Bab 3 - Habislah Kau Avaric

1281 Words
Tidak sanggup melihat wanita itu terus menangis, aku pun memutuskan meninggalkan ruang tahanannya. Aku kemudian menuju kamarku dan merebahkan tubuhku. Rasanya tubuhku sangat lemah dan lelah. Belum pernah seumur hidupku mengalami kondisi seperti ini, hatiku bergetar dan tidak nyaman melihat tangisannya. Lagi sebenarnya pengawalku yang mana yang berani memukulinya bahkan menginjak perutnya seperti itu? Oh ya, apa dia sudah makan? Bagaimana dia bisa makan dengan kondisi seperti itu? Aku segera memanggil seorang pelayan. “Buatkan bubur sehalus mungkin dan antarkan ke ruang nomor 5,” ucapku tegas dan kemudian kembali mengistirahatkan tubuhku. Aku berhasil tertidur, sebelum kemudian aku terbangun dengan ngeri. Mimpi mengerikan baru saja menghantui tidurku. Dalam mimpi itu, aku mengulang kembali kejadian di perayaan ulang tahunku sewaktu di Bali. Bedanya, setelah mengambil gelas dari pelayan itu aku langsung menenggaknya. Hitungan detik kemudian, akulah yang menggelepar-gelepar di lantai dengan busa keluar dari mulut. Saat itu juga aku mati di tempat dengan senyuman puas dari wanita pelayan itu saat melihatku sudah tidak bernafas. “Tidak tidaaak,” teriakku kencang. Saat terbangun itulah baru aku menyadari bahwa yang barusan terjadi adalah mimpi. Aku masih hidup dan Mir temanku yang berakhir keracunan pun masih berusaha bertahan hidup. Namun apa mimpi ini sebuah pertanda? Terlihat jelas bahwa wanita itu yang puas menyaksikan kematianku. Jadi Sashi apa saat ini kau terus menangis karena tidak berhasil membunuhku? Emosi yang mendadak memenuhi diriku, membuatku beranjak menghampiri wanita itu lagi. Bug .... Kembali aku membuka pintu dengan suara yang kencang, sekaligus menandakan padanya bahwa aku datang. Wanita itu terlihat lemas, bersusah payah berusaha duduk di atas kasur lantai itu. “A-ada apa?” tanyanya dengan suara gemetar. “Sekali lagi aku memberikanmu kesempatan. Jika memang kau yang memasukkan racun ke dalam gelas yang akan kuminum saat itu, mengakulah! Lalu katakan siapa yang menyuruhmu! Setelah itu aku janji akan melepaskanmu,” ucapku akhirnya. Wanita itu menggeleng kuat dan berusaha menegarkan dirinya. “Bukan aku. Harus berapa kali kubilang bukan aku yang memasukkan racun ke dalam gelas itu. Aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya bekerja di sana membantu temanku. Rasanya aku sunggu menyesal mengapa aku memutuskan untuk membantu di acara itu. Harusnya aku tidak di sini sekarang. Tidak dipukuli oleh pengawalmu, bahkan ketika orangtuaku tidak pernah memukulku. Aku tidak perlu menangis putus asa juga seperti saat ini,” wanita itu terus mengucapkan kalimat panjangnya itu dengan air mata yang kembali mengalir deras. Ini sosok baru dari dirinya! Wanita yang pertama kali sudah mempesonaku dengan kedinginannya, kini juga terlihat sangat menarik dengan keberaniannya. Tanpa bisa kukendalikan aku tertawa mendengar dirinya buntu berceritaa. “HAHAHAHA,” tawaku kencang terus memenuhi ruangan ini. “Ka-kamu kenapa?” tanyanya bingung dengan wajah yang menggemaskan. “Jadi kamu menyesali keputusanmu ada di acaraku malam itu?” tanyaku padanya. Sashi langsung menjawab dengan anggukan kuat. “Tidak ada satu hal baik pun yang kamu rasa setelah datang ke sana?” tanyaku lagi masih penasaran. “Ada sih,” jawab wanita itu ragu kemudian. “Apa?” tanyaku penasaran. “Kamu,” ucapnya. “Aku?” tanyaku tidak menyangka dengan jawabannya. “Aku tidak pernah bertemu laki-laki seperti kamu sebelumnya,” jawabnya polos. Aku akan menanyakan lebih jauh mengenai pengakuannya ini, tapi mendadak pintu ruangan terbuka. John muncul di sana dan membuatku terkaget-kaget. Apa yang dilakukannya di rumahku semalam ini? “Apa yang kamu lakukan di sini John? Jam segini?” tanyaku kebingungan. “A-aku, kita harus bicara Ric!” ucapnya mendadak kencang dan terburu-buru. Aku pun memutuskan menyudahi percakapanku dengan tawanan wanita mempesona bernama Sashi ini. Lain waktu akan kulanjutkan, tapi sekarang aku harus berbicara dengan John terlebih dahulu. John tidak pernah seperti ini, kecuali ada hal yang genting. Jadi lebih baik, aku menemuinya dulu. ***** Kami berakhir di ruang kerjaku dan tanpa buang waktu aku langsung mengajukan pertanyaanku. “Jadi ada apa?” tanyaku. “Em ... em ... kau sebaiknya tidak terlalu dekat dengan wanita itu,” jawab John terlihat aneh di mataku. “Wanita? Siapa maksudmu?” aku masih belum mengerti perkataannya sebelumnya. “Wanita yang ditawan itu,” John menjawab keras sambil menatap mataku. “Kenapa dengan wanita itu?” aku masih tidak memahami apa yang terjadi sebenarnya. “Sejauh ini hasil penyelidikan mengarahkan dia sebagai pelaku yang paling mungkin memasukkan racun ke gelas itu Ric. Jangan kau lupa juga, bahwa dia yang secara pribadi memberikan gelas itu padamu ‘kan?” ucap John lagi kemudian. Ya, aku menyadari hal itu! Tapi beberapa waktu terakhir setelah menghabiskan beberapa waktu singkat bersamanya, aku tidak yakin bahwa wanita ini adalah pelakunya. Akan tetapi memang tidak ada juga bukti yang meringankannya. “Kenapa wanita itu ingin membunuhku John? Wanita itu bahkan tidak mengenalku sebelum malam itu,” tanpa kusadari aku menjadi pembelanya. “Kau sendiri? Apa yang terjadi denganmu Ric? Kau membela orang yang tidak kau kenal, walau mungkin dia yang mencoba membunuhmu?” pertanyaan yang tegas dikeluarkan oleh John membuatku tersadar. Ya, aku tidak boleh goyah hanya karena melihat air matanya. Dia salah satu kandidat pelaku! Dia juga harus terus diinterogasi! Aku tidak boleh terbawa perasaanku padanya, walau bagaimanapun mataku sudah menangkap keindahannya di detik pertama aku melihatnya. ***** Hari ini adalah hari ketiga sejak para tawanan itu kubawa ke Jakarta. Hari ini juga akan ada dua orang yang akan dilepaskan. Satu barista pria dan satu pelayan wanita, keduanya memiliki bukti pendukung yang menunjukkan bahwa tidak ada sidik jari mereka di gelas itu. Jadi saat ini hanya ada tiga tawanan lagi. Seperti sebelum-sebelumnya, aku memberikan waktu khusus untuk melakukan pemeriksaan pada mereka. Pemeriksaan kedua hari ini aku lakukan dengan memberikan waktu bebas selama 1 jam di dapur. Mereka akan kuberikan waktu yang sama untuk melakukan apapun di dapur yang sudah kututup lokasinya agar tidak bisa kabur. Namun seluruh sudut dapur sudah tertangkap kamera tersembunyi dan penyadap suara. Jadi aku bisa mendengar dan melihat apapun yang mereka lakukan di sana. Menurut pengalamanku, orang yang ingin membunuh harusnya akan terus mencoba membunuh jika target masih berhasil lolos dari percobaan sebelumnya. Kurasa, sangat mungkin mereka akan mencoba membunuhku dengan kesempatan ini. Kesempatan membuat sesuatu untuk diberikan padaku. Barista yang pertama diberikan waktu menggunakan dapur selama 1 jam. Sesuai pengamatan di video dan penyadap suara, barista itu hanya meracik kopi. Kopinya pun dia nikmati sendiri dengan sebuah kue yang dia ambil dari lemari es. Tidak ada kata apapun yang terucap olehnya. Dia bekerja secara diam dan menghabiskan kopi dan kuenya dalam waktu singkat. Setelah selesai dia membersihkan semua alat yang digunakannya. Tawanan kedua si laki-laki pelayan itu menggunakan meja di dapur hanya untuk duduk. Sesekali laki-laki itu berkata pada dirinya sendiri, namun hanya kata-kata kosong seperti tidak berarti. Contohnya, “Aku ingin sekali pergi ke pantai,” “Aku ingin membeli sepatu baru,” dan lain sebagainya. Lalu saat inilah yang kutunggu-tunggu, Sashi memasuki dapur. Wanita itu mendadak terlihat sangat sumringah, sangat berbeda dengan wajahnya di malam terakhir kami berjumpa. Wajah itu sudah lebih berseri, anehnya dia pun langsung sibuk mengamati seluruh sudut dapur. Aku tidak memahami apa yang sebenarnya dia lakukan. Namun sebentar-sebentar dia menggumam, “Hmmm....” Lalu dia juga sesekali terpukau dengan mengatakan, “Wah ....” Aku terlarut melihat semua yang dilakukan berikutnya. Wanita itu memasak. Dia mengeluarkan banyak bahan-bahan masakan. Dia juga mengeluarkan berbagai alat memasak. Aku semakin terpukau ketika melihat keleluasaannya dalam memotong bahan-bahan. Tidak sampai di situ saja, wanita itu langsung mengaduk berbagai bahan-bahan dan dalam waktu singkat sudah terhidang banyak sekali makanan. Meja makan di dapur itu seketika penuh oleh berbagai jenis makanan. Aku yang hanya melihat dari layar saja mendadak merasa lapar. Apalagi langsung bisa menghirup harum seluruh hidangan itu. Jadi sebenarnya siapa wanita ini? Siapa Sashi yang baru saja menampilkan kehebatannya memasak di dapur rumahku? Seketika itu juga aku berdiri, melangkahkan kakiku cepat mendekatinya. Aku melangkah terburu-buru ingin sampai ke dapur itu. Wanita itu seperti magnet yang menarikku kuat. Aku tertarik ke dalam pesonanya, tertarik pada kemisteriusannya, tertarik pada kelihaiannya, aku baru saja merasa seperti buruan yang baru saja masuk ke dalam perangkap. Aku seorang CEO dari perusahaan media terbesar di negeri ini, terjebak oleh wanita yang bahkan tidak kukenal sebelumnya? Habislah kau Avaric! Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD