bc

Regan dan Cintanya

book_age16+
110
FOLLOW
1K
READ
fated
opposites attract
powerful
sweet
genius
campus
like
intro-logo
Blurb

"Aquila hamil anak aku, Bunda!" suara serak itu membuat semua orang terkejut.

Aquila yang akan membuka pintu menegang. Ia tak menyangka Regan akan sadar saat dirinya belum pergi dari sana. Ditambah lagi, kini Renatha menatap Aquila dengan tatapan datar, tak ada senyum hangat seperti biasanya. Gadis itu benar-benar takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya karena tatapan Renatha benar-benar berbeda.

"Kenapa kamu nggak jujur? Kamu mau bunuh anak itu atau masih mau mempertanyakan dia? Bunda kecewa sama kamu, Aquila. Harusnya kamu ngomong sama Bunda," kata Renatha dengan air mata yang mulai berjatuhan.

"Aquila nggak mau masa depan Regan hancur karena anak yang Aquila kandung," jawabnya pelan.

"Hidup aku yang akan hancur kalau kamu pergi begitu saja tanpa memberitahu kebenarannya, Aquila!" tandas Regan. Matanya sudah berkaca-kaca karena perkataan Aquila.

"Bunda kecewa sama kamu. Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu? Hidup keluarga kami yang akan hancur jika kamu nggak jujur, nak," kata Renatha pelan. Sebagai seorang wanita yang pernah mengalami hal yang sama, tentu Renatha tahu betul apa yang Aquila rasakan. Ia juga pernah mengalami itu saat hamil si kembar.

chap-preview
Free preview
1. Regan dan Cintanya
Pagi ini begitu sejuk karena baru saja hujan deras berhenti membasahi bumi. Di sebuah rumah cukup mewah, terlihat sosok cowok tampan dengan pakaian sekolah yang sudah rapi. Ia memasuki mobil sport miliknya, meninggalkan rumah. Biasanya ia pergi dengan adik bungsunya, tapi karena sang adik memilih untuk membawa mobilnya sendiri, akhirnya mereka pergi ke sekolah masing-masing. Sesampainya di sekolah, cowok tampan itu melirik jengah beberapa siswi yang sudah pasti menunggunya. Ia sangat bosan dengan mereka yang tidak henti-hentinya mengganggu dan berbisik tentang dirinya. "Aahh Regan!" "Pagi, ganteng?" "Wah, ganteng banget Kak Regan. Kayak pangeran, tau nggak?" "Duh, ganteng banget. No debat!" "Sempurna banget ciptaan Allah!" Seperti itulah yang Regan dengar setiap hari selama hampir tiga tahun bersekolah, sampai ia sendiri bosan. Padahal selama ini dirinya tidak pernah merespons sedikit pun, tapi tetap saja mereka tidak lelah. Teriakan demi teriakan terdengar. Siapa lagi kalau bukan gadis-gadis cantik yang suka sekali mencari perhatian dari Regan. Meskipun selalu bersikap cuek dan dingin, hal itu tak membuat para gadis berhenti mendekatinya. Malah semakin banyak yang ingin dekat karena sikapnya yang dingin itu. "Aquila!" panggil Regan dengan cepat ketika matanya menangkap gadis itu yang cepat-cepat meninggalkan parkiran. Semua orang yang ada di sana menoleh pada seorang gadis dengan dandanan cupu. Mereka tak habis pikir dengan Regan yang memilih si cupu dibanding gadis berkelas. Bahkan Regan berjalan mendekati Aquila, sedangkan gadis itu hanya diam. "Regan kok mau ya sama si cupu?" "Pasti dia pakai pelet!" "Ih, si cupu nggak tahu diri banget. Sumpah!" "Dasar penggoda!" Mendengar perkataan yang tidak enak didengar membuat Aquila semakin menunduk. Selama ini ia sudah menjadi bahan bullying. Jika ia dekat dengan cowok paling populer di sekolah, perundungan itu pasti semakin menjadi. Tak mau dapat masalah, akhirnya Aquila memilih untuk berjalan lebih dahulu, meninggalkan Regan yang baru sampai di depannya. Baru satu langkah ingin pergi, ia sudah berbalik dengan cepat dan dipeluk oleh Regan. Cowok itu menarik pinggangnya kuat, membuat semua orang di sana melongo melihat tindakan Regan. "Perlu kalian tahu, siapa aja yang ganggu Aquila, berarti kalian juga mengusik gue. Karena dia adalah pacar gue!" Mendengar pernyataan dari Regan, semua orang semakin terkejut. Begitu juga dengan Aquila yang ada dalam pelukan Regan. Ia tak berani menunjukkan wajahnya karena takut. Kini rasa takut dan tidak tenang Aquila semakin bertambah karena mendengar pengakuan dari Regan. Bisa-bisa ia akan semakin dibully karena Regan mengatakan bahwa mereka pacaran. Ada banyak fans Regan di sini, mereka tidak suka jika ada yang dekat dengan Regan. Bahkan ada beberapa yang suka menyakiti siapa saja yang berani mendekatinya. Menyadari ketakutan Aquila, Regan segera membawa gadis itu pergi dari kerumunan. Aquila hanya diam, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Seperti beberapa waktu lalu, Regan kembali mengantarkan Aquila ke kelasnya. Tapi ia tak langsung pergi dari sana karena takut ada yang melakukan perundungan lagi terhadap gadis itu. Sampai bel berbunyi dan seorang guru datang, barulah Regan pergi ke kelasnya. "Jangan pikirin hal nggak penting. Lo cuma perlu fokus sama pelajaran. Nanti gue jemput buat istirahat bareng, oke?" Setelah mengatakan itu, Regan mengelus pelan puncak kepala Aquila. Hal itu juga disaksikan teman-teman kelas Aquila dan juga guru yang sudah ada di dalam kelas. Guru itu hanya tersenyum melihat perlakuan manis Regan terhadap Aquila. Selama pelajaran, Aquila tidak bisa fokus karena beberapa teman kelasnya membicarakan kejadian pagi ini. Selama bersekolah di sana, ia tak memiliki seorang pun teman karena dandanan yang begitu cupu dan dianggap jelek. Lalu tiba-tiba ia mendapatkan pertolongan dari seorang pangeran yang begitu tampan. Tentu akan banyak gadis yang iri dan berusaha menjauhkan mereka. "Gimana kalau nanti fans-fans Regan makin jahat sama gue?" batin Aquila. Sungguh, sekarang ia tidak bisa berpikir dengan tenang karena perbuatan Regan pagi ini. Bisik-bisik dan tatapan sinis dari para siswi terasa lebih kejam dari sebelumnya. Di kelasnya, Regan menatap seorang gadis yang menangis di depannya. Entah di mana urat malu gadis itu, hingga menjadi tontonan banyak orang karena mengemis di depan Regan. Kelas mereka sedang sama-sama jam kosong karena guru mereka ada halangan dan tidak ada guru pengganti, karena guru piket juga sedang sibuk menghukum beberapa murid yang terlambat. "Regan please... hiks hiks... terima gue jadi pacar lo, dan lo nggak perlu putus sama si cupu. Gue nggak apa-apa jadi yang kedua asal lo terima gue... hiks hiks." Bukannya merasa kasihan, teman-teman sekelas Regan malah memandang rendah gadis itu. "Gak tahu malu!" "Gatel banget sih jadi cewek!" "Tau, anak kelas sebelah pada malu-maluin. Jijik gue!" "Ya kali Regan mau. Orang dia murahan gitu. Mending sama si Aquila lah, meskipun cupu tapi punya harga diri!" Beberapa teman Regan kesal dengan kehadiran Sonia yang suka membuat drama. Kelas mereka adalah kelas akademik, tempat murid-murid yang suka ketenangan. Biasanya, di jam kosong mereka akan menghabiskan waktu belajar dan membahas materi, tidak seperti kelas lain yang heboh bergosip. Karena kedatangan Sonia, ketenangan mereka jadi terganggu. "Bisa nggak sih, lo itu jadi cewek yang mahalan dikit? Jangan kayak sampah begini!" bentak Arnold. Cowok itu sudah menahan emosi sejak tadi dan sekarang tidak bisa dibendung lagi. Arnold adalah teman dekat Regan yang begitu menakutkan ketika marah atau merasa kesal. Ia tidak akan segan melontarkan kata-kata pedas yang menusuk. Seisi kelas merasa takut jika melakukan sedikit saja kesalahan padanya. "Lo nggak tahu... hiks hiks... rasanya cinta lo ditolak... hiks hiks... jadi lo diem aja!" isak Sonia semakin menjadi-jadi. "Setelah keluar dari kelas ini, gue yakin lo akan semakin dipandang rendah. Nggak lebih dari sekadar sampah," ujar Arnold pedas. "Mending lo keluar, atau gue seret!" ancam Arnold. "Dasar nggak punya hati! Lo kenapa usir gue? Toh gue nggak ganggu lo!" teriak Sonia tak terima. Tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, Arnold menyeret Sonia keluar dari kelas, kemudian langsung menguncinya. Dengan wajah datar penuh kemarahan, Arnold kembali duduk di sebelah Regan. Melihat suasana kelas sudah kembali tenang, semuanya kembali membuka buku mereka. "Gila lo!" cerca Regan pada Arnold. Mendengar itu, Arnold memandang Regan kesal. Sudah dibantu mengusir Sonia, bukannya berterima kasih malah dimarahi. "Maksud lo apa?" tanya Arnold tak terima. "Harusnya lo nggak perlu sampai seret dia kayak gitu. Bagaimanapun dia cewek, harus kita hargai," jelas Regan tanpa melihat ke arah Arnold. "Iya gue tau, gue paham. Tadi juga gue nggak nyadar kalo terlalu kasar. Eh tapi bener lo pacaran sama Aquila?" tanya Arnold penasaran. "Iya." Jawaban singkat Regan benar-benar menggemparkan seisi kelas. Meskipun mengetahui itu, mereka tetap bersikap biasa saja. Padahal ada luka yang harus disembuhkan di hati para siswi dalam kelas itu. Tapi apa daya, Regan sudah membuat keputusan. Mereka tidak bisa lagi mendekati Regan dengan alasan tidak bisa mengerjakan soal. Regan POV Kira-kira Bunda marah nggak ya kalau gue pacaran? Tapi kan gue cuma mau nolong aja biar dia nggak diganggu lagi. Semoga aja Bunda ngerti dan izinin gue tetap di samping Aquila. Toh dia cewek baik, nggak neko-neko. Kasihan juga sih, selama ini dia selalu dibully dan nggak ada yang bantuin. Dia sebenernya cantik, tapi kenapa milih dandan kayak gitu? Apa mungkin dia sengaja? "Aquila, besok gue jemput lo. Temenin gue jalan," ujarku pada gadis yang duduk di samping dengan menundukkan kepalanya. "Tapi—" "Pokoknya besok gue jemput. Lo harus siap-siap!" potongku langsung. Dia nggak boleh nolak ajakan gue. Ini udah hampir dua minggu dari hari gue bilang dia pacar gue. Masa iya gue nggak ajak dia jalan sama sekali? Kan kasihan. Sesampainya di rumah Aquila, gue juga ikut turun buat nganter dia sampai masuk. Rumahnya mewah. Dia berasal dari keluarga kaya raya. Tapi kenapa dandannya cupu? Itu yang belum gue tahu alasannya. "Mau mampir dulu?" tanyanya pelan. "Enggak, gue masih ada urusan. Lo masuk gih, gue mau balik." Tolakku karena hari ini masih ada urusan. Jadi, lain kali aja mampir. Dia mengangguk lalu masuk. Dia lucu, beda sama cewek-cewek lainnya. Aquila... kenapa tiba-tiba gue terus mikirin dia cuma gara-gara di kantin tadi? Setelah Aquila masuk ke rumahnya, gue langsung masuk ke mobil untuk pergi. Rumahnya sepi banget. Apa dia sendirian tinggal di rumah sebesar ini? Drttt... Drttt "Halo?" "Eh lo di mana? Katanya mau ikut gue ke studio musik. Kesini cepet!" semprot Arnold. "Iya, ini lagi di jalan. Lo tunggu aja." Tanpa nunggu Arnold ngomong lagi, gue langsung matiin panggilan. Pasti sekarang dia lagi maki-maki nggak jelas. Itu anak suka banget marah-marah. Heran gue, dia nggak pernah slow, selalu ngegas nggak kenal tempat dan waktu. Karena nggak mau bikin Arnold nunggu lama, gue pun langsung ngebut buat nyusul dia. Sebenarnya gue males ikut acara musik, tapi dia selalu maksa. Suara dia bagus, cocok sama hobinya. Lah gue? Cuma bisa ngerap aja. Keburu males ikut begituan. Hari ini Regan merasa lega karena tadi pagi bundanya sudah tahu hubungan dirinya dengan Aquila. Ia pikir ibunya akan marah, tapi ternyata tidak. Sang ibu malah berkomentar baik. Jadi sekarang Regan hanya perlu menjaga Aquila dengan baik setelah mendapat izin. "Ayo turun!" ajak Regan. Ia membawa Aquila ke tempat latihan. Dua hari lagi Regan akan mengikuti turnamen karate, jadi beberapa hari ini ia sibuk berlatih. Di sana sudah ada Arnold yang selalu menemaninya. Meskipun tidak terlalu suka karate, Arnold tetap menemani sahabatnya. Ia lebih suka taekwondo, kadang juga ikut latihan Regan untuk sedikit belajar. Regan memang suka semua jenis bela diri dan sering ikut turnamen. Awalnya ia ingin ikut pelatihan tinju, tapi Renatha—ibunya—tidak memberi izin. "Udah lama?" tanya Regan pada Arnold yang sedang duduk santai. "Baru. Udah sana lo, dari tadi ditunggu guru lo. Kata si Kumis tuh," ujar Arnold sambil mengangguk ke arah pria berumur tiga puluhan dengan kumis tebal. "Oke. Eh, titip Aquila." Setelah itu Regan langsung berjalan meninggalkan keduanya. Arnold menggeleng melihat sikap Regan yang acuh pada gadis yang dibawanya. Harusnya bicara sedikit pada Aquila, malah langsung pergi. Gadis itu juga hanya diam dengan kepala tertunduk. "Aquila, sini duduk. Regan nggak lama latihannya. Nih, pake jaket gue buat nutupin lutut lo," kata Arnold sambil menyodorkan jaket. Aquila masih memakai seragam sekolah. Rok yang ia kenakan memang tidak sependek murid lainnya. Tapi untuk duduk di sana bersama Arnold dan banyak laki-laki, dengan rok sekolah yang tidak menutupi lutut, membuat Aquila bimbang. Untungnya ada jaket Arnold untuk menutupi lututnya. Dari kejauhan, Regan memperhatikan Aquila yang tampak kurang nyaman. Gadis itu hanya diam, kadang menjawab dan mengangguk ketika Arnold mengajaknya bicara. Arnold memang lebih lembut dan mengerti perasaan gadis. Berbeda sekali dengan Regan yang cenderung acuh. Karena tidak ingin membuat Aquila semakin merasa tidak nyaman, akhirnya Regan mengakhiri latihannya lebih cepat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

Oh, My Boss

read
386.9K
bc

Revenge

read
35.4K
bc

MY LITTLE BRIDE (Rahasia Istri Pengganti)

read
19.3K
bc

Beautiful Pain

read
13.6K
bc

Penghangat Ranjang Tuan CEO

read
33.7K
bc

Hati Yang Tersakiti

read
6.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook