Chapter 1: Gerbang

1072 Words
Di suatu tempat di benua Antartika, seorang pria bernama Lioran Vael—seorang arkeolog sekaligus penjelajah asal Prancis—tengah memegang sebuah buku yang terlihat sangat lusuh, seolah-olah telah berusia ratusan tahun. Buku itu tampak seperti peninggalan kuno yang telah lama tersimpan. Lioran Vael: "Kakek buyut, di manakah sebenarnya tempat yang kau maksud?" (katanya sambil mengelus buku kuno tersebut). Buku ini merupakan peninggalan dari Alaric Vael, pendiri keluarga Vael, sebuah keluarga tersohor di bidang arkeologi dan penjelajahan dunia. Keluarga Vael dikenal karena penemuan-penemuan luar biasa mereka, mengungkap situs-situs bersejarah yang belum pernah dijamah oleh orang-orang modern. Buku tersebut berisi catatan perjalanan Alaric Vael, mendokumentasikan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi selama masa eksplorasinya. Namun, tempat-tempat yang disebutkan dalam buku ini terdengar sangat aneh—bahkan beberapa di antaranya tampak mustahil untuk dipercaya. Beberapa tempat yang dicatat antara lain: Kota Arcadia Obscura, sebuah kota di mana langitnya selalu dipenuhi bintang, bahkan di siang hari. Konon, kota ini memiliki perpustakaan yang menyimpan seluruh pengetahuan yang ada di dunia. The Rift of Aethernia, sebuah jurang yang melayang di langit, tampak seperti celah yang bercahaya biru kehijauan. Dikatakan bahwa siapa pun yang masuk ke dalamnya dapat berpindah ke dunia lain. The Veiled Archipelago, kepulauan misterius yang selalu diselimuti kabut tebal dan dikelilingi oleh ombak berputar seperti pusaran. Pulau ini disebut-sebut memiliki Menara Bintang, yang konon dapat membawa seseorang ke ujung dunia. Eterna Sanctum, sebuah kuil megah yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehancuran atau penuaan, meski telah ada sejak zaman kuno. Di dalamnya terdapat Sumur Keabadian, yang airnya dipercaya dapat memberikan umur panjang atau bahkan keabadian. The Forgotten Abyss, sebuah jurang yang dipenuhi reruntuhan kuno. Legenda menyebutkan bahwa siapa pun yang memasuki jurang ini tidak akan menua, tetapi seiring berjalannya waktu, ingatan mereka akan perlahan menghilang. Itulah beberapa tempat misterius yang tercatat dalam buku tersebut. Namun, masih banyak lagi rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Ketika pertama kali membaca buku ini, darah petualang dalam diri Lioran seolah menyala. Dorongan untuk mengungkap misteri tersebut semakin kuat. Dengan pengaruh keluarganya, ia berhasil membentuk tim ekspedisi dan mendapatkan izin untuk menjelajahi Antartika, yang ia yakini sebagai gerbang menuju tempat-tempat aneh yang disebutkan dalam buku itu. Namun, perjalanan mereka menuju lokasi tidaklah mudah. Dua hari sebelum menemukan celah tersebut, badai salju ekstrem tiba-tiba menghantam perkemahan ekspedisi mereka. Angin kencang dan suhu dingin yang luar biasa membuat sebagian anggota tim mulai merasa ragu dan mempertanyakan apakah ekspedisi ini sepadan dengan risikonya. Tim ekspedisi yang dibentuk Lioran terdiri dari beberapa individu berbakat, masing-masing dengan keahlian yang unik diantaranya: Marcel Durand, seorang navigator ulung asal Prancis yang sudah terbiasa dengan ekspedisi ekstrem. Ia dikenal sebagai orang yang selalu berpikir rasional dan sering menjadi suara logis dalam tim. Meskipun terkadang skeptis terhadap legenda, ia tetap setia pada Lioran karena rasa hormatnya terhadap keluarga Vael. Jacques Moreau, seorang ilmuwan atmosfer dan geolog asal Kanada. Obsesi utamanya adalah mempelajari fenomena cuaca ekstrem dan perubahan iklim, tetapi ia juga memiliki ketertarikan mendalam terhadap geologi situs-situs kuno. Hannah Fischer, seorang arkeolog muda dari Jerman yang memiliki kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitar. Kemampuannya dalam menafsirkan simbol dan struktur kuno sering kali membantu tim dalam menavigasi wilayah yang belum dipetakan. Renji Takahashi, seorang teknisi ekspedisi asal Jepang yang bertanggung jawab atas peralatan dan komunikasi tim. Ia lebih banyak diam dan mengamati, tetapi selalu sigap dalam menangani masalah teknis yang muncul di lapangan. Saat badai melanda, Marcel mendekati Lioran dengan ekspresi cemas. Marcel: "Lioran, kita harus berpikir ulang. Kita menghadapi badai yang bisa saja mengubur kita di sini. Apakah tempat itu benar-benar ada, atau ini hanya legenda?" Lioran menatap Marcel tajam. "Aku memahami kekhawatiranmu, tapi kita sudah sejauh ini. Jika Alaric Vael menuliskan semua ini dengan begitu detail, maka harus ada kebenaran di dalamnya." Beberapa anggota tim mengangguk setuju, tetapi sebagian lainnya masih bimbang. Keputusan untuk terus maju akhirnya diambil setelah badai mulai mereda keesokan harinya. Saat perjalanan berlanjut, mereka mengalami fenomena aneh. Ada suara-suara samar yang terdengar di tengah es—seperti bisikan yang tidak jelas asalnya. Beberapa anggota tim melaporkan melihat bayangan yang bergerak di kejauhan, seolah-olah mereka tidak sendirian di sana. Jacques tiba-tiba berhenti dan menunjuk ke langit. Jacques: "Lihat itu! Apakah itu... aurora?" Di atas kepala mereka, cahaya kehijauan berkedip-kedip dalam pola yang tak biasa, seakan membentuk simbol-simbol kuno. Hannah mencatat simbol-simbol tersebut dalam buku catatannya, merasa ada sesuatu yang familiar dengan pola tersebut. Ketika mereka mulai mendekati koordinat yang ditunjukkan dalam peta kuno, udara di sekitar mereka terasa berubah. Suhu yang seharusnya semakin dingin justru terasa sedikit lebih hangat. Angin yang sebelumnya berhembus kencang tiba-tiba berhenti, menciptakan keheningan yang aneh di antara hamparan es. Marcel: "Aku tidak menyukai ini. Rasanya seperti kita sedang diawasi..." Beberapa saat kemudian, Hannah berteriak. "Tanah di bawah kita... ini bukan es biasa!" Mereka melihat bahwa lapisan es yang mereka pijak tampak lebih transparan daripada biasanya. Jika diperhatikan dengan saksama, ada sesuatu di bawahnya—struktur besar seperti reruntuhan yang tertutup oleh lapisan es selama entah berapa lama. Lioran: "Ini... ini lebih dari sekadar perjalanan arkeologi biasa. Kita menemukan sesuatu yang tersembunyi selama berabad-abad." Dengan langkah yang lebih hati-hati, mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya menemukan sebuah celah di pegunungan es, yang tidak tampak pada peta modern. Celah itu tampak kecil dari kejauhan, tetapi ketika mereka mendekatinya, mereka menyadari bahwa itu bukan celah biasa. Ada sesuatu yang menahan badai salju di sekelilingnya—seperti kekuatan tak terlihat yang melindungi tempat tersebut. Lioran mengambil napas dalam-dalam sebelum mengaktifkan radio komunikasi. Lioran: "Tim Alpha, kami sudah sampai. Celah ini benar-benar ada. Roger." Begitu mereka melangkah masuk, sesuatu yang luar biasa terjadi... Hamparan padang rumput hijau yang luas, sejuk, dan dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni. Benua Antartika, yang seharusnya penuh dengan es dan suhu ekstrem, tiba-tiba terasa seperti surga yang tersembunyi. Namun, sebelum mereka sempat memproses semua ini, sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba, buku peninggalan Alaric Vael yang ada di dalam tas Lioran bercahaya dan melayang keluar. Cahaya dari buku itu perlahan membentuk sosok seorang pria muda, berusia sekitar 25 hingga 30 tahun. Wajahnya penuh semangat dan tatapannya tajam, seolah-olah ia tengah menilai orang-orang di hadapannya. Pria bercahaya itu tersenyum tipis. ???: "Hohoho... Jadi, akhirnya ada yang benar-benar ingin melihat sendiri apa yang kutuliskan." Lioran: "Siapa kau?" (katanya dengan raut wajah bingung). ???: "Hahaha... ini menjadi semakin menarik saja. Sebelum aku memperkenalkan diri, izinkan aku menyampaikan satu hal..." Pria bercahaya itu membungkuk sedikit, lalu berkata dengan nada penuh teka-teki. "Selamat datang di The Infinity Realm”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD