Chapter 2

1174 Words
Ellen menatap keluar jendela kamar, pemandangan di sana sungguh membuatnya merasa menjadi seorang ratu dalam semalam. Seperti cerita dongeng yang sering ia dengar, hidupnya berubah dalam semalam. Hanya karena menjadi seorang bridemaid, ia mendapatkan seorang pria kaya di benua Australia. Meski pernikahan itu hanya kontrak, tetapi … Ellen akan mendapatkan banyak sekali keuntungan. Selain kekayaan, Ellen juga bisa belajar menjadi seorang pengusaha seperti Oliver Morgan. Ia hanyalah seorang penghuni sebuah panti asuhan di kota Sydney. Ellen yang masih bertahan di sana, harus ikut bekerja untuk menghidupi anak-anak yatim piatu di panti itu. Nama panti itu adalah Home of Children. Sudah dua hari ia tidak memberikan kabar pada kepala panti. Rasa khawatir kini menggeluti pikirannya. Ellen tidak ingin jika kepala panti harus bekerja seorang diri untuk mendapatkan uang. “Apa yang sedang kau pikirkan, Nona Ellen?” tanya Felix yang masuk ke dalam kamar Ellen dengan membawa nampan makanan. “Tuan Felix, aku hanya khawatir pada seseorang,” ujar Ellen. “Hmm, apa orang itu sangat berarti dalam hidup anda?” tanya Felix. “Tentu saja, wanita ini yang sudah merawatku sejak aku berusia lima tahun,” ungkap Ellen. “Apa kau ingin menghubunginya dan memberitahu tentang kondisimu saat ini?” tanya Felix. “Apa aku diperbolehkan menghubunginya?” Felix tersneyum, lalu ia memberikan sebuah ponsel pada Ellen. “Apa kau memiliki nomor teleponnya?” tanya Felix. “Aku mengingat nomornya, jika ia tidak mengganti nomor itu,” ujar Ellen. Ellen menekan layar ponsel itu, lalu menempelkan ponsel pada telinganya. Sebuah nada panggilan terdengar di sana. Dan akhirnya telepon itu tersambung. “Halo?” Suara itu membuat Ellen tersenyum. “Bunda Imel, ini aku Ellen.” “Ellen? Astaga, kau dimana, sayang?” “Ellen baik-baik saja, Bunda. Maaf jika dua hari ini aku menghilang,” jelas Ellen. “Kau sungguh baik-baik saja?” “Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin kau tahu … ehm, aku akan menikah dalam beberapa hari,” ungkap Ellen. “Apa kau sedang bermimpi, Ellen? Kau dimana sekarang?” “Aku berada di sebuah rumah mewah milik Tuan Oliver Morgan,” ujar Ellen. “Apa yang kau lakukan di rumah orang kaya itu? Apa ia mengancammu?” “Tidak, tidak … ia orang yang sangat baik, dan aku akan menikah dengannya,” jelas Ellen. “Baiklah jika itu keputusanmu, aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu, Ellen,” ujar Bunda Imel. “Terima kasih, Bunda.” Akhirnya sambungan telepon itu terputus, dan Ellen menangis karena merindukan pelukan wanita bernama Imel itu. “Maaf Tuan Felix, aku terlalu emosional,” ujar Ellen. “Tidak apa-apa, Nona. Sebaiknya anda mengisi perut terlebih dahulu, aku sudah membawakan sarapan untuk anda. Sepertinya Tuan tahu jika anda tidak akan keluar dari kamar ini,” ujar Felix. “Maaf, aku sendiri lupa untuk memberi tenaga pada tubuhku,” jawab Ellen. Ellen berdiri dari posisinya, lalu mendekati meja dan mulai menyentuh makanan itu. Melihat Ellen sudah memulai kegiatan makannya, Felix berpamitan untuk keluar dari kamar itu, dan melanjutkan pekerjaannya. *** “Tuan, Nona Ellen sudah memakan makanannya,” terang Felix. “Baiklah. Aku akan pergi ke kantor, jaga wanitaku. Berikan semua keperluannya,” ujar Oliver. “Baik, Tuan.” “Berikan sejumlah uang pada panti asuhan itu,” ujar Oliver. Felix tersenyum lalu menundukkan kepalanya sekilas. Pria bernama Oliver selalu membuatnya kagum. Apapun penilaian orang, Felix adalah satu-satunya yang mengenal Oliver sejak berusia lima tahun. Saat itu, Felix masih baru di dalam keluarga Morgan. Bahkan, sikap Oliver saat itu jauh dari kata ramah. Tetapi, seiring berjalannya waktu … Felix akhirnya mengenal siapa Oliver sebenarnya. Felix menghubungi seseorang dan menyuruhnya untuk memberikan sejumlah uang pada panti asuhan yang sudah merawat Ellen. “Berikan nominal seperti yang diminta kepala panti,” ujar Felix. “Tu-tuan … bagaimana jika ia tidak meminta?” “Berikan seperti biasa.” Setelah itu, Felix kembali mengurus pekerjaannya. Ia kembali ke dalam kamar Ellen dan memastikan jika wanita itu telah selesai dengan kegiatan makannya. Felix mengambil kembali nampan yang sudah kosong itu, dan membewanya kembali ke dapur. Sementara itu, Ellen masih merasa tidak enak pada Imel yang mungkin sedang khawatir pada dirinya. Ellen mencoba untuk menenangkan pikirannya dengan masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dari shower. Ellen melepaskan seluruh pakaiannya, dan meletakkannya pada keranjang pakaian kotor. Ia melangkah mendekati shower, lalu mulai membasahi tubuhnya dari ujung kepala hingga kaki. “Ahh … aku harap semua ini bukanlah mimpi,” gumam Ellen. Cukup lama Ellen di dalam sana, hingga akhirnya ia mengakhiri kegiatan itu dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang melingkar pada tubuh bagian d**a hingga atas lututnya. Kakinya melangkah keluar dari sana, dan ia membuka pintu yang menuju walk in closet. Beberapa kali Ellen menelan ludahnya secara kasar, karena pakaian yang ada di hadapannya adalah buatan desainer ternama di seluruh dunia. Ya, Ellen sangat menyukai desain pakaian, hingga ia memiliki sebuah cita-cita menjadi seorang desainer terkenal. Ellen mengambil sebuah pakaian dan mengenakannya. Sebuah mini dress dengan motif vintage menjadi pilihan wanita itu. “Sangat nyaman, dan bahannya juga sangat berkualitas, aku sangat suka dengan bahan pakaian seperti ini,” gumam Ellen. Kini ia melangkah keluar dari dalam sana, dan melihat beberapa pelayan di sana. Tidak hanya pelayan biasa, Felix juga berdiri di hadapan mereka saat ini. “Tuan Felix, ada apa ini?” tanya Ellen. “Anda akan melakukan pernikahan megah bersama Tuan Oliver, tentu saja semua harus terencana mulai saat ini,” jelas Felix. Ellen kembali menatap pada para pelayan itu. Pada masing-masing tangan pelayan itu, memegang sebuah kotak besar yang entah apa isinya. Felix mengarahkan Ellen untuk melihat isi dari setiap kotak. Kotak pertama berisi menu makanan yang akan di sajikan pada pesta pernikahan. Ellen terlihat sangat terkejut dengan makanan yang ada di dalam daftar menu. “Jika anda ingin menggantinya, Tuan Oliver akan langsung mengganti menu itu, Nona,” jelas Felix. “Tidak perlu, ini saja sudah cukup,” ujar Ellen. Wanita itu kembali melangkah untuk melihat kotak kedua. Isi di dalamnya adalah bentuk undangan yang akan di bagikan dalam beberapa hari kedepan. Di sana tertulis berapa lembar undangan yang akan tercetak, dan Ellen sangat mengerti jika pesta pernikahan itu akan dilakukan dengan system tertutup untuk umum. “Undangannya terlihat sangat cantik, aku menyukainya, Tuan Felix,” ungkap Ellen. Kotak terakhir berisi beberapa desain gaun pernikahan dari desainer terkenal di Australia. Dan Ellen memilih satu gaun yang sangat indah saat itu juga. “Sudah selesai, Tuan Felix,” ujar Ellen. “Baiklah, aku akan segera mengurus semuanya, sebaiknya anda tidak terlalu stress dalam beberapa hari ini, Nona.” Felix melangkah keluar dari dalam kamar itu bersama para pelayan. Dan kini, Ellen kembali merasa bingung di dalam kamar itu. “Apa aku bisa keluar dari kamar ini?” gumamnya. Ellen merasa sangat bodoh karena tidak bertanya pada Felix. Ia sangat takut untuk melangkah keluar dari dalam kamar itu. Karena terlalu sering membaca novel tentang seorang b***k dari para pria kaya, Ellen tidak ingin nasibnya sama seperti wanita yang ada di dalam novel itu. Ia memilih untuk tetap di jalur aman, dengan berada di dalam kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD