PROLOG GITARIS DAN WANITANYA
Penulis HS JORI
Aku mengikuti kursus gitar dengan susah payah, bahkan sampai beberapa tahun lamanya, tapi kemajuan dan yang lainnya sulit tercapai.
Apalagi Yupi dan Berto yang selalu saja ribut karena masalah Tiga nada, kadang Empat, atau Lima nada dan seterusnya, bahkan saling meledek. Kegiatan itu sepertinya sudah menjadi kebiasaan hingga pertemanan pun menjadi terabaikan.
Disinilah hubungan persahabatan kami terasakan rumit dan pelik, begitu juga hubunganku dengan Nina Emerta yang tak tentu menentu arahnya kemana.
"Ber, kalau kau mau main musik itu, nada-nadanya yang bagus lah, jangan cempreng atau Tiga nada begitu-begitu saja, kau bisa main musik ga sih,?" Kata dan tanyanya Yupi pada Berto, namun terdengar seperti meledek.
"Yah bisalah Yup, emangnya kenapa, kau juga masih belajar, kan,!" Katanya Berto yang biasa saja.
"Ah terserah kaulah, aku bosan pokoknya, kau seperti itu-itu saja," Katanya Yupi.
"Ya suka-suka ku lah dong, mau main musik seperti apa juga gitu, kenapa Lo yang sewot,!" Katanya Berto sedikit cemberut.
Yupi sampai-sampai diancam karena meledek Berto, padahal ia hanya bercanda. Hal Itu urusan mereka dan yang terpenting aku tidak ikut campur.
Tentu ada senang dan sedihnya, kemudian aku membayangkan beberapa wanita yang ku temui, yakni wanita biola dan juga drum yang cukup misteri, tapi aku telah lupa.
"Wanita Drum dan Biola."
Seiring berjalannya waktu, aku yang muda dan tentu akan beranjak menua, tapi kenangan itu sungguh berkesan. Apalagi lagi jika mengingat mereka marah-marah namun lucu.
"Apa maksud kau meledekku begitu Yup,? Kau tak tahu apa, begitu mahal aku bayar uang kursus ini, walau hanya untuk belajar gitar dan memetikkannya saja," Katanya Berto yang begitu panas karena di ledek petikan gitarnya oleh Yupi.
"Santailah Ber, aku kan cuma bercanda, kok kamu malah sewot gitu," Katanya Yupi yang bercanda namun ditanggapi serius olehnya.
"Ah kau, selalu saja kau meledekku, awas kau ya,!" Katanya Berto yang tampak kesal dan tangannya menunjuk-nunjuk kepada Yupi.
"Ah sudahlah kalian ini, ngapain kalian ribut-ribut nih, mending kita senang-senang sajalah," Kata dan seruanku yang pusing melihat mereka berdebat.
"Iyalah Ber, santai sajalah kau, tak usah keras-keras begitulah kau,!" Katanya Peyo pun begitu.
Pertemanan itu terkadang datang dan pergi silih berganti, walaupun begitu, kenangan dan kesan akan selalu ada, terutamanya dalam ingatan.
Aku juga merasakannya bersama dengan Yupi, Peyo, dan kawan-kawan yang lainnya. Begitu mantap masa-masa itu sampai aku dapat mengingat latihan dimasa awalnya kami belajar, mungkin karena begitu senangnya bergitar dan bermain musik.
Tentunya waktu akan selalu berjalan dan tanpa menunggu-nunggu. Setidaknya, semua itu telah menghadirkan harapan dan tawa dalam kebersamaan, walaupun bertengkar.
"Kau selalu saja meledekku Yup, aku kursus sampai berpindah-pindah nih, kayak kau sudah hebat aja, huh...," Katanya Berto yang tampak kesal dan geram.
"Ga lah, Aku kan hanya bercanda, soalnya kamu itu gitarnya selalu begitu, sampai bosan aku dengarnya,!" Katanya Yupi kepadanya Berto.
"Iyalah kau, coba jangan Tiga, Empat, atau Lima nada begitulah, aku bosan juga nih dengar kau seperti itu terus," Katanya Peyo pun juga begitu.
"Apa kau Peyo, ga usah ikut campur lah kau, berisik aja, kayak kau bisa aja, emangnya kau bisa apa,!?" Katanya Berto yang sedang geram.
Sebagai teman tentunya akan memperhatikan, namun mereka nampaknya mempunyai pikiran dan pemahaman yang berbeda, sehingga menimbulkan perpecahan.
Tidak hanya mereka yang susah dalam mengikuti kursusnya, aku pun juga begitu. Aku banyak menemui kendala yang ada dan terutamanya keuangan serta modal.
Sehingga hal itu membuatku menjadi susah dalam berkarya, walaupunku banyak mengenal seniman ternama, tapi waktu telah berlalu dan tak dapat aku putar kembali.
Hingga sampai membuatku memikirkan dengan lebih jernih. Apa benar gitar itu dapat menghadirkan pertemanan yang nyata, karena nyatanya kami pun bertengkar dan berbeda pendapat.
"Santai lah Ber, aku kan hanya bercanda, kok kamu malah marah-marah gitu," Katanya Yupi karena lebih memikirkan pertemanan daripada musik.
"Ah sudah-sudah, awas kau ya, meledek terus kau,!" Katanya Berto yang masih saja marah karena di ledek.
Yupi berkata bahwa ia hanya bercanda, tapi Berto tetap saja menanggapinya serius dan tak menghiraukan.
Sehingga hal itu membuatku berpikir jauh dan lebih jernih lagi. Apakah benar pertemanan itu bisa menyenangkan, karena nyatanya kami pun bersitegang.
Mungkin saja karena masih adanya kepentingan, jika nantinya sudah tidak butuh lagi, maka mungkin pertemanan pun juga tidak ada.
Aku tetap senang dan bertahan walaupun nantinya akan tergerus oleh waktu, atau juga terlupakan. Apalagi aku hanyalah seorang mahasiswa biasa, tentunya aku tidak mengetahui apa-apa.
Musik dan alat-alatnya merupakan jembatan bagiku dan mereka dalam meraih impian dan cita-cita, walau sekarang kami masih berstatus mahasiswa, tapi tidak ada yang tahu nanti kedepannya.
Yupi pada hari ini cukup senang namun bercampur dengan kesal, karena ledekannya malah ditanggapi serius oleh Berto.
Ledekan itu merupakan pemacu agar dapat lebih bersemangat lagi dalam belajar, kursus dan apapun.
"Belajar dimana kau Ber, kok main gitarnya begitu, payah kali, bosan aku dengarnya,!?" tanyanya Peyo yang terdengar meledek.
Peyo bukannya malah mencairkan suasana, namun malah menjadikannya semakin tak terkendali, jadinya Berto semakin geram dan tambah marah.
"Apa kau Peyo, sok hebat pula kau, kayak bisa aja kau mainnya mudiknya," Katanya Berto yang geram.
"Santai lah, aku kan cuma dengar aja, makanya kau latihan lagi, dan serius gitu, sampai kau jadi hebat," Katanya Peyo padanya.
"Ah sudahlah kau, males aku," Katanya Berto dan kemudian diam.
Berto menjadi geram dan dapat membuat mereka menciut, padahal kami ini adalah teman baik.
Peyo memang cukup hebat dalam bermain alat musik, terutamanya keyboard, piano dan juga drum, maka wajar saja jika ia sedikit meninggi kepadanya Berto.
Belajar itu tidaklah mudah dan murah, karena membutuhkan banyak biaya dan juga bimbingan yang tepat, sehingga apapun nada yang diciptakan nantinya jugalah bisa mantap.
Tepat mengenai perasaan, sehingga dapat menimbulkan senang, tawa, canda dan juga gembira. Apalagi lagi jika dapat membuat bahagia.
Aku memahami saja apa yang tak aku tahu di saatku masih muda. Aku melihat banyak orang-orang yang mampu dari segi finansialnya, lalu aku berusaha juga untuk bisa seperti mereka.
"Kau mampu ga Pey, petik gitar dengan teknik yang seperti ini, bisa ga kau,?" tanyanya Berto dan mulai memetikkan teknik gitarnya di depan Peyo.
"Ah kalau cuma gitu-gitu saja, bisalah, gampang itu kok," Katanya Peyo dan malah ketawa melihat tekniknya Berto.
"Wah, sombong kali kau ya, aku pakai melodi yang susah nanti ya," Katanya Berto yang tak ingin kalah.
"Oh oke, latihan dululah kau, nanti kita nge-jam bareng lagi, kau suka kopi ga Berto,? biar kau ga ngantuk main gitarnya tuh,!" Katanya Peyo pada Berto.
Pertengkaran dan perdebatan itu adalah hal yang biasa, dan itu pun sering terjadi di dalam pertemanan, yakni saling senang, saling ledek itu adalah hal yang wajar. Karena yang terpenting bagiku adalah mencari kebahagiaan.
Kebahagiaan dalam bermusik dan juga berteman, namun nampaknya tidak semua orang dapat berpikiran yang sama, maka dari itu aku coba memahami.
"Kau Ber, kalau main gitar itu yang senanglah, seru atau mantap gitu, agar tidak Tiga nada, Empat, atau Lima nada, dan itu-itu saja yang kau petikan, biar ga bosan gitu, bisa ga,!" Kata dan seruanya Yupi menasehati tapi terdengar seperti meledek, sehingga membuat Berto marah dan pergi.
"Ah kau, sok hebat kali kau ya, kayak bisa aja kau. sudahlah, aku capek main gitar, dan aku taruh aja gitarnya,!" Katanya Berto dan kemudian tampak lemas dan marah.
"Ah, payah, masa kaya gitu aja lemes, ngopi dululah kau tuh, belajar lagi, latihan terus sampai kau bisa, paham ga kau tuh," Katanya Peyo namun Berto malah diam saja.
Maksud mereka itu agar nada-nada musiknya Berto bisa dinamis, berkembang dan juga mantap.
Tidak bosan jika di dengarkan, dapat berbagi informasi dan juga kesenangan, walaupun itu hanyalah sementara saja.
Aku punya banyak kawan namun aku tidak berbangga diri, karena pertemanan pun tidaklah ada yang begitu lama, mereka-mereka pun juga bisa pergi kapan saja.