BAB 18

1021 Words
Saat lift sudah terbuka di lantai satu, Zulaikha, Alea, Kafka, dan Amar langsung melangkahkan kakinya keluar. Alea masih bisa tersenyum lebih dulu sampai membuat Kafka ikut tersenyum, sementara Zulaikha dan Amar tetap diam saja. Mereka berdua sedikit memiliki kesamaan, yakni terlihat pendiam di depan orang, tapi nyatanya pikiran mereka jauh lebih ramai. "Kamu mau ke cafe, Likha?" tanya Kafka setelah lama diam, mereka berempat terus jalan bersama sampai gerbang keluar. Zulaikha menggelengkan kepalanya. "Enggak, Kak, hari ini cafe tutup liburan sampai tiga hari ke depan." Itu memang benar, cafe tempat di mana Zulaikha kerja akan meliburkan pekerjanya selama empat hari. Hal itu dilakukan setelah kegiatan diskon tahunan, sudah menjadi kebiasaan setiap kali selesai diskon pasti akan ada liburan. Kafka memanggut-manggutkan kepalanya sambil membulatkan bibir. Lagi-lagi orang yang tidak ingin Kafka lihat malah tampak lagi di hadapannya. Zia, perempuan itu jalan berdua bersama David--laki-laki yang belum lama perempuan itu ceritakan. David salah satu alumni universitas tempat Kafka, Zulaikha, dan lainnya berkuliah, kini laki-laki itu sudah resmi menjadi seorang dokter bedah dengan banyak kelebihan lainnya. Zia dan David sudah dekat sejak David masih menjadi mahasiswa pengejar S.2. hingga kini, tapi menurut apa yang orang lain katakan, mereka tidak pacaran ataupun memiliki hubungan spesial lainnya. Hubungan mereka memang membuat orang lain bingung; terlihat dekat tapi tak memiliki hubungan spesial. Entahlah siapa yang patut dikasihani. "Eh, Ra--" Belum sempat Zia melanjutkan ucapannya, tiba-tiba Kafka menyela, "Likha, nanti malam kamu free atau enggak? Aku mau ajak kamu dinner bersama ayah dan kakak laki-lakiku." Zia tergagap, Zulaikha tersedak air liurnya sendiri, Alea membulatkan mata tidak percaya, sementara Amar tetap terlihat tenang dengan wajah flat-nya. "Bagaimana, Likha?" "Ak-aku ...." "Oh ya, aku udah pernah hubungin kamu beberapa waktu lalu, aku harap kamu bisa save nomorku, aku hari ini lagi ada kerjaan, jadi harus buru-buru pulang ke rumah, jadi kamu tentuin keputusan kamu via call atau chat aja nanti, ya, aku duluan ...." Setelah mengatakan itu Kafka membungkukkan badan dan mengucapkan salam, tanpa meminta persetujuan lagi dia langsung pergi begitu saja. Entah mengapa ia merasa kalau Zia sedang berusaha memamerkan David di hadapannya. Jujur saja Kafka sama sekali tidak tertarik lagi dengan Zia, dia malah berbalik ilfeel. Kafka pun bingung dengan perasaannya sendiri, kalau dikatakan apakah ia menyukai Zia atau tidak jelas saja kini ia akan menjawab tidak, tapi ketika ia melihat Zia bersama David dadanya terasa sesak, ada rasa yang sulit dideskripsikan. Ia jadi berpikir untuk lebih dekat dengan Zulaikha, kalau ia sudah benar-benar lulus S.2. dan pekerjaannya pun sudah menjanjikan, ia akan langsung menikahi perempuan itu, ia sudah tidak mau lagi mengagumi diam-diam lalu sesak sendirian. Lebih baik nyatakan, kalau mendapatkan tolakan move on kemudian. Ya meski move on itu sulit, setidaknya kalau sudah menyatakan dan sudah mendapatkan kepastian kalau pernyataannya mendapatkan tolakan, rasanya lebih melegakan. Hari ini Kafka membawa mobil sendiri, Amar pun demikian, jadi mereka pulang masing-masing. Setelah Kafka dan Amar pergi, Zulaikha dan Alea pun langsung menyusul. Tinggallah Zia dan David berpandangan bingung tapi tak lama kemudian terlihat acuh tak acuh lalu memilih untuk pergi. Hari ini David memang sengaja menjemput Zia agar perempuan itu bisa ia bawa ke rumah. Zia sudah sering datang ke rumah David, yang mana isinya hanya David dan para pekerjanya. *** Hari ini Alea mengajak Zulaikha liburan, jarang-jarang seorang Zulaikha memiliki waktu luang, jadi sebisa mungkin Alea meminta waktunya untuk membuat kenangan. Rasanya kurang seru kalau kenangan mereka hanya sekitaran kampus saja. Untungnya kali ini Zulaikha tidak menolak. "Kan aku benar, kak Kafka itu ngincar kamu, Lik," ucap Alea di sela kemudinya. Hari ini Alea membawa mobil, jadi ia bisa mengajak Zulaikha menggunakan mobilnya, tidak harus antre di halte bus. "Ah, aku masih enggak yakin," ucap Zulaikha. Zulaikha belum pernah merasakan yang namanya pacaran, ia masih lugu soal percintaan, hidupnya sudah terlalu banyak lika-liku, jadi ia tak sempat memikirkan masalah cinta. Kini, Kafka, orang yang bahkan baru ia kenal akrab beberapa hari, malah berprilaku seolah laki-laki itu memberikan harapan banyak, jelas saja Zulaikha tidak terlalu peka soal masalah seperti ini. "Kamu kayaknya harus aku ajarin bab cinta deh," ucap Alea. Zulaikha bedecak, tak lama kemudian ia terkekeh, Alea itu memang agak aneh dan lebih anehnya Zulaikha selalu paham hal-hal aneh yang Alea katakan atau bahkan hanya berupa kode-kode rahasia; kedipan mata, gerakan tangan, dan lain sebagainya. "Ada, ya, jomlo yang mau ngajarin jomlo lain tentang cinta," ucap Zulaikha sambil mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Jujur saja, hati Zulaikha sebenarnya terusik, ia tidak suka dengan sikap Kafka yang tiba-tiba mendekatinya, ia lebih senang dengan laki-laki yang memiliki malu dan langsung to the point ke jenjang halal. Lagi pula sekarang ini Zulaikha masih belum ada niatan untuk membuka hati, ia masih ingin fokus membahagiakan orangtua. Nanti, kalau adiknya sudah lulus sekolah, lulus perguruan tinggi, lalu mendapatkan pekerjaan yang layak, mungkin saat itulah Zulaikha mau membuka hati, itu pemikiran Zulaikha sekarang, entah nanti seperti apa. "Ye! Gini-gini aku udah mengembara untuk mencari ilmu tentang cinta, lho! Jangan remehin aku," ucap Alea sambil cekikikan. "Terserah kamu aja udah, aku mah bagian bilang iya aja," ucap Zulaikha. Alea langsung terpingkal, ia juga aneh, kenapa Zulaikha selalu mengiyakan apa yang Alea katakan. Zulaikha itu benar-benar teman yang menggemaskan. "Kamu bukannya lagi dekat sama Isal, ya, Le?" tanya Zulaikha balik, mencoba mengubah topik pembicaraan. Alea menggedikkan bahu. "Aku kurang suka sama dia, dia dekat sama banyak wanita, suka main game sama wanita, bahkan suka ke club dan ikut balapan liar, jelas aja itu bukan salah satu tipe menantu idaman orangtuaku, yang ada aku bakal kena marah. Lebih baik menghindar di awal, kan, daripada jatuh terus susah bangun?" Zulaikha terkekeh pelan, ia tahu Isal itu sudah lama mengagumi Alea, tapi Alea tidak pernah meresponsnya lebih dari teman, bahkan tak jarang Alea mengungkit-ungkit kata teman kalau sedang bicara dengan Isal, seolah mengingatkan kalau mereka hanya teman, ya ... hanya sebatas itu. Namun, siapa yang tahu bagaimana perasaan Alea yang sesungguhnya? "Isal sebenarnya laki-laki baik, dia selalu ada buat aku, tapi aku enggak bisa sama dia," ucap Alea. Zulaikha menganggukkan kepalanya. "Pasti selera kamu CEO muda, ya?" Alea langsung tergelak. "Ya ... gimana ya jawabnya, aku ...." Bukannya melanjutkan ucapannya, Alea dan Zulaikha malah terbahak bersama di dalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD