2

1091 Words
Ketawa kamu aja, aku suka. Hidung kamu, mata kamu, bibir kamu, wajah kamu, tangan kamu, semua bagian dari diri kamu aku suka. Gak ada yang gak, semua indah dan membuat aku gak bakal pindah ke lain hati. Aku, cinta kamu. _Ali *** "Lagi masak apa?" tanya Ali yang sedang berdiri di samping Aisyah yang tengah sibuk meracik bumbu. Entahlah, cewek cantik di sebelahnya itu mau masak apa untuk makan malam hari ini. Ia juga enggak tahu, soalnya baru nanya. "Kamu maunya dimasakin apa?" tanya Aisyah. Sebelum menjawab Ali mikir dulu. Setelah mikir ia menjawab, "Emangnya kamu bisa masak?" tanyanya sedikit tertawa. Ia bukan meremehkan, ia hanya sedikit bercanda. "Bisa dong. Masa udah nikah tiga tahun gak bisa masakin untuk suami tercinta. Malu lah," jawab Aisyah. Tiga tahun menikah dengan Ali, akhirnya Aisyah sudah bisa masak sendiri. Dari satu tahun yang lalu ia sudah pandai memasak. Berkat ikut khusus masak selama satu bulan. Ia sudah berhasil untuk memasak sendiri. Ya, walaupun enggak mahir-mahir amat, setidaknya ia sudah bisa. Daripada dulu, sama sekali enggak tahu. Ujung-ujungnya Ali yang menyiapkan makanan. Malu juga kan, jika suami yang masakin. Rasa enggak berguna aja gitu jadi perempuan kalau enggak bisa masak. Makanya Aisyah ikut khusus masak, jadi sekarang ia sudah pandai memasak. Ali tesenyum, ia meraih kepala Aisyah dan mengusapnya dengan lembut. "Gak perlu malu. Aku suka kamu apa adanya. Gak bisa masak juga gapapa. Terpenting kamu suka aku. Sudah cukup," katanya. Membuat Aisyah jadi senyum-senyum. Aisyah menurunkan tangan Ali dari kepalanya. "Jangan godain aku Ali. Aku lagi masak sekarang, nanti gosong makanannya." "Gosong, emangnya udah digoreng? Kan, belum. Kamu aja baru ngiris bawang," ujar Ali sambil melihat Aisyah yang baru mengiris bawang merah. Boro-boro gosong, digoreng aja belum. Jangankan digoreng, mengiris bawang itu aja belum selesai. "Oh iya, ha ha." Aisyah tertawa sambil menutup mulutnya. Agar ketawanya enggak lepas. Soalnya enggak baik malam-malam ketawa gede-gede. Nanti pamali. Lagian perempuan memang harus ketawa ditutup mulutnya, agar terkesan tertawa cantik. Ali melingkarkan tangannya di perut Aisyah. Ia memeluk Aisyah dari belakang. Kemudian ia mencium pipi kanan Aisyah dengan lembut. "Ketawa kamu aja, aku suka. Hidung kamu, mata kamu, bibir kamu, wajah kamu, tangan kamu, semua bagian diri kamu aku suka. Gak ada yang gak, semua indah dan membuat aku gak bakal pindah ke lain hati. Aku, cinta kamu," ucapnya dengan lembut, membuat kedua sudut bibir Aisyah terangkat. Aisyah jadi tersenyum. Lalu ia mengapai tangan Ali dan melarikan tangan Ali dari perutnya. "Jangan manja-manja, nanti jari aku keiris pisau," ucapnya. "Siapa yang manja sih, cuma kangen aja," ucap Ali sambil melingkarkan tangannya lagi di perut Aisyah dan menyandarkan kepalanya di pundak Aisyah. "Kamu harum," puji Ali sambil mencium aroma tubuh Aisyah. "Makasih," balas Aisyah. Ali melepaskan lingkaran tangannya dari pinggang Aisyah. Ia menggeser posisinya dan berdiri di samping Aisyah. "Sini, biar aku aja yang iris." Ali menggapai pisau yang ada di tangan Aisyah. Tapi Aisyah enggak mau memberikan pisau itu ke Ali. "Biar aku aja," ucap Aisyah. "Aku aja, nanti tangan kamu luka." "Gak bakal kok." "Udah aku aja." "Aku aja." "Aku aja Aisyah." Ali menarik pisau di tangan Aisyah. "Aku aja Ali." Aisyah menahan pisau itu di tangannya. Ia enggak mau pisau itu lepas dari tangannya. Mereka berdua reputan pisau. Enggak ada yang mau mengalah. Ali enggak mau tangan Aisyah terluka, makanya ia ingin ia aja yang mengiris bawang itu. Sedangkan Aisyah enggak mau kalau Ali yang mengiris bawang itu, karena ia ingin Ali duduk manis aja nungguin ia selesai masak. "Auu ..." rintih Ali. Tangannya ke gores pisau. Jari telunjuknya jadi berdarah. "Ali kamu gapapa?" tanya Aisyah panik. Ia dengan segera menggapai tangan Ali yang terluka. "Tangan aku berdarah," jawab Ali. Secepat kilat Aisyah langsung memasukkan jari telunjuk Ali yang berdarah ke dalam mulutnya. Ia mengulum jari itu agar darahnya enggak terus menetes dan akan berhenti. "Auu ..." rintih Ali lagi karena tangannya terasa perih akibat Aisyah mengisap jarinya yang kegores pisau. "Udah cukup Syah," ujar Ali. Ia udah enggak tahan. Tangannya terasa semakin perih dan juga geli rasanya. Bukannya Aisyah mengeluarkan telunjuk Ali dari mulutnya. Ia malah dengan nakal menggigit jari Ali. Sampai membuat sang pemilik merintih kesakitan. "Cukup Syah, cukup-cukup," pinta Ali yang sudah enggak tahan merasakan perih dan geli. Aisyah lalu mengeluarkan tangan Ali dari mulutnya. "Masih sakit gak?" tanyanya. Ia masih memegangi jari Ali yang terluka. "Masih sedikit perih," jawab Ali. "Aku sembuhin ya," ucap Aisyah. Aisyah pun meniup-niup jari Ali dengan perlahan. Setelah itu ia menciumnya beberapa kali. "Bismillah, udah sembuh," katanya dengan menatap mata Ali. Ali tersenyum tipis. Tangan satunya mulai menggapai pipi Aisyah. Lalu ia usap dengan lembut. "Makasih ya, kamu sangat perhatian. Aku sayang kamu, bidadariku." Ali lalu memeluk Aisyah tiba-tiba membuat Aisyah sentak terkejut. Ali memeluk Aisyah dengan erat hingga Aisyah kesulitan bernafas dibuatnya. Tapi Aisyah enggak ngomong, supaya Ali tidak merasa terganggu dan berhenti memeluknya. Cup Ali mengecup kening Aisyah. Sudah itu baru ia melepaskan pelukannya. Ia senyum menatap Aisyah. "Aku mau nerusin masak," ujar Aisyah. "Baiklah," ucap Ali, lalu ia mencium hidung Aisyah. Membuat Aisyah sedikit kaget. "Ya udah kalau gitu, aku gak gangguin deh. Aku duduk di situ aja," ujar Ali sembari menunjuk meja makan yang enggak jauh dari dapur. Hanya beberapa langkah, karena antara dapur dan meja makan enggak terpisah tempatnya. Cuma bersebelahan tanpa ada pembatas. Aisyah mengangguk. Ali pun melangkah ke meja makan hingga ia sampai dan segera mendudukan tubuhnya di sana. "Jadi, mau dimasakin apa?" tanya Aisyah. "Nasi aja," jawab Ali. "Nasi, itu sih udah pasti Ali. Maksud aku, kamu mau lauknya apa?" "Kamu makannya bareng aku atau gak?" tanya Ali tanpa menjawab pertanyaan Aisyah. "Bareng dong, aku bakal duduk di sebelah kamu." "Jangan di sebelah, di hadapan aku aja," pinta Ali. "Di samping aja, supaya aku bisa lebih dekat sama kamu." "Aku maunya kamu di hadapan aku. Agar, aku bisa liat kamu terus." "Ya udah, aku ngalah deh. Jadi kamu maunya dimasakin apa?" ucap Aisyah pasrah. "Apa aja terserah. Asal enak," jawab Ali. "Kalau gak enak gimana?" "Ya tetep aku makan." "Gak usah. Kan, gak enak." "Gapapa, yang penting makannya sama kamu. Pasti rasanya jadi enak. Yang keasinan bisa jadi manis. Yang manis bisa jadi asin. Pokoknya rasanya bisa jadi pas, dan lezat banget," puji Ali. "Yammi, uhhh, udah gak sabar jadi pengen makan. Perut aku jadi laper ni," ucap Ali dengan gemas sambil mengelus perutnya yang keroncongan. "Sabar ya sumu," balas Aisyah sedikit tertawa. Sumu adalah singkatan dari suami muda. Sekaligus panggilan sayang Aisyah ke Ali. Namun, Aisyah jarang memanggil Ali dengan sebutan itu, hanya sesekali saja. Ali mengangguk. "Jangan lama-lama ya, aku udah ngantuk," ucapnya sambil mengangkat tangan kirinya. Jam tangan yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan jam sembilan malam. "Bentar lagi, oke," ujar Aisyah. "Oke," balas Ali sambil menguap. Ia sebenarnya sudah ngantuk berat . Tapi ia kuatkan saja matanya, agar bisa makan malam bersama Aisyah. Sebab ia sudah beberapa hari enggak makan malam bersama Aisyah. Karena sibuk urusan kerja dan kuliah. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD