LoD_21

1325 Words
Ketika kami masing-masing bingung harus melakukan apa, aku memutuskan untuk pulang, “Ya sudah, lah. Kita berlama-lama di sini juga gak nemu solusi apa-apa.” Mas Viko mengejutkan kami, “Buruan buka dindingnya, itu Delisa udah di depan toko mau masuk ke sini. Dia gak tau, kan, kalo ruangan ini ada tembok pelapis.” Mas Dimas yang mendengar hal tersebut langsung memncet tombol yang sama dengan yang tadi dia pencet. “Aku pulang dulu.” Ucapku sambil bangkit dari dudukku. Tidak berapa jauh meninggalkan ruangan Mas Dimas, aku berpapasan dengan Delisa, penampilan Delisa yang sekarang aku lihat adalah Delisa yang aku kenal pertama kali, bukan seperti yang aku lihat kemarin ketika dia bersama Pak Danar. “Loh, lu ngapain di sini?” mungkin dia pura-pura bertanya atau pura-pura gak tau, kalo aku, Mas Dimas, dan Mas Viko sedang mengerjakan proyek Pak Danar. aku mencoba menjawab dengan sewajarnya, “Biasa. Ada urusan dikit.” Lalu berjalan agak cepat menuju ke pintu luar, agar tidak ada pertanyaan lagi dari Delisa. Ketika mengendarai motorku, aku melihat Kakak yang sedang makan di sebuah tempat bersama timnya, sepertinya dia diminta untuk endorse tempat makan tersebut, aku tersenyum melihatnya, sekaligus sedih, aku takut terjadi apa-apa sama Kakak, sementara dia baru saja merintis untuk usahanya, pekerjaan yang sudah lama dia inginkan, “Aku gak mau kerja sama orang lain. Aku mau kerja sendiri, bahkan mau buka lapangan pekerjaan untuk orang lain, minimal teman-teman dekatku, dan kamu, adikku.” Cita-cita yang susah payah dia bangun. Konyol rasanya kalo aku justru menghancurkan itu semua. *** “Ri, di depan ada yang nyariin kamu.” Aku baru aja selesai menginput semua data ke data base untuk proyek Pak Danar. Niatku hari ini semua datanya akan aku serahkan ke Mas Dimas dan Mas Viko. Abis itu aku tinggal nunggu dari mereka, menerima pembayaran termin ke dua, lalu masa pemeliharaan, dan menerima pembayaran pelunasan, setelah itu beli rumah untuk tempat persembunyian. Aku heran juga, siapa yang datang pagi-pagi begini, kayaknya Mas Dimas atau Mas Viko gak ada janji deh, atau ngomong kalo mereka mau ke sini. “Iya, Tan. Sebentar lagi aku keluar.” Ucapku sama Tante. Aku mengirimkan link data base ke Mas Dimas, lalu mengirimkan pesan ke dia, “Ini semua data produk, tempat penjualan, harga, jenis, dan juga semua data-data mengenai produk yang dijual Pak Danar. Kabarin aja kalo ada yang kurang.” Setelahnya, aku keluar, menemui siapa yang datang. Ketika aku lihat dari ruang tamu, ternyata yang datang adalah tamu perempuan, sepertinya aku mengenali sosok ini. “Delisa?” aku mengernyitkan dahi, “Loh, ada apa ke sini? Tau dari mana rumahku di sini?” tanyaku pura-pura heran, padahal kemarin Mas Dimas udah ngasih tau aku, kalo Delisa sudah mengetahui banyak informasi mengenai aku. “Ri, sorry kalo ganggu. Sorry juga kalo bikin kamu terkejut, karena ada hal urgent yang harus aku omongin ke kamu. Ini tentang Pak Danar, Dimas, dan Viko.” Aku lebih keheranan lagi, “Pak Danar, Mas Dimas, dan Mas Viko? Memangnya mereka bertiga kenapa? Kok tiba-tiba kamu mau ngomongin mereka ke aku? Kamu, kenal sama Pak Danar?” aku mencoba untuk menanyakan hal yang sudah jelas. Sebetulnya bukan pertanyaan itu yang mau aku ajukan, aku ingin menanyakan ada hubungan apa Delisa sama Pak Danar. Tapi urung, biar saja, nanti juga akan terbuka sendiri hubungan mereka ini. “Iya. Aku kenal sama Pak Danar. Dan masalah yang mau aku utarakan ini ada hubungannya dengan mereka bertiga.” Aku meminta Delisa untuk duduk, “Duduk dulu, deh. Biar ngomongnya enak. Aku buatin minum. Sebentar, ya.” lalu aku ke dalam, membuat teh hangat, “Ini pisang gorengnya dibawa sekalian, mungkin temanmu belum sarapan.” Tante Andriane yang sedang menggoreng pisang, menyuruhku membawanya. Benar juga, masih jam setengah delapan pagi, mungkin Delisa belum sarapan, sama seperti aku. “Diminum dulu tehnya, Del. Ini ada pisang goreng juga, kebetulan tanteku baru bikin sarapan. Pagi banget kamu ke sini? Ada apa. Kalo gak penting atau ada sesuatu yang urgent, gak mungkin deh kayaknya kamu ke sini.” Aku melihat Delisa meneguk teh hangat, lalu terdiam. “Delisa, ada apa? apa hubunganmu sama Mas Dimas putus atau apa?” dia menggeleng, “Aku bingung mau ngomong dari mana.” Dia melihat ke arahku, “Ya, mulai aja dari apa yang ada di kepalamu.” Dia menelan ludahnya, aku bisa melihat dari tenggorokannya yang naik turun, “Dimas dan Viko itu bukan orang baik, Ri.” Aku mengangkat kedua alisku, “Maksudnya mereka bukan orang baik?” Delisa kembali terdiam mengambil jeda, “Kamu tau, kan, aku dan Pak Danar ini ada hubungan. Mau kamu pura-pura gak tau juga, aku ngerti, dengan ketemunya kita kemarin di depan gedung itu, pasti kamu minimal curiga lah, iya, kan, kalo aku ada hubungan sama Pak Danar?” aku tidak bereaksi apa-apa. Sekarang ini, aku harus ekstra hati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Kemarin, Mas Dimas dan Mas Viko yang bilang kalo Delisa ini penyusup, punya niat jahat ke aku dan mereka berdua. Sekarang, Delisa ke sini pagi-pagi buta, hanya untuk memberitahu kalo Mas Dimas dan Mas Viko adalah bukan orang baik-baik. “Maksudnya Mas Dimas dan Mas Viko bukan orang baik-baik, apa?” Delisa mengeluarkan sebuah foto, aku tidak tau siapa orang yang ada di foto ini, tapi kok rasanya tidak asing. “Kalo dilihat sekilas, mereka berdua ini bukan orang yang kamu kenal. Tapi coba kamu perhatikan lebih teliti lagi.” Aku mencoba untuk membolak balik foto yang diberikan Delisa ke tanganku. Satu menit, dua menit berlalu, aku belum juga mengenali siapa mereka walaupun wajahnya tampak tidak asing, “Kalo aku bilang mereka berdua ini Dimas dan Viko, kamu percaya?” aku membelalakan kedua mataku, “Hah?” dia mengangguk, “Masuk akal, kan? Kamu gak mengenali wajah mereka berdua tapi rasanya familiar, kan?” mau tidak mau aku mengangguk. “Apa maksud dari semua ini?” Delisa menarik kursinya mendekat ke arahku, “Mungkin kamu sudah tau, kalo ruangan rahasia yang ada di toko mereka itu, tidak sembarangan orang bisa masuk. Aku menyamar menjadi pacar Dimas, memberikan tubuhku untuk memikatnya, karena tugas dari Pak Danar. Sebagai informasi saja, Pak Danar adalah seseorang dari pihak kepolisian yang sedang menyelidiki kasus mereka dan juga sedang berusaha untuk menangkap mereka berdua atas tuduhan meretas semua informasi mengenai data-data pengguna internet, yang berbasis kartu kependudukan. Makanya kemarin, tugasmu hanya sebatas memasukkan data-data perusahaan Pak Danar ke data base, bener? Sisanya mereka yang ditugaskan untuk menyelesaikannya. Itu karena Pak Danar ingin menangkap tangan mereka. Pak Danar ingin membuktikan kalo mereka memang benar-benar dalang di balik semua kejadian peretasan situs-situs pemerintahan dan data yang bocor dan dijual ke pihak ketiga.” Aku memegang kepalaku, sakit. Rasanya semua informasi ini terlalu ribet dan rumit. “Sekarang ini, aku gak tau, di antara kalian siapa yang benar dan jujur. Sumpah, lebih baik uang kemarin aku kembalikan dan aku mundur dari proyek ini. Aku gak mau ikut campur, aku gak mau membahayakan keluargaku. Kalian urus saja masalah ini. Sorry, Del, jangan datang ke sini lagi. Rumah ini ada kakak dan tanteku, mereka separuh nyawaku dan aku gak mau membahayakan mereka.” Delisa bangkit dari duduknya, “Tolong jangan mundur dari proyek ini. Kamu gak akan ikut dilibatkan, berjalan saja seperti yang sudah ada. Kamu tinggal ikutin alurnya.” Aku hanya menganggukkan kepala. Selepas Delisa pergi, aku masuk ke dalam, menuju ke kamar Kakak. Mungkin Kakak masih ada kerjaan, karena terdengar dia sedang bicara dengan seseorang, entah siapa. “Kak, aku masuk, ya.” setelah mendapat izin, aku masuk, “Kak. Aku ada uang seratus juta, Kakak ada tambahan, gak atau aku pinjam seratus juta lagi untuk beli rumah yang kemarin aku bilang itu.” Kakak mengernyitkan dahinya, “Ada, sih. Tapi kok buru-buru banget. Kan kita belum terlalu perlu, Dek.” Aku menggelengkan kepala, “Perlu, Kak. Tolong transfer ke rekeningku, ya. Hari ini juga aku mau ke sana.” lalu aku keluar dari kamar Kakak. Tidak mau banyak ngomong, khawatir mereka malah jadi kepikiran yang aneh-aneh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD