Kara terbangun tepat pukul delapan pagi. Matanya memandang ke sekeliling ruangan yang tampak asing. Cahaya matahari berpendar terang menembus tirai jendela. Kepalanya pusing, matanya berkunang-kunang. Ia berdiam diri sebentar mengumpulkan kesadaran. Setelah itu, ia terlonjak. Tangannya bergegas menyibak selimut. Pakaiannya masih utuh seperti semalam. Ia meraba bagian bawah tubuhnya dengan raut ketakutan. Tidak sakit ataupun perih. Napasnya berembus lega. Kara melirik jam dinding dan lagi-lagi terlonjak. Ia bergegas bangkit. Ada jadwal sidang pukul sepuluh dan berkas-berkasnya masih tertinggal di kantor. Panik Kara mencari ponsel dan menemukannya di samping bantal. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari keluarganya sejak tadi malam. Kara menggerutu karena Ian tidak membangunkannya pa

