salah kalo deket cowok. Temenan doang, tapi tetep aja pandangan orang lain beda,” lanjut Tania yang membenarkan ucapan Melia. Mereka sering menasehati Elvina, tapi yang dinasehati mengatupkan bibirnya seolah tak sudi untuk membahas itu. Elvina tak tahu lagi harus bersikap seperti apa kepada manusia berjenis kelamin pria. Pasalnya, Elvina masuk kategori wanita primadona di kampusnya. Banyak yang mengincarnya, tetapi kebanyakan dari mereka berniat tidak baik, hanya semata-mata sebuah obsesi untuk mendapatkan Elvina. Dengan itu, siapapun yang mendapatkannya, akan merasa bangga dan tentu akan menjadi pria yang beruntung di antara pria yang lainnya. Namun, hingga saat ini hati Elvina masih beku. Ditambah hati Elvina yang tak berperasaan itu, selalu menghindar dan menghindar jika seorang pria mendekatinya. Ia hanya tak tahu, justru karena sikapnya yang seperti itu yang membuat banyak pria penasaran. Bukan hanya di kampus, di tempat lain seperti di kantor tempat magangnya dan tempat Elvina bekerja yang lainnya pun seperti itu. “Tan.” Melia menyikut tangan Tania dan mengarahkan pandangan ke arah William yang sedang berjalan. Sontak Tania dan Elvina mengikuti arah pandang Melia secara bersamaan dan Elvina langsung memutar bola matanya dengan malas, kembali mengarahkan pandangannya ke arah kedua temannya yang sedang memandangi dosen angkuhnya itu. “Duh, kapan gue bisa peluk makhluk Tuhan yang paling sempurna itu?” desah Tania dengan mata berbinar-binar bagai melihat sosok malaikat dengan antek-anteknya. Maksudnya, para pengawalnya yang berjalan di belakang tubuh kekar William. “Gue mah gak ngarep sejauh itu. Dapet tatapannya aja, udah bisa bikin gue gak bisa tidur 3 hari 3 Malam,” sahut Melia yang juga terkagum-kagum kepada sosok William sedangkan Elvina sebal menatap mereka berdua yang sangat amat berlebihan. “Oh ... gampang! Lo tinggal kayak gue aja, dijamin eneg sendiri lihat tatapannya,” saran Elvina yang sudah bosan bertatap muka dengan William padahal ia tak sudi untuk berurusan dengan makhluk itu. Pletak! Tania menjitak kepala Elvina hingga mengaduh, tak terima dengan sarannya yang menyimpang. “Itu mah elo-nya aja yang pembangkang!” Setelah mendengus kesal, ia lalu meminum minumannya. “Gue saranin lo jangan terlalu benci sama Pak Willi. Ntar malah kebalik, lo yang cinta mati sama dia,” pesan Melia memperingati. Namun, nada bicaranya malah terdengar seperti sedang mengolok-oloknya. “Untungnya, selama ini kewarasan gue masih stabil dari pada lo pada tuh.” Elvina membela dirinya dengan angkuh dan senyum penuh kemenangan pun muncul begitu saja di bibir Elvina yang mungil. “Tenang Mel, dia 'kan cewek teraneh sejagat raya, sealam semesta dan sealam ghaib,” sindir Tania dan Elvina hanya manggut-manggut mengiyakan saja ucapan temannya itu. Sedangkan Melia, menggeleng pelan merasa prihatin. “Gue curiga sih lo gak normal. Ih .... ” Melia bergidik ngeri sambil menggeser duduknya menjauhi Elvina dengan tatapan jijik. “Ya apalagi? Oh helow ... dia tuh gak pernah pacaran selama di sini! Mau dibilang normal dari mananya?” teriak Tania mendramatisir membuat Elvina dan Melia menutup telinganya masing-masing, menatap kesal ke arah Tania si pemilik suara melengking. “Gue ke sini mau kuliah, bukan mau pacaran!” tegas Elvina sambil menggebrak meja tak ingin siapapun membantah. Satu gedung universitas itu sudah mengetahui jika William dan Elvina tak pernah akur. William dikenal sebagai dosen yang sangat tegas, disiplin dan teliti. Ia tak memiliki ekpresi lain selain wajah misterius yang tak dapat ditebak isi hatinya seperti apa. Bahkan, bisa dihitung dengan jari berapa kali William tersenyum di depan siswa-siswinya. Siapapun tak berani menatap manik mata William yang sangat tajam yang mampu membunuh siapapun yang menatapnya dalam waktu lama. Di sisi lain, William mempunyai pesona tersendiri, tampan dan berwibawa. Tubuh yang tinggi kekar dan bahu lebar yang dikagumi siswi-siswinya. Kumisnya yang tipis memenuhi sebagian pipi hingga rahangnya menambah nilai pria idaman. Hazel mata berwarna kebiruan memikat siapapun yang menatapnya, tetapi jika William balik menatapnya, itu hanya akan membuat si penatap mematung kehilangan kesadarannya. Namun, tidak untuk Elvina. Ketampanan dan kekayaan seorang William yang sering membawa mobil-mobil milyarannya tak membuat ia terpaku. Pasalnya, kakaknya juga seperti itu yang memiliki wajah tegas juga memiliki mobil-mobil mahal seperti yang sering William bawa ke kampus. Baik William ataupun kakak Elvina, memiliki cita rasa yang sama. Bahkan jika mereka disandingkan, semua orang akan gila ketika harus menentukan pilihan mana yang harus mereka sanjung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD