2. Hukuman

1309 Words
Seorang gadis memasuki sebuah rumah sederhana dengan langkah gontai karena fisik yang teramat lelah. Bukan hanya fisiknya, tetapi juga hatinya. Bagaimana tidak, baru hari pertama ia kuliah, ia sudah harus bermasalah dengan salah satu dosen di kampusnya. Arogan, tetapi sialnya ia begitu tampan. Ia pun membuka asal sepatu serta kaus kakinya. Setelah itu, ia langsung membanting dirinya di atas kasur. Rasa lelah nyaris saja membuatnya terlelap andai saja ia tak mengingat tubuhnya yang terasa lengket karena beraktivitas seharian. Seketika ia menepuk jidatnya karena mengingat kemeja milik Selim yang kotor karena ketidaksengajaannya. Alara mengambil kemeja tersebut dari tasnya. Ia ingin membersihkan diri sekaligus mencuci kemeja tersebut sebelum nodanya menjadi sulit untuk dihilangkan. Tiga puluh menit ia habiskan waktunya di kamar mandi. Ia pun keluar dari kamar dengan keadaan sudah berpakaian lengkap dengan rambut panjangnya yang terbungkus handuk serta baskom ukuran sedang berisi pakaian yang akan ia jemur di halaman belakang rumahnya. Sembari menunggu rambutnya kering, ia pergi ke halaman belakang rumahnya untuk menjemur pakaiannya dan juga kemeja Selim. Mengingat Selim, gadis itu menghela napas panjang. Ia bersumpah, ini adalah terakhir kalinya ia berurusan dengan Selim di luar urusan kuliah. Setelah menjemur, Alara menyimpan baskom di dekat dapur lalu ia membuka kulkas untuk melihat apa saja bahan makanan yang tersedia. Ia mendengus kesal karena lupa belanja bahan makanan saat perjalanan pulang tadi. Mau tak mau, ia membuka aplikasi ojek online di ponselnya untuk memesan makanan. Menurutnya, tak apa bila hari ini ia sedikit boros hanya untuk makan. Sambil menunggu pesanan makanannya, ia memilih bersih-bersih rumah. Alara termasuk gadis yang sangat menyukai kebersihan. Meskipun ia tinggal di rumah sederhana, ia tetap merasa sangat puas melihat rumahnya bersih dan rapi sehingga enak dipandang mata. Tak lama setelah ia beres-beres rumah, tukang ojek online yang bertugas mengantar pesanan makanannya datang. Ia pun mengambilnya dan memberikan uangnya pada tukang ojek tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih, ia pun segera masuk karena perutnya mulai berbunyi minta diisi. *** Selim menikmati vodka dalam gelas sloki yang ia pegang. Suasana unit apartemennya begitu sepi malam ini. Bila biasanya ia menghabiskan malamnya dengan minum bersama teman-temannya di klub dan berakhir dengan hubungan satu malam dengan wanita yang ia inginkan, kali ini ia memilih tinggal di apartemennya. Ia perhatikan setiap sudut apartemen mewah itu. Terlihat berantakan karena minggu lalu sang asisten rumah tangga mengundurkan diri dengan alasan kondisi fisiknya sudah tidak kuat lagi untuk bekerja dan memilih kembali ke kampung halamannya. Sampai saat ini, ia belum mendapatkan asisten rumah tangga yang baru, mengingat ia bukanlah orang yang mudah percaya pada orang baru. Untuk sementara, ia menggunakan jasa petugas kebersihan yang bisa dipanggil via online. Selim meneguk vodka hingga tandas. Setelah itu, ia beranjak ke dapur untuk mencuci gelasnya dan menyimpannya di dekat rak piring. Ia pun meninggalkan dapur menuju kamarnya. Di dalam kamarnya, ia mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur karena udara malam ini yang cukup dingin. Setelah itu, ia merebahkan dirinya di atas ranjang empuk sembari memejamkan mata. Seketika ia melihat bayangan Alara, mahasiswinya yang tidak pernah berusaha mencari perhatiannya seperti yang biasa mahasiswi lain lakukan padanya. Sebuah seringai licik terbit di wajah tampannya. "Alara ... Kau akan selalu berada dalam pengawasanku!" katanya pelan sebelum akhirnya ia benar-benar terlelap. Di tempat lain, Alara sedang menunggu ibunya yang belum juga pulang dari rumah pak camat karena ibunya ikut bantu-bantu dalam acara khitanan anak pak camat. Ia terus menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 22.00. Dengan perasaan resah, ia segera mengambil kunci motornya dan memutuskan untuk menjemputnya. Tak mungkin ia membiarkan sang ibu pulang sendirian larut malam. Baru saja ia menutup pagar, ibunya sudah kembali dengan selamat. "Ibu, kenapa baru pulang? Aku baru aja mau jemput Ibu," ujar Alara khawatir. "Maaf, Nak. Ibu Jihan terus mengajak Ibu ngobrol. Nggak enak juga kalau Ibu tiba-tiba pamit sedangkan beliau masih asyik bercerita," ungkap Winda, ibu Alara. "Ya udah. Kita masuk aja. Udah malam." Winda pun membuka pagar agar Alara segera membawa masuk motornya kembali sementara ia menutup pagar dan menguncinya. "Kamu sudah makan, Nak?" tanya Winda begitu ia selesai mengunci pintu. "Udah, Bu. Ibu udah makan?" "Ibu juga sudah makan. Istirahatlah, Nak! Ibu juga mau istirahat." Alara mengangguk dan langsung masuk ke kamarnya. *** Alara baru saja tiba di kelasnya saat Vino menghampirinya dengan napas tersengal-sengal. "Lara, kamu bawa tugasmu, kan?" tanya Vino. Alara pun segera membuka tas ranselnya dan mencari tugas yang Vino maksud, tetapi ia tidak menemukannya. Matanya membola seketika begitu ia ingat di mana tugasnya berada. "Lara, kamu kenapa?" tanya Vino. "Tugasku ketinggalan, Vin. Mampus! Pasti Pak Selim bakal marah-marah nih!" ujar Alara gusar. "Terus gimana, Ra?" "Vin, aku balik ke rumah dulu, ya! Semoga aku nggak terlambat. Bye!" Alara pun segera berlari menuju parkiran depan fakultasnya. "Lara!" Vino memanggilnya, tetapi Alara tidak mendengarnya. Ia pun mendesah pasrah dan mendoakan Alara agar berhati-hati di jalan. Dengan kecepatan tinggi, Alara mengendarai motornya agar segera sampai ke rumah dan mengambil tugasnya yang tertinggal. "Lho, Lara? Kenapa pulang lagi?" tanya Winda yang baru selesai menyapu halaman rumahnya. "Tugasku ketinggalan, Bu. Aku ambil dulu." Alara bergegas masuk ke kamarnya dan mengambil tugasnya yang tersimpan di meja belajarnya. Ia langsung menyimpannya ke dalam tasnya. Ia pun berlari keluar kamar dan mengecup pipi kanan Winda. "Aku berangkat, Bu. Assalamu 'alaikum!" Alara segera memakai helm dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke kampus. Sementara Winda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak satu-satunya itu. Saat ia hampir sampai ke kampus, Alara mendengar suara ban pecah yang ternyata berasal dari ban depan motornya. Ia pun segera menepikan motornya dan melihat sendiri ban motornya. Ia menjerit kesal karena kini ia terlambat masuk di mata kuliah Selim. "Mampus! Pasti Pak Selim menghukumku," gumam Alara. Gadis itu memutuskan membawa motornya ke bengkel yang terletak di depan gerbang kampusnya. Ia menitipkan motornya di sana sementara ia berjalan kaki menuju gedung fakultasnya yang letaknya cukup jauh dari gerbang. Setelah 15 menit kemudian, ia sampai di gedung fakultas. Ia kembali harus menguras tenaganya dengan menaiki anak tangga hingga ke lantai empat. Setelah melewati anak tangga dengan susah payah disertai napas tersengal-sengal, Alara kini mengetuk pelan pintu kelasnya. Ia pun melihat ujung sepatu kulit berwarna hitam mengkilap. Ia berusaha menelan salivanya begitu ia tahu siapa pemilik sepatu itu. "Kamu dilarang masuk sampai kelas saya berakhir!" ujar Selim dingin. Dosen itu pun kembali menutup pintu dan melanjutkan pembahasan materi kuliah yang sempat tertunda. Kedua kaki Alara melemas hingga ia terduduk di lantai. Ia memilih meluruskan kedua kakinya yang lelah berjalan jauh dan menaiki tangga sembari memikirkan hukuman apa yang akan ia terima dari dosen arogan itu. Tiga puluh menit berlalu, pintu kelas pun terbuka. Alara yang nyaris tertidur segera membuka matanya dan melihat Selim yang menatap dingin padanya. "Ikut ke ruangan saya!" perintahnya. Alara pun mengikuti Selim menuju ruangannya yang terletak di lantai dua. Sesampainya di lantai dua, mereka pun masuk ke dalam ruangan minimalis yang terlihat rapi itu. "Kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya Selim dengan tatapan tajamnya. "Saya tahu, Pak," jawab Alara dengan kepala tertunduk. "Jangan menunduk, Alara!" bentak Selim. Gadis itu pun mengangkat kepalanya dan menatap Selim yang juga menatapnya. "Mana tugasmu? Kata Vino, kamu kembali ke rumah kamu untuk mengambil tugasmu." "Iya, Pak!" Alara pun mengambil tugasnya dari tasnya dan menyerahkannya pada Selim. Pria itu pun duduk di kursinya dan meneliti lembaran demi lembaran tugas milik Alara. Dalam hati, ia memuji cara gadis itu menyelesaikan tugasnya. Menurutnya, tugas Alara layak mendapatkan nilai tertinggi dibandingkan teman-teman sekelasnya. Meskipun demikian, kedisiplinan tetap harus ia junjung tinggi. "Kamu harus tetap menerima hukuman karena kamu terlambat masuk di mata kuliah saya," cetus Selim. Alara menelan salivanya susah payah. Ia sudah pasrah sekarang. "Kamu bersihkan ruangan ini! Pastikan debu-debu tidak ada yang menempel di rak dan buku-buku saya!" Alara memperhatikan dua rak buku yang menjulang tinggi di samping meja kerja Selim. Kedua rak itu terisi penuh dengan buku-buku. "Baiklah, Lara! Sepertinya kau akan kerja keras hari ini. Jadi babu dosen arogan ini!" desisnya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD