Pagi harinya Sheila sudah berada di ruangan kantornya. Tak lama kemudian, terdengar suara sepatu yang beradu dengan lantai. Sheila segera berdiri, lalu masuk lah si empunya kantor bersama Felix asisten pribadi nya.
"Selamat pagi pak!!!" sapa Sheila pada Shivin sambil tersenyum ramah.
"pagi!!!" balas Shivin singkat dengan memasang kan ekspresi wajah dingin, sambil berjalan lurus menuju ruangan nya.
"kau hanya menyapa dia saja??" tanya Felix tiba-tiba.
"selamat pagi pak Felix!!!" sapa Sheila berusaha ramah kepada Felix ,karna dari sejak saat pertama kali Sheila masuk ke kantor Felix selalu saja memanggilnya ondel-ondel.
"huh, terlambat!!!!" ucap Felix ketus, lalu segera menyusul Shivin ke ruangan nya.
tiba-tiba pesawat telpon dihadapan Sheila berdering.
"Sheila keruangan ku sekarang!!!" perintah Shivin yang terdengar suara nya lantang.
"Baik pak". setelah meletakkan pesawat telponnya, Sheila segera beranjak untuk keruangan Shivin dengan jantung yang berdebar kencang dan berusaha menenangkan jantungnya yang tak karuan.
Sheila mengetuk pintu perlahan, membukanya dan berjalan dengan anggun. Shivin tampak sedang duduk sambil mengetik keyboard nya tanpa menoleh sedikit pun.
"kau sudah tau apa yang harus kau kerjakan??" tanya Shivin yang masih asyik dengan laptop nya.
Sheila mengangguk cepat. "sudah pak".
"segera hubungi Key dari perusahaan xxxx katakan bahwa kita bisa bertemu hari ini pukul dua siang". perintah Shivin
"baik' pak". Sheila mengangguk takzim.
Shivin berhenti yang tadinya fokus pada laptop nya sekarang menoleh ke arah Sheila.
"cuma, baik pak?? dimana agenda mu, kau harus mencatat nya agar kau tidak lupa". ujar Shivin
Sheila menepuk jidatnya, dia lupa kalo agenda nya tertinggal di meja ruangan nya.
"maaf pak!! setelah ini saya akan membawakan agenda nya untuk mencatat apa saja yang bapak katakan". kata Sheila
"kau harus mengingatnya, setiap bertemu dengan ku kau harus membawa agenda nya. Aku sangat malas jika harus mengulangi perkataan yang sama, jangan terlalu percaya diri hanya dengan mengandalkan memori otakmu yang cekak itu". gerutu Shivin sambil memandang Sheila dengan tatapan mematikan.
Sheila menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, rasanya sudah tidak sakit lagi dibandingkan hatinya yang tergores karena hinaan bosnya itu.
"otakku tidak terlalu cekak", Sheila bergumam pelan tapi masih bisa didengar oleh telinga Shivin.