BAB 13

1146 Words
Rupanya yang datang adalah Rizwan, laki-laki itu memang sudah biasa datang ke cafe ini untuk sekadar minum atau makan-makan santai, kadang kala untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang tidak pernah usai. Kafka pun aneh, kenapa temannya yang satu ini selalu sibuk dengan tugas-tugasnya. Sangat berbeda dengan Amar yang memiliki kesibukan tapi terlihat tidak sibuk sama sekali. Mungkin hal ini menyangkut dengan karakter setiap dirinya. Zulaikha gugup karena kalau Rizwan datang tandanya ia akan menjadi satu-satunya wanita dari tiga laki-laki. Dua laki-laki saja sudah membuatnya tak nyaman, dan sekarang tambah satu. Dalam hati Zulaikha berdoa agar azan Zuhur segera tiba dan ia dapat memiliki alibi untuk pergi. Mungkin bagi Kafka dan teman-temannya yang sudah biasa diskusi karena aktif organisasi intra dan ekstra kampus biasa-biasa saja, tapi bagi Zulaikha yang kesehariannya bicara dengan orang yang itu-itu saja terasa sangat berat. Ia harus melawan dirinya sendiri untuk tetap profesional menjadi manusia --yang tidak melibatkan perasaan dalam arah manapun. "Tadi gua kayaknya lihat kakak lu di jalan, mobilnya kempes atau lagi ditilang dah, gua mau nolongin enggak bisa karena lagi naik busway," ucap Rizwan saat sudah duduk di kursi. Ia menganggukkan kepala sambil tersenyum kepada Zulaikha, Zulaikha akui, teman-teman Kafka memang baik-baik attitude-nya. Pantas saja ada kata-kata, jika ingin melihat karakter seseorang, lihatlah dengan siapa dia berteman. Meski kata-kata itu tidak sepenuhnya akurat, tapi kali ini Zulaikha dapat menemukan contohnya, yakni Kafka dan teman-temannya. "Di jalanan mana?" tanya Kafka sambil merogoh handphone-nya dari saku celana. "Jalanan depan, yang deket pemberhentian busway terakhir," jawab Rizwan sambil membuka laptopnya. Tadi Rizwan sempat bersalaman dengan Kafka dan Amar, sementara dengan Zulaikha hanya menangkupkan tangannya di d**a. "Gua telepon dulu deh," ucap Kafka sambil mengklik nama Yusuf di layar handphone-nya. Panggilan pertama tidak dijawab, dan setelah menunggu beberapa detik, di panggilan kedua akhirnya Yusuf mengangkat telepon dari Kafka. "Assalamu'alaikum, Kakak lagi di mana?" tanya Kafka. "Wa'alaikumussalam warrahmatullah, lagi di pinggir jalan, ban mobilku bocor, di sekitar penurunan busway terakhir, bengkel ada di sebelah mana, sih? Tadi aku udah coba cek dan perbaiki, tapi urusan kayak gini aku kurang paham." Kafka terkekeh pelan, untuk urusan bedah-bedah organ manusia mungkin kakaknya ahli, tapi dalam organ mesin mobil, laki-laki itu sampai kini sejak dulu, tak pernah paham. Dari sini Kafka dapat mengutip sesuatu, bahwasanya setiap manusia --terlihat sesempurna apapun-- pasti memiliki kekurangannya tersendiri. "Aku ada teman di sekitar sana yang buka bengkel, nanti aku minta dia ke Kakak, yaudah aku tutup, ya, assaalamu'alaikum." Setelah mendengar jawaban salam Yusuf, barulah Kafka memutus saluran telepon. Ia segera menghubungi temannya agar menghampiri Yusuf. Tanpa Kafka sadari, Zulaikha terkagum-kagum dengan kedekatan Kafka dan Yusuf. Mereka sepasang kakak beradik yang akur, sangat berbeda dengan ia dan Fauzan. Kadang kala ia merasa iri melihat orang lain yang akrab dengan saudara kandungnya --entah kakak atau adik-- ia juga ingin, tapi Fauzan sangat berbeda dengan adik-adik orang lain pada umumnya. Dia laki-laki yang keras dan akan berontak jika dipaksa. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia juga ingin memiliki hubungan yang harmonis dengan Fauzan, tapi sejak dulu hingga kini, rasanya amat sangat sulit meluluhkan laki-laki keras kepala itu. "Ayo, Likha, diminum kopinya, nanti kalau udah enggak hangat kan kurang enak. Hari ini aku yang teraktir kalian semua sebagai bentuk terima kasih karena udah mau meluangkan waktunya untukku. Aku lagi suntuk banget karena tugas-tugas yang rasanya enggak pernah berhenti. Dan aku ini tipe orang yang akan merasa lebih baik kalau sudah diskusi, bicara santai, dengan keluarga atau teman-teman seperti kalian." Zulaikha tersenyum kecil. Kafka sangat berbeda dengan ia. Di mana Kafka akan mencari kesenangan dari orang lain untuk mengobati rasa lelahnya, ia akan memeluk diri sendiri untuk mengobati segala luka yang ia rasakan sejak dulu hingga kini. "Likha aja nih yang disuruh minum? Minuman buat gua mana?" tanya Rizwan dengan nada meledek. Kafka tertawa, selain humble, Kafka juga tidak baperan, karena itu mungkin banyak orang yang nyaman dengan Kafka. Zulaikha pribadi, awalnya memang sangat gugup, tapi setelah tahu bagaimana karakteristik dari seorang Kafka, ia jadi bisa lebih rileks. "Pesan sana, nanti gua yang bayar," ucap Kafka setelah puas tertawa. Zulaikha tidak bicara apa-apa kalau tidak diajak bicara lebih dulu, bahkan sejak tadi ia terus menunduk, meski tak dapat dipungkiri, diskusi santai penuh makna dengan Kafka dan teman-temannya terasa menyenangkan, Zulaika tetap tak biasa bicara di antara para laki-laki. Sampai akhirnya Allah menolong ia dengan suara azan Zuhur, barulah ia segera izin untuk pergi. Rasanya benar-benar lega. *** Tepat saat Zulaikha sampai di masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari cafe, ia malah melihat Yusuf berjalan menuju masjid. Laki-laki itu mengenakan kemeja berwarna marun dan celana bahan hitam, lengan bajunya ia gulung sampai siku. Sambil berjalan menuju masjid, ia mengacak-acak rambutnya. Keningnya tampak banjir dengan keringat. Teman Kafka sungguhan menolong Yusuf, mobil Yusuf dibawa oleh mobil penderek untuk diperbaiki di bengkel milik teman Kafka. Namun cukup disayangkan, yang diselamatkan hanya mobilnya, sementara ia harus jalan kaki dan akhirnya menemukan masjid tepat saat azan Zuhur sedang sahut-menyahut terkumandangkan oleh para muazin. Saat duduk di teras masjid untuk melepas sepatu, Yusuf menatap ke arah Zulaikha yang juga sedang menatap ke arahnya. Zulaikha langsung menunduk saat ketahuan sedang menatap ke arah Yusuf. Yusuf pun terlihat tidak peduli, ia melanjutkan kegiatan melepaskan sepatunya. Setelah sepatunya terlepas, ia masuk ke dalam masjid. Zulaikha langsung menghela napas pelan, tadi Zulaikha menahan napas untuk menahan gugup. Kalau boleh dibandingkan, Zulaikha jauh lebih gugup saat berpapasan dengan Yusuf ketimbang dengan Kafka. Di mana Kafka memiliki karakter yang menyenangkan, Yusuf justru memiliki aura yang berbeda. Jika dianalogikan, Kafka adalah awan cerah sementara Yusuf adalah awan mendungnya. Zulaikha menggelengkan kepalanya, daripada memikirkan Yusuf lebih baik ia segera wudu agar tidak  tertinggal waktu jamaah. *** Tidak hanya saat ingin masuk, saat keluar dari masjid pun Zulaikha berpapasan dengan Yusuf --kali ini jauh lebih dekat dari sebelumnya. Zulaikha tersenyum kecil saat Yusuf menatapnya. Namun cukup disayangkan Yusuf tidak membalas senyuman Zulaikha. Jantung Yusuf berdegup lebih cepat, seperti yang pernah dikatakan sebelumnya, Zulaikha sangat mirip dengan Humaira --perempuan yang meninggalkannya lebih dulu setelah lamaran. Karena kalut, Yusuf memilih untuk langsung pergi begitu saja. Tinggallah Zulaikha mengerjapkan mata, merasa malu dengan dirinya sendiri. Bayangkan, ia sudah memberanikan diri untuk tersenyum, tapi laki-laki itu tidak membalas senyumannya sama sekali dan nilai plusnya meninggalkan begitu saja. Zulaikha tahu mereka tidak akrab, tapi, kan sebelumnya mereka pernah bertemu, setidaknya bertegur sapa untuk melangsungkan silaturahmi? Zulaikha menggelengkan kepalanya tak percaya, Yusuf memang berbeda dengan Kafka. Di sisi lain, Yusuf menatap ke arah Zulaikha yang sedang melangkah sambil menunduk dari bawah pohon. Ia mengusap wajah pelan lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Melihat Zulaikha, mengingatkannya kembali pada kenangan menyedihkan yang ingin ia ikhlaskan tapi sampai sekarang belum terealisasikan. Yusuf menghela napas pelan, ia pijit batang hidungnya yang akhir-akhir ini sering berdenyut --pusing. Tiga tahun lagi ia akan genap 30 tahun lalu, tapi sampai sekarang, ia masih belum juga menemukan perempuan yang dapat menggantikan Humaira dalam hatinya. Humaira seolah terkunci di dalam hatinya, sulit untuk keluar dan terganti ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD