Suami Setia

1075 Words
Aldi tersenyum, menggenggam jari telunjuk Inka dan menurunkannya, pria itu memajukan wajah lantas mencium kening sang istri. "Di kantor tidak ada yang secantik dan semenggoda dirimu, Sayang. Tenang saja." "Ih, dasar gombal!" Inka tertawa seraya mencubit pinggang suaminya gemas, keduanya tertawa lantas berpelukan sebelum pada akhirnya Aldi masuk mobil dan Inka melambaikan tangan mengiringi kepergian suaminya. Senyum lebar Inka berubah jadi senyum sendu, wanita itu menghela napas pelan lalu berbalik badan lantas masuk rumah kembali. Di rumah besar ini tidak ada pekerjaan berarti untuknya, semua pekerjaan rumah sudah diurus para pembantu. Inka hanya cukup diam, dan santai saja. Aldi memang sangat memanjakannya dengan harta, kasih sayang dan perhatian. Cinta pria itu begitu besar padanya, hanya saja satu kekurangannya, Aldi tidak mampu bertahan lama di atas tempat tidur, dan Inka selama ini tidak pernah berani protes atau mengutarakan masalah ini pada suaminya. Baginya kebahagiaan Aldi sudah cukup, sejak dulu dia selalu berpikir yang terpenting kebutuhan biologis Aldi terpuaskan, sementara ia mengkesampingkan kebutuhannya selama ini. Namun, setahun terakhir entah kenapa ia mulai merasa nelangsa sendiri, kala ia ingin sekali-kali merasakan indahnya melayang ke awang seperti yang selalu teman-temannya ceritakan di kala mereka kumpul bersama. Sementara Inka selalu saja menghindari pembicaraan vulgar itu dan lebih baik menghindar dengan cara menjawab. "Privasi dong!" Dan lagi jawabannya mengundang gelak tawa mereka saat membenarkan ucapan Inka, bahwa urusan ranjang itu adalah hal pribadi. Namun, tetap saja yang lain selalu sibuk menggosipkan diri sendiri dengan pasangan-pasangan haram mereka dan Inka cukup menyimak saja obrolan mereka. Inka duduk di sofa ruang santai, bersandar di sofa dan meraih ponselnya yang berpendar saat ada seseorang yang memanggil kontaknya. "Iya, hallo, Sell. Ada apa masih pagi kamu telefon aku?" tanya Inka langsung pada intinya. "Jalan-jalan yuk! Terus nyalon kek abis itu. Gue bosen di rumah terus, suami gue udah balik keluar kota lagi," jawab seorang wanita cantik berpakaian seksi dari ujung telefon. "Hmm, ya udah deh ayo. Kita berdua aja?" tanya Inka. "Iyalah, ngapain ngajak yang lain. Males banget aku tuh, apalagi ngajak si Lena sama si Yuni, nggak banget. Dah lah, tar gue jemput lo, In. Siap-siap aja yang cantik, kali aja ada berondong yang naksir." Sella terkekeh. Inka hanya tersenyum saja menanggapi ucapan sahabat baiknya itu. "Iya udah, aku siap-siap dulu deh, bye." Inka menutup sambungan telefonnya, segera ia bangkit dari duduk dan melangkah masuk kamar. Beberapa saat ia selesai dengan pakaiannya, penampilannya selalu terlihat anggun dan begitu menawan di setiap kesempatan. Aldi selalu memilihkan pakaian bermerk dan indah untuknya, tak sedikit pakaian yang dimiliki Inka adalah pilihan pria itu sendiri. Pokoknya apa yang ia anggap bagus dan cocok pada istrinya pasti dibeli, bahkan sampai lingerie saja Aldi yang memilih. Makanya Inka sampai-sampai merasa kalau suaminya itu cinta mati padanya, jadi Inka juga sangat takut kehilangan Aldi dan tidak akan pernah tega menyakitinya. Tidak semua pria di dunia ini sebaik Aldi, dan Inka tidak mau menyia-nyiakan pria baik seperti dia hanya karena satu kekurangannya. Toh, di dunia ini tidak ada yang sempurna, pasti ada saja kurangnya. Suara ketukan pintu terdengar, Inka yang masih memakai anting-anting fashionnya pun menoleh sejenak lalu pintu itu terbuka. "Permisi, Nyonya. Di bawah ada temennya Nyonya sudah datang," kata Surti, pembantu rumah Aldi yang sudah bekerja pada pria itu sejak Aldi belum menikah. "Iya, Bi. Suruh Sella tunggu saja, saya sebentar lagi turun," sahut Inka. "Baik, Nyonya," timpal Surti, lalu menutup pintu dan kembali ke lantai bawah. Terlihat Sella duduk anggun di sofa warma putih kombinasi hitam itu. Pakaiannya yang seksi menampilkan beberapa bagian tubuh yang membuat kaum adam tak dapat berpaling darinaya. Wanita itu menoleh pada arah tangga dan melihat Surti berjalan mendekat. "Kata nyonya sebentar lagi turun, Mbak Sella." Surti membungkukkan sedikit punggungnya sopan. "Ya," jawab Sella singkat seraya mengangguk. "Mbak Sella mau minum sesua--?" tanya Surti. "Nggak usah, Bi. Kami mau pergi, kok," sela Inka yang kini terlihat menuruni anak tangga. Surti dan Sella menoleh, pembantu rumahnya mengangguk lalu segera kembali ke dapur. Sella tersenyum melihat teman baiknya yang berjalan mendekat, segera ia berdiri saat Inka tepat di hadapannya. "Wiih, makin kecew aja nih istri bos besar, beda gitu kalau yang suaminya selalu betah di rumah," goda Sella seraya menyenggol lengan Inka. Inka terkekeh kecil mendengarnya. "Bedanya apa coba, kamu ini ada-ada aja." "Bedalah, tuh d**a makin montok aja kalau tiap malem diuleni." Plak! Seketika Sella mengaduh kala mendapatkan pukulan kecil dari Inka di lengan atas sebelah kanannya. "Tuhan, Sella! Diuleni emang adonan donat apa!" sentak Inka, dan Sella hanya terbahak saja seraya mengelus lengannya yang sakit digeplak Inka. "Kayak sendirinya nggak gede aja. Lebih-lebih dari aku itu. Aku aja takut tuh s**u tumpah." Inka membuat ekspresi seolah khawatir yang berlebihan, dan Sella tertawa saja menanggapinya. "Ya ini mah berkat si dia." Sella mengulum senyum. Inka memutar bola mata malas. "Iya iya, aku tahu. Hmm, ya udah yuk pergi ntar keburu siang banget." "Ya udah, yuk!" Mereka lalu berjalan keluar rumah dan masuk mini cooper warna maroon milik Sella. Kendaraan mewah itu meninggalkan halaman luas rumah Inka dan kini keduanya berada di dalam perjalanan. "Sel, kamu tuh nggak kasihan apa sama mas Arta. Dia kan pergi jauh juga kan kerja buat kamu, kamu kok di sini malah suka kencan sama berondong yang cuma mau moroton uangmu aja?" tanya Inka tanpa segan, di antara enam orang teman Inka memang Sella saja teman baiknya, rasanya tidak ada hal yang mesti ditutupi di antara keduanya, kecuali Inka "In, gue yakin mas Arta juga di sana punya yang lain. Kalau gue mau usut mas Arta di kota tempat kerjanya pasti gue tahu sesuatu. Pasti mas Arta punya istri muda di sana, In. Tapi, gue nggak mau ambil pusing. Gue cukup pura-pura nggak tahu dan nikmati hidup gue aja di sini. Apa gue salah?" Sella tampak sedih, rupanya memang tidak ada yang sempurna di dunia ini, bukan? Tidak dengan hidup Inka atau pun Sella yang selalu terlihat ceria plus bar-bar. Inka mengelus pundak Sella lembut. "Yang sabar ya, Sel. Aku tahu gimana rasanya di posisi kamu." Sella tersenyum samar. "Setidaknya suami lo setia, In. Dia juga selalu ada buat lo di waktu lo sedang butuh dia. Sementara gue? Suami gue selalu nggak ada di samping gue saat gue lagi butuh perhatian." Inka menarik tangan perlahan, dan kembali fokus ke depan. "Iya, Mas Aldi memang sangat setia, dia juga mencintaiku, meski setiap malamnya aku merasa kecewa padanya, tapi kecewaku tak sebanding dengan seluruh cintanya padaku. Dia sempurna di mataku, bagiku tak ada alasan untuk mengkhianatinya," batin Inka, seraya tersenyum mengingat kebersamaannya dengan Aldi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD