LoD_1

1073 Words
“Mariana, ini bekal makan siangnya jangan lupa dibawa. Nanti pulang sekolah langsung tunggu Kakak di depan kelas, ya. Tante gak bisa jemput hari ini, ada wawancara kerja.” Setelah selesai berpakaian, aku turun ke bawah, menemui Tante Andriane untuk mengambil bekal makan siangku dan bersiap menunggu Kakak juga untuk berangkat bareng ke sekolah. “Siap tanteku yang cerewet tapi baik hati. Semoga wawancara kerja Tante Driane hari ini sukses, gajinya besar, pekerjaanya tidak sulit, dan langsung diterima bekerja, Aaamiin.” Aku dan Tante Adriane tertawa bersama. Tidak berapa lama Kakak ikutan turun dan mengambil juga bekal makan siang yang sudah disediakan. “Ya ampun, Kak. Itu kamu pake lipstik? Hapus ah, Tante gak suka. Ini belum masanya loh, Kak. Nanti juga kalo udah SMP atau SMA Kakak boleh kok pake make up. Kamu masih SD, Kakaak.” Teriak Tante Andriane yang diikuti dengan Kakak yang langsung menuju kamar mandi untuk menghapus lipstiknya. Tidak berapa lama, dia keluar dengan wajah yang lebih cantik menurutku. Iya, Kakak memang punya wajah yang jauh lebih cantik dari aku. Kakak juga lebih feminine. Kakak adalah primadona, bahkan sejak kami ada di kelas taman kanak-kanak. Jika kalian bertanya, kenapa kami tinggal sama Tante Andriane, itu karena orang tua kami sudah tidak ada di dunia. Iya, sejak Mama melahirkan Kakak yang kemudian lima menit kemudian disusul sama aku sebagai anak bungsu, Mama menghembuskan napas terakhirnya. Karena Papa ditinggal sama Mama, depresi berat berkabung sedih sepeninggalan Mama. Papa lebih suka minum-minuman keras, hingga merusak semua organ tubuhnya. Hanya selang dua tahun dari Mama meninggal, Papa menyusul Mama. Tidak ada keluarga yang dekat dengan keluarga kami. Tante Andriane adalah adiknya Papa yang memang sejak dulu tinggal dengan kami. Tante Andriane tampil menjadi sosok yang akhirnya tempat kami bernaung. Papa dan Mama tidak meninggalkan banyak harta, hanya cukup untuk simpanan sebagai makan sehari-hari, sementara untuk bayar listrik, dan kebutuhan lainnya, tetap Tante Andriane yang harus bekerja. Aku dan Kakak berjanji, kelak setelah kami selesai sekolah nanti, kami akan langsung cari uang untuk membantu Tante Andrian. *** Hari ini, tepat hari di mana kami, aku dan Kakak menjalani kelulusan sekolah. Kakak sudah sejak kelas dua SMA kemarin, iseng-iseng, dia mereview makanan dan diupload ke media sosial. Ternyata, kejadian iseng-iseng itu, jadi lahan uang untuk Kakak mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Aku yang gak ada kemampuan apa-apa kecuali kasih les private ke anak-anak di sekitar rumah, tidak banyak sebanyak Kakak menghasilkan uang, tapi minimal ongkos ke sekolah, sejak kelas dua SMA aku sudah bisa membayar sendiri. Kadang-kadang, Kakak juga sering kasih aku uang. Dan Kakak juga suka kasih uang, sekedar belanja sehari dua hari ke Tante Andriane. Tante Andriane gak pernah mau menerimanya, hanya saja, kami sering memaksa dan sering menyembunyikan dan memasukkan uang tersebut ke dompet Tante Andriane.   Setelah lulus sekolah, Kakak tetap meneruskan pekerjaannya sebagai reviewer produk. Semua produk dia terima, makanan, produk make up, tas, pakaian, dan masih banyak lagi. Aku dan Tante Andriane termasuk yang ikut menikmati apa yang Kakak hasilkan. Sementara aku, sudah beberapa kantor yang aku coba untuk masukkan lamaranku di sana, belum juga ada yang menerima lamaran pekerjaanku tersebut. Hampir putus asa, aku juga memasukkan lamaran sampai ke toko-toko, sekedar masukin lamaran jadi penjaga toko kue, kasir di mini market, sampai menjaga toko bangunan, tapi tidak ada satu pun yang menerima lamaranku dan menjadikanku pegawai di situ. Akhirnya aku menyerah sementara. Aku memilih untuk meneruska dan mendalami hobiku untuk mengotak-atik program komputer dan proyek paling dekat yang sedang aku kerjakan adalah program absensi anak-anak di tingkat taman kanan-kanan dan sekolah dasar yang bisa langsung tersambung ke handphone juga gawai orang tuanya. Aku mencoba untuk memasukkan program ini ke taman kanak-kanak di dekat rumahku. Awalnya, mereka menolak, karena memang belum ada yang mengerti program ini dan mereka merasa belum penting untuk memakai program ini. Tapi setelah aku membuat proposal, menerangkan bahwa absensi ini bisa juga menjadi salah satu sarana orang tua melihat dan memantau anaknya apakah hari ini masuk sekolah atau tidak, jam berapa si anak absensi di sekolah sehingga orang tua bisa menghitung jarak perjalanan dari sekolah hingga sampai ke rumah. Dengan penjelasan yang mendetail seperti itu, akhirnya mereka menandatangani kontrak yang aku buat. Per satu tahun, kontrak akan diperbarui atau bahkan di selesaikan. Lumayan deh, uangnya untuk menyambung lagi biaya hidup dan membantu kebutuhan di rumah. Ada beberapa lagi program yang sedang aku kembangkan, hanya saja memang butuh pendanaan besar dan juga survei dan uji coba yang harus melibatkan beberapa orang untuk menggunakannya. Tapi karena keterbatasan tersebut, akhirnya aku urungkan dulu sementara. Project ini aku simpan di file laptopku. Ketika sedang membantu Tante Andriane memasak di dapur hari ini. Aku menerima pesan dari handphoneku, bahwa besok aku dipanggil untuk menjalani interview kerja di sebuah toko komputer. Saking girangnya aku sampai menjerit, “Tante … besok aku dapet panggilan kerja, Tantee.” Tante Andrian yang mendengar itu juga langsung memelukku, kami menari bersama. Seolah pekerjaan itu sudah aku dapatkan, padahal masih tahap wawancara. Iya, sesederhana itu kebahagiaan kami. Bahkan sesuatu yang belum pasti saja, tetap kami sukuri. Kakak yang baru pulang dari membeli keperluan dapur, bertanya, kenapa kami gembira banget. Tante Andriane yang masih tertawa bersamaku, bilang bahwa aku besok akan dipanggil interview kerja, “Adek dipanggil kerja, besok, Kak. Di toko komputer.” Iya, bukan keluarga kami namanya kalo hal ini tidak bisa membuat kami bahagia. Akhirnya kami bertiga menyatu dalam satu pelukan. Hidup belakangan ini tidak mudah, banyak kesulitan yang mendera. Jadi kabar seperti ini bagai angin surga untuk kami bertiga. Aku sangat bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan, memiliki mereka, Kakak dan Tante, dua orang istimewa ini di dalam hidupku. Walaupun aku belum pernah bertemu dengan Papa dan Mama, tapi Tante Andriane selalu bisa tampil sebagai Mama, menjelma sebagai Papa, hadir sebagai sahabat, bahkan teman nongkrong, dan main bareng. Tante Andriane menghabiskan hampir separuh umurnya merawat kami. Kadang, kami suka bertanya ke Tante Andriane, kenapa dia belum mau menikah, “Tante masih mau menghabiskan waktu bareng kalian. Kalian udah jadi anak tante sejak hari pertama napas kalian berhembus ke dunia.” Jika ingat akan hal itu, aku dan Kakak sering juga “Menjebak” Tante untuk kenalan sama kakaknya temanku atau saudaranya teman Kakak. Tapi belum ada satu pun yang berhasil. Hingga suatu waktu, Tante Andriane marah sama aku dan Kakak, “Kalo sekali lagi kalian nyomblangin Tante, biar aja, Tante pergi dari rumah ini. Biar kalian gak ketemu Tante lagi, mau?” aku dan Kakak menggeleng keras. Kami meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD