BAB 17

1030 Words
"Wah, ada Kafka dan Amar," ucap seseorang dari arah pintu. Seketika Kafka berhenti bicara, Amar menghela napas pelan, sementara Zulaikha dan Alea saling berpandangan bingung. "Apa kabar kalian, udah lama banget enggak kumpul, beruntung kita ketemu di sini. By the way, Raf, dulu, kan, tempat ini jadi tempat favorit kita, masih ingat, enggak?" Kafka yang sebelumnya menatap ke arah orang itu pun langsung mengalihkan pandangannya. "Iya," ucapnya. Orang itu adalah Zia, orang yang dahulu dekat dengan Kafka. Sama halnya seperti kepada Zulaikha, dulu Kafka juga pernah terserang penyakit ini--di mana ia jadi sering memerhatikan seseorang yang ia sukai. Namun hal itu langsung terkikis saat Zia berubah. Seperti yang pernah dikatakan sebelumnya, Kafka lebih tertarik dengan seseorang yang memiliki perangai terpuji. Dahulu Zia berpakaian syar'i, ucapannya sopan, bahkan malu-malu dengan laki-laki. Namun, tak lama kemudian, tepat saat Kafka dan Zia masih mengejar S.1. semester akhir, Zia berubah total, dari pakaian dan prilakunya, orang bilang, sebenarnya sikap asli Zia seperti itu, sebelumnya dia hanya berpura-pura untuk manggaet laki-laki, sementara saat ia berubah itu, ia juga sedang ada di fase ingin dilirik laki-laki yang ia kagumi. Laki-laki yang Zia kagumi adalah kakak tingkatnya yang menjalankan S.2. Sejak saat itulah Kafka berhenti mengagumi Zia diam-diam. Bahkan ia yang berniat ingin menikahi Zia saat lulus S.1. pun langsung tidak berniat lagi. Kafka sungguhan menghindari Zia. Lagi pula, semenjak saat itu Zia sudah tidak aktif organisasi--salah satu wadah yang mempertemukan Kafka dengan Zia. Tiga tahun Kafka terasa sia-sia, orang yang ia kagumi ternyata hanya bertopeng. Dan Zia salah satu orang yang membuatnya hampir trauma dengan perempuan berpakaian syar'i. Tentang panggilan dengan sebutan "Raf". Nama panjang Kafka adalah Kafka Rafasya Alhusyn, Zia bilang, ia mau memanggil Kafka dengan panggilan yang berbeda dengan panggilan orang lain, jadilah ia panggil Kafka dengan sebutan itu. Salah satu sebutan yang dahulu sempat membuat Kafka senyum-senyum sendiri kini malah membuatnya mual. Kafka tak pernah menampakkan kalau ia membenci Zia. Banyak orang yang sudah tahu kalau sebelumnya Kafka dan Zia dekat, saat Kafka dan Zia tidak dekat lagi, gosip pun beredar, terlebih saat melihat Zia berubah total. Bahkan Kafka pernah tanpa sengaja memergoki kening Zia dikecup laki-laki yang sedang Zia perjuangkan itu. Alasan kalau Kafka tetap terlihat biasa saja, tetap baik, dan kalau bertemu tetap saling sapa tak lain agar Zia tak tahu kalau selama tiga tahun lamanya ia pernah mengagumi perempuan itu. Ia sudah hapus kisah yang seolah tercatat sebagai kisah kelam itu, kini ia sudah berhasil membuka lembaran baru, ia berharap Zia tak pernah hadir lagi, tapi lihatlah perempuan itu, dengan santainya dia duduk tepat di samping Kafka, seolah tak pernah terjadi apa-apa. "Baru lihat anak orang kaya makan di emperan, lagi ngincer abang tukang bakso?" ucap Amar tanpa menatap ke arah Zia. Amar tahu betul kisah Kafka dengan Zia. Amar sering kali menyindir Zia, tapi Zia tak pernah merasa tersindir, sama seperti sekarang, sebenarnya pertanyaan Amar itu salah satu bentuk sindiran untuk Zia, tapi Zia malah membalasnya dengan tawa. "Aku lagi jalan-jalan aja, tiba-tiba mau makan bakso dan kebetulan ada kalian berdua. Aku juga lagi nunggu kak David jemput, katanya dia lagi ada operasi," jawab Zia. Amar hanya menganggukkan kepalanya. David itulah laki-laki yang selalu Zia kejar-kejar, dia seorang dokter bedah, sama seperti Yusuf. Selain itu, David juga tidak hanya bekerja sebagai dokter di rumah sakit besar, dia punya komplek yang kini sudah ramai ditinggali orang, lalu beberapa toko obat, bisa dibilang David adalah laki-laki kaya yang kekayaannya berkat kerja kerasnya sendiri. Dari mulai membangun komplek besar untuk banyak orang, lalu toko obat, bahkan sekarang laki-laki itu juga sedang membangun toko makanan. Kafka cukup tahu diri, meski ia terkenal sebagai anak dari pemilik perusahaan besar, ia tetap tak memiliki kemampuan seperti David. "Dia dulu digosipin deket sama kak Kafka," bisik Alea si serba tahu. Zulaikha membulatkan bibirnya sambil menganggukkan kepala. "Yaudah biarin aja, kita mah makan dengan tenang, enggak usah ikut campur," bisik Zulaikha. Mereka berdua sadar, kalau Amar dan Kafka tampak berubah saat perempuan itu datang. "Nanti habis makan aku bakal ceritain kronologi ceritanya," ucap Alea masih dengan nada berbisik sambil menuangkan dua sendok sambal ke mangkuk baksonya. Zulaikha menggelengkan kepalanya, ia kadang aneh dengan Alea yang selalu tahu banyak hal tentang orang lain tapi ketika sudah berhubungan dengan mata kuliah lemotnya langsung kumat. *** "Jadi gitu," ucap Alea sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tote bag. Setelah dosen mata kuliah terakhir selesai menyampaikan materi, ia langsung menceritakan hal yang sama sekali tidak Zulaikha minta untuk diceritakan. "Kamu kok bisa tau?" Kini mereka berdua sudah mulai berjalan keluar kelas. "Aku, kan, masuk organisasi yang dulu pernah kak Kafka dan kak Zia masukin, nah waktu itu salah satu kakak tingkat pernah ada yang cerita soal ini, aku dengar dari dia. Aku juga enggak nyangka kalau orang sekeren kak Kafka bisa jadi sad boy. Dan akhir-akhir ini, ya, Lik." Tiba-tiba Alea menghentikan langkahnya lalu menatap ke arah Zulaikha dengan tatapan penuh misteri. "Apaan, sih? Kebiasaan suka ngegantungin cerita!" Alea terkekeh pelan lalu melangkahkan kakinya kembali. "Akhir-akhir ini aku merasa kak Kafka kayak sering dekatin kita, aku jadi bingung, sebenarnya dia lagi incar salah satu dari kita atau enggak, ya?" Zulaikha menggedikkan bahu. "Aku rasa itu kamu, pasalnya aku enggak sebanding dengan dia. Lihatlah mantan orang yang dulu pernah dia kagumi, anak orang berada dari Fakultas Kedokteran, sementara aku, masuk kuliah aja mengandalkan beasiswa." Alea memukul pelan lengan Zulaikha. "Apaan, sih! Kak Kafka bukan orang kayak gitu, justru aku merasa kalau kamu yang jadi sasaran dia. Soalnya aku sering mergokin dia lagi natap kamu." Zulaikha menggelengkan kepalanya. "Enggak, udah jangan mikir yang aneh-aneh," ucap Zulaikha sambil memencet tombol lift. Tepat saat pintu lift terbuka, Zulaikha dan Alea malah dikagetkan dengan orang yang ada di dalamnya. Ada Kafka dan Amar di sana, entahlah mereka habis melakukan apa di lantai atas. Saat Kafka melambaikan tangannya, Alea buru-buru mengangkat tangannya juga, Zulaikha pun demikian. Kali ini Kafka benar-benar tidak sengaja bisa bertemu Zulaikha dan Alea. Kafka dan Amar pun langsung menepi saat Zulaikha dan Alea masuk ke dalam lift. Ketika lift sudah mulai berjalan kembali, suasana berubah jadi hening. Wajah Kafka pun terlihat sedang tidak baik-baik saja, entah masalah apa yang baru saja laki-laki itu hadapi. Hal itu membuat Alea yang sebelumnya ingin membeo urung diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD