Di tengah kebingungan akibat munculnya cahaya berbentuk seorang pria misterius dari buku peninggalan Alaric Vael, tim ekspedisi beserta Loran terkejut. Cahaya tersebut perlahan membentuk sosok manusia yang berdiri di hadapan mereka.
Loran mengangkat tangannya dengan waspada. "TIM GUARDIAN, angkat s*****a kalian!" suaranya tegas, penuh kewaspadaan.
Tanpa ragu, anggota Tim Guardian segera mengangkat s*****a mereka, menodongkannya ke arah pria bercahaya itu. Namun, pria itu hanya tersenyum tenang, seolah tidak terpengaruh oleh ancaman di depannya.
"Jangan terlalu waspada begitu," ucapnya dengan nada santai. "Seolah-olah aku orang asing saja, keturunanku."
Loran terperanjat. Kata-kata itu menghentikan pikirannya sesaat. Dadanya berdebar cepat saat ia mulai menyadari sesuatu yang tidak mungkin terjadi saat ini.
"Kau ingin tahu siapa aku, bukan? Baiklah, aku akan memperkenalkan diri," pria itu melanjutkan. "Aku adalah Alaric Vael, penulis jurnal yang telah membawamu ke tempat ini."
Mata Loran membesar. Alaric Vael? Tidak mungkin! Sosok yang selama ini menjadi inspirasinya, legenda yang hanya ia baca dari buku-buku sejarah, kini berdiri tepat di hadapannya. Tangannya mengepal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan.
Namun, sebelum ia bisa berbicara, Alaric mendahuluinya, kali ini dengan nada serius. "Aku tahu kau ingin bertanya banyak hal, terutama tentang tempat misterius ini. Tapi dengarkan baik-baik—aku hanyalah proyeksi yang kutanam dalam buku ini. Tujuanku hanya menyambut siapapun yang membawa buku ini ke sini. Aku tidak akan bertahan lama."
"Bertahan lama?" gumam Loran, masih sulit mempercayai situasi ini.
"Ya," Alaric mengangguk. "Sejak pertama aku muncul, aku hanya memiliki sekitar tiga puluh menit sebelum menghilang."
Kekecewaan terpancar jelas dari wajah Loran. Kesempatan yang sangat berharga ini ternyata begitu singkat.
Melihat ekspresi itu, Alaric tersenyum lembut. "Jangan kecewa. Jika kau beruntung, mungkin kau akan menemukan diriku yang asli di suatu tempat di Infinity Realm."
Mendengar itu, semangat Loran kembali berkobar. Ia menatap Alaric dengan penuh tekad. "Baiklah! Kalau begitu, apa informasi yang bisa kau berikan kepada kami, tetua?"
Alaric menghela napas dan menggaruk wajahnya dengan canggung. "Pertama-tama, jangan panggil aku 'Tetua'. Aku tidak nyaman dipanggil seperti itu."
Loran terkekeh. "Baiklah, Alaric. Silakan lanjutkan."
Alaric tersenyum puas dan mulai berbicara, menyampaikan beberapa informasi penting:
Lokasi mereka saat ini adalah The Gate Garden, sebuah taman yang merupakan titik terdekat dengan Earth Realm (Bumi). Tempat ini relatif aman karena masih berada dalam perlindungan Guardian of The Earth.
Infinity Realm adalah kumpulan dunia yang tak terhitung jumlahnya, dan Earth Realm hanyalah salah satunya.
Setiap realm memiliki Guardian—entitas pelindung yang bisa berbentuk apa saja, dari kubah pelindung hingga makhluk berkekuatan luar biasa. Tugas mereka adalah menjaga keseimbangan realm dari ancaman luar.
Memasuki realm lain sangat sulit, bahkan mustahil bagi mereka dengan kekuatan yang ada saat ini karena perlindungan Guardian.
Satu-satunya cara untuk menjelajahi realm lain adalah melalui The Infinity Sea, lautan luas yang penuh dengan ancaman, baik dari bencana alam maupun entitas mengerikan. Jarak antar-realm sangat jauh—perjalanan tercepat bisa memakan waktu empat hingga lima bulan, sedangkan yang terjauh bisa bertahun-tahun.
Ada cara lain untuk berpindah realm dengan lebih cepat, yaitu melalui altar teleportasi yang tersebar di berbagai realm. Salah satu altar tersebut ada di The Gate Garden. Namun, menggunakannya memiliki risiko besar—tujuan teleportasi tidak bisa dipastikan dan bisa saja membawa mereka ke tempat yang berbahaya.
Setelah menyampaikan semua itu, proyeksi Alaric tersenyum puas. "Itulah yang bisa kusampaikan. Selamat menikmati petualangan kalian! Bye bye!"
Tubuh bercahaya itu mulai memudar perlahan ke udara, meninggalkan keheningan di antara para anggota ekspedisi. Buku yang sebelumnya melayang kini jatuh ke tanah, dan Loran dengan hati-hati mengambilnya, menepuk-nepuk debu yang menempel di permukaannya.
Tim ekspedisi mulai merenung. Mereka saling bertukar pandang, mempertimbangkan informasi yang baru saja mereka dapatkan. Beberapa di antara mereka tampak ragu. Perjalanan ini jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan.
Melihat wajah-wajah penuh kebimbangan itu, Loran maju ke depan. Ia menarik napas panjang dan menatap mereka dengan penuh semangat.
"Haaaa... apakah hanya ini yang ingin kalian lihat?" katanya, suaranya lantang. "Sebuah taman indah di tengah Antartika? Apakah ini cukup bagi kalian?"
Beberapa anggota ekspedisi menundukkan kepala, masih bimbang.
Loran melanjutkan, matanya berbinar penuh tekad. "Jika kalian bertanya padaku, jawabanku jelas—TIDAK! Ini bukanlah akhir, ini baru permulaan! Dunia ini penuh dengan misteri yang harus kita ungkap! Kita adalah penjelajah, dan penjelajah sejati tidak akan berhenti di satu tempat saja!"
Ia mengangkat buku Alaric Vael tinggi-tinggi. "Dulu aku berpikir keajaiban yang kutemukan dalam buku ini hanyalah dongeng belaka. Tapi hari ini aku tahu bahwa semua itu nyata! Alaric melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, dan aku akan melihat semua itu juga! Keluargaku selalu mempercayai satu hal: 'Sebelum kau melihatnya sendiri, jangan pernah menyebutnya mustahil.'"
Ia menatap mereka satu per satu. "Jadi, apakah kalian akan ikut denganku?"
Keheningan berlangsung beberapa detik. Lalu, tiba-tiba, salah satu anggota ekspedisi mengangkat tangannya dan berteriak, "Ya! Kami akan ikut!"
Seruan itu disambut oleh yang lainnya. "Kami akan ikut!"
Semangat mereka kembali membara. Suasana yang sebelumnya dipenuhi keraguan kini berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan.
Dari kejauhan, seorang pria yang merupakan bagian dari ekspedisi itu tersenyum puas, seolah melihat sesuatu yang telah lama ia nantikan.
"Sepertinya dia benar-benar akan mengikuti jejakmu, kawan," gumamnya pelan, menatap ke langit yang kini semakin gelap.