3

1011 Words
Kenapa ya, cantik kamu itu gak luntur-luntur. Pengawetnya apa? Atau memang kamu itu sebenarnya bidadari yang tersesat di bumi. *** Ali menyisakan sendok dan garpu di piringnya. Tanda ia sudah menyelesaikan makannya. Ia pun meraih gelas yang terletak di samping piringnya. Lalu ia meneguk gelas yang berisi air putih itu sampai habis. "Aku ke kamar duluan," ucap Ali, ia pun beranjak meninggalkan Aisyah yang masih makan. "Kamu gak nungguin aku dulu?" tanya Aisyah. "Kamu kan, bisa sendiri. Aku capek, mau tidur," jawab Ali. "Aku kesepian kalau ditinggal." "Udah deh jangan manja. Aku capek Syah, aku butuh istirahat. Lagian makanan kamu juga tinggal sedikit." "Tapi, aku maunya ditemenin sama kamu," pinta Aisyah. "Mata aku udah ngantuk, aku mau tidur." "Tap--" ucap Aisyah terpotong karena Ali sudah berlalu pergi meninggalkannya. Aisyah menatap makanannya sebentar. Lepas itu ia segera menghabiskan makanannya yang tinggal beberapa sendok lagi. Tanpa sadar Aisyah meneteskan air matanya. Dengan cepat ia menghela air matanya itu. Ia enggak mau ada yang melihat ia menangis. Ia juga enggak mau terlihat lemah. Ia bersedih karena sikap Ali yang kadang berubah-ubah. Kadang sangat perhatian padanya, kadang juga bersikap dingin seperti barusan. Meninggalkannya seorang diri di meja makan tanpa berkata manis dan berlalu begitu saja. Hatinya terkadang sakit hanya karena Ali yang bersikap dingin padanya. Apa ia terlalu sensitif, atau memang sikap Ali yang berangsur-ansur berubah? Entahlah, Aisyah juga enggak tahu. Aisyah hanya khawatir Ali berubah, dan tidak mencintainya lagi. Karena hampir tiga tahun menikah ia belum bisa juga memberikan Ali keturunan. Ia takut, itulah sebab Ali bersikap dingin padanya. Ia belum bisa menjadi istri yang sempurna, takutnya Ali akan meninggalkannya karena hal itu. Semoga saja tidak, ini hanya dugaan buruknya saja. Terkadang ia iri sekali dengan sahabatnya. Khadijah, yang menikah 2 tahun yang lalu sekarang sudah dikarunia seorang putri cantik. Setiap kali ia melihat anaknya Dija membuatnya ingin segera memiliki momongan. Tapi sampai sekarang, ia juga belum diberi kesempatan untuk mengandung. Ia sedih sekali. Selesai makan dan berberes, Aisyah segera masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Ali sudah tertidur pulas. Ia pun naik ke atas ranjang. Aisyah mendudukkan dirinya. Ia menatap wajah Ali yang sedang tertidur. "Ali, jangan berubah ya." Aisyah berujar sambil mengusap kepala Ali dengan pelan. "Aku sayang banget sama kamu," ucap Aisyah lalu ia mengecup kening Ali. Aisyah merebahkan tubuhnya dan menarik selimut. Setelah itu, ia memiringkan posisinya menghadap ke Ali. Terus, ia melingkarkan tangannya ke badan Ali. Selang beberapa detik, posisi tidur Ali berubah dan jadi membelangi Aisyah. Aisyah jadi heran, karena Ali tiba-tiba membelakanginya. Apa Ali marah karena ia peluk, atau Ali udah bosan dengannya. Enggak tahu, Aisyah benar-benar tidak tahu. Ia hanya berharap Ali melakukan itu secara tidak sengaja. "Ali, kamu kenapa?" tanya batin Aisyah. *** Ali mengucek-ucek matanya. Sesekali ia menguap. Ia masih ngantuk, cuma ia udah harus bangun karena sudah subuh. Harus sholat, harus mandi, harus bersiap-siap kerja, pokoknya ia benar-benar dikejar waktu. Ali mendudukkan dirinya, sekali lagi ia menguap. Tak sengaja ia menoleh ke samping dan melihat Aisyah masih tertidur dengan pulas. Bibir wanita itu mengatup dengan rapat, mata tertutup dengan sempurna. Alunan nafasnya begitu pelan. Wanita itu sangat cantik saat tertidur, Ali suka. Ia pun jadi tersenyum melihatnya. Tangannya menggapai pipi Aisyah dan mengusap pipi itu dengan lembut. "Aku bahagia, bangun tidur sudah disuguhkan bidadari cantik," puji Ali. "Kenapa ya, cantik kamu itu gak luntur-luntur. Pengawetnya apa? Atau memang kamu itu sebenarnya bidadari yang tersesat di bumi." Ali berujar dan ia jadi tertawa kecil. Ali merebahkan tubuhnya lagi. Ia melingkarkan tangannya ke badan Aisyah. Tangan satunya mengusap kepala Aisyah dengan perlahan. Kedua sudut bibirnya tak henti membentuk senyuman. Dan pandangan matanya tak berpindah sedikitpun dari wajah Aisyah. "Ciptaan Tuhan yang paling indah, ya kamu," bicara Ali sambil menyentuh hidung Aisyah. "Kamu imut kalau lagi tidur." Kali ini Ali mencubit pipi Aisyah dengan lembut. Jadi enggak sakit. Aisyah membuka matanya. Ia jadi tersadar dari tidurnya, karena merasa ada yang menyentuh wajahnya dan juga karena mendengar suara. "Kamu ngapain?" tanya Aisyah yang melihat Ali di depan matanya. Apa jangan-jangan Ali sudah dari tadi memperhatikannya, pikirnya. "Liatin kamu lagi tidur. Kamu cantik, aku suka," jawab Ali. Membuat Aisyah jadi senyum-senyum. Pagi-pagi sudah dapat gombalan dari suami. Mana mungkin ia enggak tersipu. "Jam berapa?" tanya Aisyah. Ali melihat jam tangannya. "Jam lima." "Oh, kamu ngapain semesra ini sama aku? Biasanya juga langsung ngilang jam segini?" tanya Aisyah. "Hari ini aku gak ngilang, aku di sini, sama kamu. Kamu keberatan?" "Enggak. Aku keberatan kalau kamu hilang gitu aja." "Maaf, aku udah cuekin kamu. Jangan marah, aku gak suka." "Maaf diterima," ucap Aisyah. Ali tersenyum senang. "Morning Syah," ucap Ali. Cup Ali mengecup kening Aisyah penuh cinta. "Morning to," balas Aisyah. Ali tersenyum, lalu ia bangkit dan beranjak dari kasur. Aisyah mendudukkan dirinya. "Mau kemana?" tanyanya. "Mau mandi, mau ikut?" tanya Ali. "Enggak mau." "Kenapa?" "Masih terlalu pagi." "Oke deh bidadari," balas Ali membuat Aisyah tertawa geli. *** Jam sudah menunjukkan 7 pagi WIB. Ali bergopoh-gopoh memakai kemejanya. Ia kesingan hari ini, jika ia terlambat karirnya bisa hilang begitu saja. Ia harus cepat bergegas karena hari ini masuk kerja lebih awal. "Wajah kamu kenapa? Kok panik begitu?" tanya Aisyah yang sedang memasangkan dasi Ali. "Aku kesingan, kamu bisa gak cepetan makein dasinya," pinta Ali. "Sabar, bentar lagi selesai." "Aku buru-buru ni. Entar aku terlambat." "Bentar lagi selesai kok." "Oh iya, dokumen-dokumen penting aku udah kamu masukin ke tas kerja aku, kan?" "Iya udah. Kamu tenang aja oke," ujar Aisyah sambil memegangi kedua belah pipi Ali. Ia sudah selesai memasangkan dasi Ali. Suaminya sudah terlihat gagah dan tambah tampan pastinya. "Ya udah, kalau gitu aku berangkat. Kamu hati-hati di rumah. Berangkat kuliah jangan lupa pintu rumah dikunci. Dan ingat, sarapan dulu. Nanti kamu kelaperan di kampus," pesan Ali. "Siap Bos," balas Aisyah sembari memberikan hormat. Cup Ali mengecup kening Aisyah. "Aku pergi dulu. Mungkin hari ini aku pulangnya malam. Jadi gak usah nungguin aku. Kamu makan duluan dan tidur duluan. Terpenting, jangan lupa mimpiin aku, assalamualaikum," pamit Ali. Sebelum Ali pergi Aisyah mencium punggung tangan suaminya lebih dulu. "Waalaikumsalam." Pagi ini, Ali romantis lagi pada Aisyah. Aisyah harap nanti Ali pulang, suaminya itu gak berubah. Terus bersikap manis padanya. Ia enggak mau, rumah tangga yang berhasil dijalaninya selama tiga tahun berujung pada ketidakharmonisan. Meskipun janji Ali padanya ada yang gak kesampean, yaitu sekampus bareng, tapi nyatanya mereka gak sekampus dan jadwal kampusnya pun beda. Jam kampus Aisyah pagi, dan Ali malam. Namun ia tetap bersyukur masih bisa bersama Ali. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD