BAB 6

1014 Words
Seperti malam-malam sebelumnya, Zulaikha akan pulang ke rumah di pukul delapan malam. Ayah dan ibu Zulaikha masih ada di rumah sakit, siang tadi Zulaikha sempat datang, tapi tidak lama sebab ia harus kerja. Sepanjang perjalanan menuju rumah Zulaikha melamun, jujur saja ia masih bingung, besok ayahnya sudah boleh kembali ke rumah, tandanya ia harus melunaskan administrasi di rumah sakit, sementara uangnya sudah habis untuk biaya awal, bahkan siang ini ia hanya makan makanan yang ada di cafe, dompetnya benar-benar kosong. Uang terakhir yang sebelumnya ia tabung di dalam rekening sudah ia berikan kepada bu Wilda untuk beli makanan. Zulaikha menghela napas pelan, kini jalanan sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang bisa dihitung jari saja yang masih berkeliaran. Karena terlalu fokus melamun Zulaikha sampai lupa kalau jalanan yang kini ia pijaki rawan dengan pencopetan. Lamunannya buyar saat mendengar suara isakan tangis, Zulaikha langsung menoleh ke arah bangku panjang tempat biasa orang-orang menunggu angkutan umum. Di sana ada ibu-ibu hamil sedang menangis sambil memegangi perutnya. Darah sudah berceceran di kaki ibu hamil itu. Karena terlalu banyak hal yang Zulaikha pikirkan, ia sampai lupa tentang berita yang sedang marak di bulan ini. Banyak pencopet yang pura-pura menderita untuk mengelabui mangsanya. Tanpa banyak berpikir Zulaikha langsung mendekat dengan wajah khawatir. “Ya Allah, Ibu kenapa?” tanya Zulaikha sambil mengusap bahu ibu hamil itu. Ibu hamil itu menangis sambil memegang perutnya. “Suami saya enggak pulang-pulang, padahal saya lagi hamil tua, dari pagi perut saya sakit banget, tapi saya paksa buat tetap bekerja, sekarang saya enggak sanggup lagi, kayaknya saya mau lahiran,” ucap Ibu itu gugup karena menahan sakit. “Ya Allah ...,” ucap Zulaikha, tanpa sadar air matanya ikut menetes, ia jadi teringat ibunya di rumah sakit, kalau ibunya yang mengalami hal ini ia pasti akan sedih sekali. “Saya pasti bantu Ibu sebisa saya,” ucap Zulaikha. Ia berusaha meminta tolong pada orang sekitar, tapi orang sekitar malah menatapnya dengan tatapan curiga, takut-takut kalau Zulaikha berkomplot dengan ibu tadi. Sampai jalanan sepi, Zulaikha masih belum mendapatkan pertolongan. Ia mulai melambaikan tangan, menghentikan mobil yang berlalu-lalang, tapi masih saja tak ada yang mau membantu. Ibu itu sudah tak sanggup mengeluarkan suara, ia menangis dalam diam, wajahnya mulai membiru karena menahan sakit yang teramat. Zulaikha ikut menangis, rasanya pasti sakit sekali, ia yang tak merasakannya saja ikut ngilu ketika melihat ibu itu, terlebih darah yang keluar semakin banyak. Setelah lama menunggu, akhirnya ada mobil pribadi yang berhenti, orang itu membuka kaca mobilnya. “Ada apa?” tanya orang itu, Zulaikha merasa tak asing, tapi sekarang bukan saatnya mengingat siapa laki-laki itu. “Maaf, Pak, saya boleh minta tolong? Ada yang mau lahiran dan enggak sanggup buat bangun, wajahnya udah membiru, pucat, dan darahnya pun udah banyak keluar, mungkin lagi di fase pembukaan dan ingin segera melahirkan, bus udah enggak ada, bahkan angkutan umum pun enggak ada yang mau berhenti, orang-orang enggak ada yang mau bantu, saya ....” Belum sempat Zulaikha melanjutkan ucapannya, laki-laki itu sudah keluar dari mobil, wajah laki-laki itu terlihat panik. Tanpa berpikir panjang ia langsung membantu ibu itu masuk ke dalam mobilnya dan segera membawanya ke rumah sakit tempat ia bekerja. Kebetulan ia seorang dokter, dan ia tahu kalau ibu itu tidak berbohong, dia sungguhan hamil. ***  Setelah ibu hamil tadi ditangani, Zulaikha malah melamun menatap para perawat yang berlalu-lalang di rumah sakit. Tiba-tiba laki-laki tadi mendekat ke arah Zulaikha. “Kamu siapanya?” tanyanya. Zulaikha mendongak, sekarang ia ingat, laki-laki itu dokter yang sempat bertabrakkan dengannya di rumah sakit, namanya Yusuf. “Saya enggak sengaja lewat, lihat ibu itu menangis menahan sakit, tapi enggak ada yang mau bantu, saya sedih, saya jadi ingat ibu, pasti sakit banget, orang lain terlalu takut mungkin karena sekarang, kan, lagi marak pencurian menggunakan metode itu.” “Hah? Saya kira kamu keluarga kandungnya, kamu Zulaikha, kan? Yang sempat bertabrakkan dengan saya di rumah sakit ini beberapa waktu lalu?” tanyanya. “Ah, ya, saya juga ingat, nama Bapak Yusuf, kan?" ucap Zulaikha sambil mengusap wajahnya dengan tangan. Laki-laki itu mengangguk sambil memberikan sapu tangannya kepada Zulaikha. “Belum saya pakai," ucapnya. Zulaikha mendongak, awalnya ia ragu, tapi karena tidak enak ia pun langsung mengambil alih sapu tangan dari Yusuf. “Terima kasih, Pak,” ucap Zulaikha sambil mengelap wajahnya dengan sapu tangan milik Yusuf. Yusuf awalnya memang takut menolong, tapi mengingat ibunya dahulu meninggal karena tak ada yang membantu saat ingin melahirkan, Yusuf jadi tak tega membiarkan ibu hamil tadi. Lagi pula ia bisa lihat kalau ibu itu sungguhan hamil. Darahnya pun bukan darah palsu, dari baunya saja berbeda. Terlebih perempuan yang menghentikan mobilnya adalah Zulaikha, orang yang pernah ia temui sebelumnya, ya, walaupun belum resmi berkenalan. “Dahulu ibu saya meninggal karena mau melahirkan enggak ada yang bantu, saya harap, ibu itu bisa melahirkan dengan selamat. Semoga kebaikanmu dibalas Allah, saya pergi, assalamu'alaikum.” Setelah mengatakan itu Yusuf langsung berbalik dan melangkah maju, meninggalkan Zulaikha yang terdiam kaku sambil menatap punggungnya yang semakin menjauh. Melihat Zulaikha yang masih muda, ia tak yakin anak itu bisa membiayai ibu hamil tadi, dan ibu hamil tadi pun terlihat bukan orang berada, bahkan tak ada keluarga kandung yang membantunya. Akhirnya Yusuf membiayai proses persalinan ibu tadi. “Atas nama Zulaikha aja untuk ibu hamil tadi,” ucap Yusuf kepada kasir yang sudah ia kenali. "Masyaallah, Dokter Yusuf, baik banget, semoga rezekinya makin lancar, ya, Dokter, oke deh saya tulis atas nama Zulaikha," ucap Nandin--kasir yang masih berusia 25 tahun, dua tahun lebih muda dari Yusuf. Yusuf hanya mengangguk sambil meng-amiin-kan dalam hati setelah itu melanjutkan langkah menuju parkiran. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan, ia harus segera pulang agar ayahnya tidak khawatir. Di sisi lain, ibu hamil tadi sangat terkejut saat tahu kalau biaya persalinannya sudah lunas atas nama Zulaikha, karena Zulaikha sudah pulang, ia hanya bisa mendoakan Zulaikha dan laki-laki tadi agar bahagia dan dilancarkan rezekinya. Ia masih ingat jelas bagaimana wajah Zulaikha dan dokter muda tadi. Kalau sampai bertemu lagi, ia akan mengucapkan terima kasih. Berkat perantara mereka nyawa ia dan anaknya terselamatkan. Ia bersyukur kepada Allah karena masih menghadirkan orang-orang sebaik Zulaikha dan Yusuf.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD