DUA

1225 Words
Pria dengan ransel di punggung itu menatap Soojin dengan wajah bingung, ia juga menggaruk kepala bagian belakangnya sendiri selama beberapa detik. “Lalu jika Nona tidak ingin bunuh diri, kenapa Nona memanjat pagar pembatas jembatan?” tanya nya. Soojin menghela napas, ia menatap ke arah kumpulan air yang begitu luas di depannya. Rasa sesak mengingat bagaimana respon dan perlakuan Minho padanya kembali terulang. Sampai sekarang ia masih tidak menyangka jika pria yang begitu dirinya percaya bisa dengan tega membuangnya dengan kejam setelah tahu ada kehidupan lain dalam rahimnya. “Bukan urusan mu, sebaiknya kau pergi sekarang,” sahut Soojin dengan suara ketus. Ia tidak peduli jika pria di hadapannya ini akan beranggapan jika dirinya adalah orang yang tidak tahu sopan santun juga kasar. Yang Soojin butuhkan saat ini adalah ketenangan, dan itu takkan ia dapatkan jika masih ada orang lain di dekatnya. Tidak mendapat respon, Soojin menoleh. Ia cukup terkejut saat mendapti pria dengan ransel tersebut masih saja berada di tempat semula. Ia juga tidak mengubah ekspresinya terhadap Soojin sampai saat ini. “Kau tidak dengar apa yang ku katakan tadi?” tanya Soojin lagi. Pria itu menghela napas, ia kemudian berjalan mendekat dan turut menyandarkan tubuhnya pada pematas jembatan seperti yang dilakukan Soojin saat ini, pria itu juga merogoh sesuatu dalam sakunya dan memberikan satu buah permen ke arah Soojin yang menatapnya dengan heran. “Jika aku tidak salah tebak, kau tidak dalam kondisi mood yang bagus. Dan setahuku juga, makanan manis bisa membantu untuk memperbaiki mood seseorang,” ucapnya. Soojin tidak lantas menerima permen tersebut, ia justru menatap dengan mata memincing ke arah pria tersebut. Sadar dengan tatapan penuh curiga Soojin, pria itu kemudian meraih tangan si wanita dan memberikan permen tersebut sambil tersenyum. “Aku tidak tahu apa masalah mu sekarang, tapi raut mendung di wajahmu itu sama sekali tidak terlihat bagus. Aku bukannya berniat menggombal atau apa, tapi sepertinya kau akan terlihat lebih cantik saat tersenyum.” Entah apa yang sudah dilakukan oleh pria dengan ransel tersebut hingga Soojin tanpa sadar tersenyum kecil, ia memandangi permen rasa strawberry di tangannya dengan senyum kecil yang tersemat di wajahnya, “Aku hamil.” Tanpa sadar Soojin mengatakan hal tersebut. Ia sendiri juga merasa heran setelahnya, ia bukanlah tipe orang yang bisa dengan gampangnya mengatakan soal kehidupan pribadinya, termasuk kepada orang-orang terdekatnya. Namun saat ini dirinya justru mengatakan hal yang tidak seharusnya kepada orang asing yang baru saja ia temui beberapa saat lalu. “Selamat! Tapi sebelum itu, alangkah baiknya jika kita saling mengenal satu sama lain,” pria itu mengulurkan tangannya. Soojin menatapnya dengan ragu, namun pada akhirnya ia tetap menjabat tangan pria tersebut. “Perkenalkan, aku Byun Baekho. Senang berkenalan dengan mu, Nona?” “Soojin,” sahut Soojin dengan suara lirih. Baekho mengangguk, ia kemudian mengeluarkan sebuah bunga mawar palsu dari dalam tasnya dan memberikan bunga tersebut pada Soojin. “Sekali lagi selamat untuk kehamilanmu,” ujarnya ceria. Soojin yang mendengar hal tersebut hanya diam diam menduduk, mendadak wajahnya terlihat murung. Baekho yang menyadari hal tersebut dengan cepat berusah mencairkan keadaan. “Kenapa kau tampak murung, bukankah kehamilan adalah satu berita bahagia?” Soojin menghela napas, ia mendongak, menatap langit malam yang terlihat kelabu tanpa sinar rembulan maupun bintang. “Andai saja berita kehamilan ku membawa kebahagiaan,” gumamnya dengan suara lirih. “Tapi sayangnya tidak semua berita kehamilan membawa kebahagiaan, beberapa diantaranya justru begitu dihindari dan menjadi sesuatu yang begitu menjijikan seperti aib,” ucap Soojin tanpa sadar. Baekho tersenyum kecil, ia mengerti apa yang dimaksud wanita di sampingnya ini. “Sebenarnya, pada dasarnya semua kabar kehamilan membawa kebahagiaan. Namun terkadang kabar bahagia tersebut hadir pada orang yang kurang tepat, itulah mengapa ada beberapa orang yang menganggap hal tersebut sebagai bencana.” “Tapi apa kau tahu, semua anak itu sama. Mereka polos, lugu dan juga murni. Entah mereka lahir karena sesuatu yang didamba ataupun karena ketidak sengajaan, tapi setiap anak adalah berkat dan bukan sebuah kesalahan,” lanjutnya. Soojin terdiam, ia mengamati Baekho dengan lamat. Pria dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi, kulit putih juga mata cerah layaknya anak anjing lucu itu memiliki sesuatu yang berbeda. Ia memiliki aura postif yang membuat setiap orang yang berada di sekitarnya akan merasa nyaman. “Sepertinya kata-kataku barusan tidak berefek, mau ku ajak ke suatu tempat?” *** Seperti sihir, Soojin bersedia mengikuti Baekho dengan mudah dan keduanya saat ini sudah ada di sebuah bukit yang berada tidak jauh dari keramaian kota. Dan dalam perjalanan pula baru Soojin tahu jika ternyata Baekho adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit di kota Seoul. Keduanya duduk di bawah sebuah pohon rindang. Dari atas sana mereka bisa melihat lampu-lampu jalanan dari mobil-mobil yang tengah berlalu lalang, juga lampu perumahan dan gedung-gedung menjulang yang nampak begitu cantik. “Tempat ini sepi dan jarang dikunjungi. Tidak banyak orang yang tahu. Kau bisa bercerita, berteriak atau melakukan apapun untuk mengeluarkan kesedihan mu, itu jauh lebih baik daripada harus melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri,” ucap Baekho memcah keheningan. Soojin terdiam selama beberapa saat, sejurus kemudian air mata mulai lolos membasahi area sekitar pipi. Tetes demi tetes air mata itu seakan berlomba untuk menuruni area pipi juga wajah Soojin yang mulai merah padam. Tangisan yang mulanya terdengar lirih kini mulai terdengar keras. Soojin menangis, meraung sambil memukuli dadanya sendiri yang terasa begitu sesak. Beban yang selama ini ia pikul seolah ia tumpahkan seluruhnya pada malam itu. Tangisan itu masih terus terdengar sampai kemudian teredam oleh sebuah dekapan hangat yang berasal dari Baekho. Pria itu memberanikan diri untuk memeluk Soojin, membiarkan wanita itu menyandar dan membasahi bajunya dengan air mata yang masih saja mengalir dengan derasnya. Setelah tangis Soojin agak reda, pelukan keduanya pun merenggang. Baekho memberikan sebuah sapu tangan ke arah Soojin yang disambut baik oleh si wanita. Keduanya terdiam cukup lama, mereka hanya diam dengan pikirannya masing-masing. “Aku hamil, tapi Ayah dari anak ini sepertinya tidak menginginkannya ada di dunia,” ujar Soojin dengan suara lirih. Ia mengelus perutnya sendiri yang masih datar, ada gurat sedih juga kecewa yang tergambar jelas di sana. “Kami sudah menjalani hubungan cukup lama. Aku selalu ada untuknya bahkan disaat terburuk yang ia punya, membantu dan menyemangatinya kapanpun ia membutuhkannya. Semua berjalan baik bahkan sampai dirinya menjadi dikenal oleh begitu banyak orang. Ia begitu dicintai dan mendapatkan perhatian dari banyak orang.” “Namun meski begitu sikapnya tidak pernah berubah. Ia tetap mejadi sosok yang begitu baik dan mencintaiku dengan tulus. Sampai suatu waktu kami melakukan kesalahan, kami melakukan sesuatu yang harusnya tidak kami lakukan. Dan hal itu membuahkan hasil.” Soojin menjeda kalimatnya, ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. “Pada awalnya ku pikir semua akan berjalan baik. Aku berpikir jika ia akan merasa senang dengan berita kehamilanku, tapi ternyata tidak. Dia tidak merasa senang dengan itu, ia bahkan dengan tega mengatakan jika anak yang ku kandung bukanlah anaknya. Ia tidak ingin sesuatu yang sudah susah payah dirinya raih hancur hanya karena sebuah kesalahan, aku....” Tidak sanggup melanjutkan, tangis Soojin kembali pecah saat itu juga. Baekho yang sejak tadi hanya diam dan menjadi pendengar dengan sigap merengkuh wanita itu, memberinya belaian lembut pada ujung kepala. Hampir sepuluh menit Soojin menangis, dan setelah tangis wanita itu cukup reda keduanya hanya saling diam selama beberapa saat sebelum kemudian sebuah ucapan yang keluar dari mulut Baekho membuat Soojin menoleh kaget. “Bagaimana jika kau menikah dengan ku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD