PART 2

1052 Words
Saat sebuah pertemuan tak pernah menyiratkan untuk bersatu, lalu untuk apa saling mengenal? Saling menilik hati? Saling bercuap mesra? Jika pada akhirnya tetap harus berpisah. Ya, karena pertemuan tak tentu harus menyatu. Jika sekarang aku bisa melakukan itu semua, kenapa aku harus takut kehilangan itu juga. Bintang Zuhra. Nama gadis yang sekarang sedang mengembangkan senyum lebarnya, setelah menghapus seluruh airmatanya. Ya, senyum lebar yang palsu. Senyum yang tak pernah bisa semudah itu menghapus lukanya, bukan hanya goresan, tapi ini sudah sayatan. Namun, dia bukan gadis yang menjatuhkan lukanya dalam tangisan yang bertubi-tubi, dia juga bukan gadis yang mempamerkan kesedihannya. "Iya Ma?" Ucapnya setelah mengembangkan senyum. Bagaimana bisa wanita yang dipanggilnya Mama mengenalinya dijalan yang seramai itu, bahkan saat dirinya memilih jalan kaki. "Apa yang kamu lakukan disini, Nak?" Tanya wanita itu. "Aku," Bintang mencoba cari alasan yang logis untuk menjawabnya. "Mmm, mau ketemu sama temen Ma." Jawabnya asal-asalan. "Teman? Siapa? Dimana teman kamu?" Tanya wanita itu, terdengar posesif. "Di-didalaam, cafe itu Ma." Jawabnya sembari menunjuk sebuah cafe.   ***   Senja Al-Faruq. Siapapun yang mendengar namanya, pasti punya pemikiran bahwa nama itu diambil karena kekaguman seseorang yang menamainya pada senja, disaat langit menguarkan warna kuning kemerah-merahan. Namun siapa sangka jika nama itu sengaja dibuat karena kesepakatan dua orang tua. Di 19 tahun yang lalu, dua orang perempuan bernama Ani dan Ami memiliki kesepakatan dalam kehamilannya. Jika salah satu dari mereka melahirkan seorang putra, maka dia harus dinamai Senja, dan sebaliknya jika sisanya melahirkan seorang putri, maka dia harus dinamai Jingga. Kesepakatan yang lucu, karena kesepakatan itu tidak ada sedikitpun maksud untuk saling menjodohkan. Siapa yang tidak tau dua sahabat itu, mereka dua dari empat sahabat, yang lainnya Rumi, dan Rara yang juga sudah mempunyai anak pula. Dan sebuah takdir ternyata sejalan dengan apa yang mereka inginkan, akhirnya Ani pun melahirkan seorang anak laki-laki yaitu Senja, dan Ami pun melahirkan Jingga yang nama panjangnya Jingga Fitrakala Kofadis. Waktu pun membawa kedua anak itu semakin dewasa. "Udah, lu cepet pesan sana." Ucap Senja. Yang sudah janji akan mentraktir Jingga jika foto anehnya sudah dihapus. "Iya, iya.. Sabar kek. Kayak nggak ikhlas banget ngasih gratisan." "Emang, ini semua kan karna kelakuan lu." Senja pun mengingatkannya lagi, membuat Jingga harus tertawa lagi. "Yaelah, mas. Takut pamor lu turun ya? Lagian pakek penutup wajah gih, atau cadar gitu biar fans-fans lu nggak kenalin lu disini. Capek gue, kalo harus jadi bodyguard lu mulu." Sergah Jingga. "Bisa diem nggak?" "Bisa. Kalo traktirannya nambah satu kali." Senja menghembuskan nafas dengan keras. "Dasar, tukang porotin harta orang." "Uuh, berasa pemeran protagonis yang suka dianiaya ya lu, lagian harta siapa sih? Kayak udah punya harta sendiri aja." "Maka dari itu Jin, ini masih harta orang tua gue. Gue nggak mau nyusahin mereka cuman untuk nraktir lu doang." Jawab Senja. "Issh Jin lagi. Jadi badmood. Yaudah, berhubung ini masih harta orang tua lu, gue minta traktir satu kali ini aja." Dan panggilan itu lah yang membuat Jingga selalu kesal pada Senja. Senja sendiri sudah mempatenkan panggilan itu miliknya. "Oke. Cepet pesen sana." "Iyaa, tapi pelayannya masih belum kesini. Mending lu aja yang ngasih kode." "Kenapa harus gue?" "Kan pelayannya cewek, masak gue ngode sesama jenis, ya kalii lesbi dong." "Baper banget sih lu." "Iya banget. Lagian gue udah capek ngasih kode mulu, tapi masih aja nggak peka." "Apa?" Tanya Senja yang kaget karena sahabatnya itu mengatakan sesuatu kejujuran yang tidak pernah diketahuinya. "Oke, lu ada hutang sekarang sama gue. Lu belum pernah cerita dia yang nggak peka. Siapa?"   "Si-siapa?" Jingga merutuki bicaranya yang tidak terkendali, hingga membuatnya harus bicara jujur, siapa dia? Sudah pasti Senja. Tapi mana mungkin Jingga mengatakan hal itu. "Iya siapa?" "Nggh, dia..." "Selamat sore, maaf menunggu lama. Silahkan mau pesan apa?" Pelayan itu datang disaat yang tepat, bagi Jingga namun tidak dengan Senja. "Chicken steaknya 2, lemon tea, sama cappucino ice." Pesan Jingga. "Baik. Mohon ditunggu." Pelayan itu pun sudah pergi membawa catatan ditangannya. "Ayo, bilang sama gue. Siapa cowok itu?" Ternyata Senja masih penasaran, dan kembali menanyakan siapa yang sudah membuat sahabatnya jatuh cinta. Padahal sejak dulu gadis itu tidak pernah bercerita tentang laki-laki yang disukainya. "Dia, mmm..." Ayo, berpikirlah Jingga, cari satu nama yang akan kamu ajukan. "Devan." "Devan? Cowok urakan itu? Lu yakin naksir dia?" Tanya Senja tidak percaya. "Kenapa sih lu kayak permasalahin banget hal itu, lagian gue yang suka kenapa lu yang ribet." "Bukannya gitu, lu sering banget ngegerutu karna ulahnya, bahkan lu sering nantang tuh anak. Tapi ternyata lu..." "Ah udah deh, ini kan cuman suka. Nggak lebih dari itu... Bentar gue ke toilet dulu." Ucap Jingga menyerah dalam batinnya. Kenapa juga harus Devan yang jadi alasannya, padahal dia adalah musuh bebuyutannya. Jingga pun berdiri dan langsung pergi menuju toilet. "Aneh banget. Sejak kapan Jingga ngibarin bendera damai ke Devan." "Ma, ini temenku." Suara itu berasal dari depan mejanya. Senja langsung mendongak dan mendapati seorang gadis juga wanita paruh baya. "Kenalin Ma." Ucap gadis itu.   Senja tak mengenal kedua orang itu, sedangkan gadis itu seperti begitu mengenalnya. Sekilas Senja melihat kewajah gadis itu, dengan isyarat seperti memohon dari mimiknya, akhirnya Senja mensetujui kebohongan itu. Ya, sebuah kebohongan. "Tante, saya Senja." Ucap Senja sembari berdiri menjabat tangan wanita itu. "Temannya Bintang ya? Kenapa Bintang nggak pernah cerita punya temen kamu, Nak?" Ucap wanita itu. "Kita baru berteman Tan, jadi mungkin belum sempat kenalan dengan Tante." "Oh gitu ya, baiklah Tante tinggal dulu ya. Tante merasa aman kalo Bintang denganmu." "Iya Tante." Jawab Senja. Dan wanita itu pun pergi meninggalkan Bintang dengan kecanggungannya pada Senja. "Duduklah." Ucap Senja yang sudah kembali duduk. "Tidak, terimakasih. Maaf aku sudah merepotkanmu dalam masalahku." "Tidak masalah, duduklah dulu." Ucap Senja tidak seperti biasanya. Jika dengan gadis lain selain Jingga dia dingin, tapi tidak dengan gadis yang baru dikenalnya itu. Dan Bintang pun duduk diseberangnya. "Maaf, gue lama Se..." Ucap Jingga baru datang dan langsung melihat Bintang sudah ada ditempat duduknya. "Kenalin dia Bintang, Jin." Ucap Senja memperkenalkan. "Dan dia Jin, Bintang." "Jingga. Jangan merubah nama gue." Ucap Jingga sembari melotot kearah Senja. Bintang pun tertawa melihat kedua orang itu. "Gue bisa duduk disamping lu Bintang?" "Oh iya, silahkan." Jingga duduk disamping Bintang, sebelumnya dia tersenyum kearah Bintang. Namun, Jingga merasakan ada sebuah luka yang tersirat dimata gadis itu. "Kalian pacaran ya?" Tanya Bintang yang membuat Jingga terbawa perasaan. "Banyak yang nanya gitu. Tapi kenyataannya gue ogah punya pacar kayak Senja."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD