BAB 20

1509 Words
Malam ini Kafka jauh lebih pendiam dari biasanya. Ayah dan kakak laki-lakinya sampai dibuat bingung. Biasanya, Kafka akan menjadi penghidup suasana, sebab ia tahu kalau Yusuf tak akan bisa menggantikan posisi ia. Masih untung ayahnya tidak memiliki perangai seperti Yusuf, jadilah suasana makan malam kali ini tidak benar-benar sepi. Seperti yang Kafka katakan sebelumnya, malam ini ayahnya sedang free, Yusuf pun sedang free, jarang-jarang memiliki waktu luang bersamaan, jadilah mereka memutuskan untuk makan malam, Padahal yang memberikan ide awal adalah Kafka, tapi laki-laki itu kini malah bertingkah seolah ia tak ikhlas mengikuti kegiatan malam ini. "Kamu kenapa? Garapan thesismu kena coretan merah lagi? Ayah rasa dosenmu menyimpan dendam kesumat deh, perasaan Ayah lihat udah bagus kok." Kafka mengangguk tapi tak lama kemudian langsung menggelengkan kepalanya. "Aku emang dapat revisian, Yah, tapi aku enggak galau soal itu kok." "Terus? Kenapa? Perempuan yang namanya siapa itu .... Ah ya! Zulaikha, dia dilamar orang lain?" Yusuf yang sebelumnya sibuk makan langsung tersedak. Kafka langsung menyodorkan segelas air putih kepada kakak laki-lakinya itu. "Makan pelan-pelan, Kak, daginya enggak punya kaki kok, dia enggak bisa lari," ucap Kafka, dia bicara sambil menampakkan wajah datar tapi ayahnya malah terpingkal. Alhasil Kafka menampakkan gigi-giginya yang mentereng seperti piring di iklan sunlight, cring! "Lagian waktunya makan malah bahas hal yang enggak jelas," ucap Yusuf sambil mengusap bibirnya dengan tissue. "Mengganggu kehidmatan tau!" lanjutnya. Pak Alhusayn terkekeh pelan lalu menganggukkan kepalanya. "Iya-iya mari kita makan dengan lebih khidmat supaya dokter kita enggak tersedak lagi." Kafka terpingkal, ternyata memang benar, kumpul dengan keluarga adalah salah satu dari sebagian banyak obat penawar ketika mood sedang tidak baik-baik saja. Jujur saja sejak siang tadi--setelah bertemu dengan Zia di tukang bakso dan di gerbang kampus--mood-nya jadi kurang bagus, terlebih dengan perasaan bersalahnya kepada Zulaikha. Ia jadi memikirkan gadis itu, apakah gadis itu marah dengannya? Apa yang gadis itu pikirkan tentang ia? Apakah perilaku ia membuat pandangan Zulaikha jadi memburuk terhadapnya? Dan masih banyak pemikiran lainnya. Karena itulah sejak tadi Kafka lebih banyak diam, ia terlalu sibuk bergelut dengan dunianya sendiri. Karena ini ia jadi kepikiran dengan Amar, ia curiga kalau selama ini Amar menyimpan banyak pertanyaan dalam otaknya hingga membuat laki-laki itu sangat pendiam. Kafka menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh seperti ini, vibe yang seharusnya positif bisa berubah negatif jika ia menampakkan kalau ia sedang tidak mood. Sebisa mungkin, ia harus bisa membuat suasana lebih hidup, karena ia yakin, kalau hanya ayah yang mencairkan suasana, yang ada malah seperti mengheningkan cipta. "Kemarin Ayah ketemu sama Tari, dia sekarang tambah cantik, ya?" ucap Pak Alhusayn setelah mereka sudah sama-sama menghabiskan makanannya. "Kalau Ayah tertarik nikahin aja," celetuk Yusuf. Di saat itu juga Kafka langsung terbahak. "Kak Yusuf kalau udah bahas perempuan kok jadi sensi banget," ucap Kafka sambil cekikikan. "Tau tuh, yakali Tari yang cantik jelita mau sama kakek-kakek kayak Ayah," sambar Pak Alhusayn. Mereka berdua tahu kalau selama ini Tari menyukai Yusuf, tapi Yusuf tidak pernah menghiraukannya. Perempuan itu juga berprofesi sebagai dokter, tapi bedanya Yusuf dokter bedah, Tari dokter kandungan, Tari perempuan yang ceria, senyumannya cerah dan bisa mengundang orang lain untuk ikut tersenyum, Dia anak bungsu dari teman pak Alhusyan, dia juga dikabarkan tidak mudah didekati, harusnya Yusuf bersyukur, tapi laki-laki itu malah kufur, dasar Yusuf. "Usiamu udah 27 tahun, dulu waktu Ayah berusia 27 tahun, kamu udah lahir dari rahim ibu," ucap Pak Alhusayn. "Aku belum tertarik untuk menikah," ucap Yusuf singkat. "Kenapa? Kamu udah mapan, di luar sana banyak orang mau menikah tapi harus susah payah dulu mengumpulkan uang. Jangan menunda kebaikan, Nak," ucap Pak Alhusayn sebelum meneguk air minum sampai kandas. Yusuf menggedikkan bahu, sebagai arti, ya mau bagaimana lagi, toh dia belum menemukan perempuan yang pas? Kurang lebih seperti itu. Setelahnya ayah dan dua anak laki-laki itu pulang ke rumah, mereka keluar hanya untuk makan malam yang terasa tidak menyenangkan. Ketika sudah ada di rumah, baik Yusuf, Kafka, atau ayahnya sama-sama masuk ke kamar mereka masing-masing. Di mana ayahnya langsung teringat sang istri, lalu Kafka memikirkan bagaimana Zulaikha, Yusuf malah berpikir, bagaimana caranya tidur dengan nyenyak malam ini. Semenjak ibunya meninggal, Yusuf memang sudah tidak bisa tidur dengan cepat, Kafka pernah bilang, kalau gejala itu bisa hilang jika Yusuf menikah, tapi Yusuf tidak percaya dan langsung mengeluarkan kecerdasan retorikanya dalam menyampaikan ilmu kedokteran terkait masalah susah tidur; insomnia. *** Dari kisah cinta Salman Al Farisi yang harus merelakan orang yang ia cintai untuk sahabatnya sendiri, Kafka belajar tentang apa itu sabar yang sesungguhnya. Namun ia berdoa agar apa yang Salman Al Farisi rasakan itu tidak akan pernah menimpa hidupnya. Ia mengakui, kalau ia tak memiliki iman setinggi Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, tak terkecuali Salman, katakan ia alay, tapi memang itu yang menjadi kenyataannya. Mata Kafka langsung teralihkan ke arah kakaknya yang baru saja turun dari lantai dua dengan pakaian formalnya, ia akan berangkat ke rumah sakit. Ia langsung tutup buku tentang Salman Al Farisi yang baru saja ia baca. "Hari ini pulang jam berapa, Kak?" tanya Kafka sambil melangkahkan kaki untuk mendekat. Yusuf menggelengkan kepalanya sambil memakai jam tangan. "Aku belum bisa pastikan, emangnya kenapa?" Kali ini Kafka yang menggelengkan kepala. "Nanya aja." "Kuliah yang benar, aku berangkat, assalamu'alaikum," ucap Yusuf, sebelum kakak laki-lakinya itu keluar, Kafka lebih dulu mengecup punggung tangannya. *** Hari ini Zulaikha ada kelas sore, alhasil di jam lima dia baru bisa pulang ke rumah. Itupun harus macet dulu di jalan seperti sekarang. Kening Zulaikha sudah banjir keringat. Sejak tadi pagi kepala Zulaikha terasa pusing dan tidak hilang sampai kini. Ia berdiri sambil memegang tiang besi yang ada di halte, menunggu bus datang. Zulaikha sampai menghela napas lega sambil mengucapkan alhamdulillah saat bus sudah datang. Ia segera masuk, sore ini bus benar-benar sangat sempit, ia pun tidak berkesempatan untuk mendapatkan tempat duduk. Setelah sepuluh menit berlalu, tiba-tiba suara benturan memekik keras, tidak hanya suara benturan, tapi juga suara teriakan orang di dalam bus. Ada mobil tronton memotong jalan bus dengan kecepatan maksimal, tronton itu masuk ke dalam jurang dangkal, sementara bus terbalik. Ketika tadi keringat yang membanjiri kening, kini keringat itu sudah berbaur dengan darah segar. Zulaikha memegang kepalanya yang semakin terasa sakit, bibirnya gemetar, ia tak sanggup mengeluarkan suara, pandangannya rabun, lamat-lamat, kesadarannya pun hilang. *** Zulaikha menautkan kedua alisnya saat terbangun dari pingsan sudah ada di rumah sakit. Di sisi-sisinya banyak pula korban yang masih bisa terselamatkan, ia ada di ruangan UGD, dokter tampak sibuk karena kebanyakan dari mereka punya jadwal dengan pasien lain, terlebih yang luka-luka dari parah sampai biasa saja itu banyak sekali, belum lagi yang tidak terselamatkan. "Bagaimana keadaanmu?" Suara berat khas laki-laki itu langsung membuat kepala Zulaikha menoleh, tapi tak lama kemudian dia meringis karena tolehannya terlalu keras. "Jangan bergerak terlalu banyak dulu, kepalamu habis dijahit, kamu harus dirawat untuk beberapa hari di sini," ucap laki-laki yang berstatus sebagai dokter di rumah sakit milik ayahnya sendiri, yang tak lain dan tak bukan adalah Yusuf. Sambil memegang kepala pelan yang kini hanya tertutup oleh topi medis, ia meringis, itu tandanya Yusuf sudah melihat aurat ia, rasanya sesak. Di saat itu juga Zulaikha langsung menutup tengkuknya dengan selimut yang tersedia di rumah sakit. Sejak tadi Yusuf sama sekali tidak menatapnya, dia sedang sibuk dengan suntikan yang entah gunanya apa. "Bukan saya yang menjahit kepalamu, saya baru datang." Hening untuk beberapa saat. Zulaikha tergagap, tiba-tiba Yusuf menjelaskan suatu hal tentang beberapa hal yang bisa dimaklumkan, dia mungkin merasa takut Zulaikha berpikir yang tidak-tidak. Pada intinya Yusuf menegaskan bahwa ia tidak melihat aurat Zulaikha dan ia pun menegaskan bahwa ada beberapa hal darurat yang bisa dimaklumkan ketika ada dokter laki-laki mengobati pasien perempuannya. Yusuf terus bicara tanpa menatap Zulaikha sama sekali, bisingnya orang-orang yang menangis kesakitan, suara dokter yang sibuk, dan lain sebagainya terasa membisu. Yusuf membuatnya bungkam, ternyata yang membuat Yusuf tampak disegani bukan karena dia anak orang kaya, tapi Yusuf memanglah laki-laki yang memiliki ilmu, seperti yang sudah Allah Swt. katakan, ilmu bisa menaikkan drajat seorang manusia yang mau mempelajarinya. "Kamu enggak usah risau, saya enggak menyentuh kamu sama sekali, bahkan saya datang pun belum lama dan tanpa tau kalau kamu adalah perempuan, saya hanya bertugas dan kamu berobat, dokter di sini sedang sibuk, terpaksa banyak dokter yang seharusnya tidak bekerja dalam bagian ini pun harus menyumbangkan tenaganya, tapi tenang saya enggak terpaksa kok." Setelah mengatakan itu Yusuf menyentil-nyentil pelan suntikan. "Sara, saya mau minta tolong," ucap Yusuf tiba-tiba. Perawat atas nama Sara yang sebelumnya sibuk dengan pasien di samping Zulaikha pun langsung mendekat ke arah Yusuf. "Ya, ada apa, Dok?" "Tolong suntikan kepada dia," ucap Yusuf. Setelah mengatakan itu dia langsung pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. Lamunan Zulaikha buyar saat suara perawat terdengar, "Maaf, ya, Mbak," ucapnya sambil memegang lengan Zulaikha. "Sus, apakah kerudung saya terselamatkan? Dan di mana tas saya?" "Semua ada di sini, Mbak, tapi kerudung Mbak kotor dengan darah, jadi kami enggak tampung ke dalam ruangan," ucap perawat atas nama Sara itu sambil menunjuk tas Zulaikha yang tertata tapi di meja samping kasur. "Baik, terima kasih." Setelah perawat itu pergi, Zulaikha segera menghubungi Fauzan agar adiknya itu bisa membawakan ia kerudung dan outer, ia tidak bisa terus mengenakan topi dan pakaian medis seperti sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD