bc

Sweet Lies (Indonesia)

book_age16+
320
FOLLOW
1.6K
READ
love-triangle
family
love after marriage
goodgirl
independent
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Sila membutuhkan pacar untuk diajak ikut ke acara reuni SMA-nya. Ia ingin terlihat perfect dengan membawa gandengan yang tampan.

Bersamaan dengan itu, teman lamanya memperkenalkan dia dengan lelaki bernama Axel.

Sayangnya, Axel tengah mencari istri.

Lalu Sila dihadapkan pada pilihan harus menerima Axel atau tidak.

Masalahnya adalah Axel terlalu sempurna untuk Sila.

If it's to good to be true, then it's just to good to be true.

chap-preview
Free preview
Prolog
“Reuninya tanggal berapa, Fit?” “10 Juni, Sil. Gimana bisa dateng kan?” Sila menghela napas. Ia sebenarnya sangat merindukan teman-teman SMA-nya. Terlebih sudah cukup lama tidak bertemu dengan mereka. Selama ini dirinya hanya menjaga hubungan dengan komunikasi alias jarang bertemu. Itu pun juga tidak terlalu sering berkomunikasi. Yang paling rajin berkomunikasi dengannya hanya tiga sahabatnya sejak SMP. Yang juga kebetulan sekelas ketika SMA. Mereka adalah Vivi, Fitri, dan Lia. Saat iini ia tengah bicara dengan Fitri melalui telepon. “Angga dateng nggak ya?” tanya Sila penasaran. “Dateng!” “Serius? Demi apa?” “Dateng, Sil. Asli! Putra yang bilang.” Kebetulan Putra berpacaran dengan Fitri sejak jaman SMA hingga sekarang. Mereka benar-benar langgeng. Putra adalah ketua kelas Sila ketika SMA. Jadi hingga sudah menjadi alumni seperti sekarang, lelaki itu akan menjadi sumber informasi atau penghubung. “Aduh. Gimana ya?” Sila sungguh ingin datang. Terlebih Angga juga datang. Ini adalah kesempatan emas mengingat ia tidak pernah bertemu lagi dengan Angga setelah lulus SMA. Ini akan menjadi pertemuan pertamanya dengan Angga sejak terakhir kali mereka bertemu di acara perpisahan sekolah. “Kesempatan nih buat balas dendam. Kamu kan udah glow up parah. Ayo makanya dateng.” Visual Sila memang sudah terlihat lebih baik dibanding kala SMA dulu. Tentu saja. Berkat kuliah di kampus ternama di Indonesia. Dirinya jadi memiliki banyak teman baik yang mengajarinya cara untuk berdandan dan merawat diri. “Yuk dateng yuk. Aku kangen lho sama kamu. Udah lama nggak ketemu. Mumpung lagi pada di rumah semua sekarang.” Sila belum memiliki satu hal penting yang benar-benar harus ia bawa jika memang ingin mengikuti reuni. Pacar. Sila benar-benar berharap ia bisa segera memiliki pacar untuk diajak datang ke acara reuni tersebut. Sebuah pesan tiba-tiba masuk di ponselnya. Sila tahu karena ia dapat merasakan ponsel yang ditempelkan ke telinga itu bergetar. Ia langsung memeriksa pesan yang masuk. Sebuah pesan dari Arman. Keningnya mengernyit. Arman adalah teman satu kampusnya. Ia berbeda jurusan dengan lelaki itu namun mereka saling mengenal karena teman Sila adalah teman Arman. Ya, pertemanannya dengan Arman hanya sebatas saling tahu saja. From : Arman - temennya Mona Hai, Sil. Ini gue arman temennya mona. masih inget ngga? btw, lo masih di Jakarta bukan? Sila sengaja menamani kontak lelaki itu dengan tambahan keterangan ‘temennya Mona’. Sebab ada beberapa kontak dengan nama yang sama. Ada banyak orang yang Sila kenal jadi ia sering memberikan keterangan tambahan agar tidak lupa. Mengingat tidak semua kontak yang ia simpan memiliki intensitas komunikasi yang sering. Jadi bisa saja sewaktu-waktu Sila melupakannya. “Fit. Nanti aku kabarin lagi ya. Masih ada kerjaan.” “Oke, Sil. Kalo bisa dateng ya. Wajib.” “Nanti dikabarin ya. Makasih, Fitri.” Sambungan telepon terputus. Sila kemudian segera membalas pesan dari Arman. Rasanya ada sesuatu yang aneh karena tiba-tiba saja lelaki itu mengirimkan pesan. Padahal mereka satu angkatan dan sudah tamat tahun 2018 lalu. Sudah tiga tahun lamanya. To : Arman - temennya Mona Hai, Arman. Wah lo masih nyimpen kontak gue ternyata. Iya gue di Jakarta. Kenapa? From : Arman - temennya Mona iya hehehe.. gue boleh nelpon nggak? gue lagi mau nanya sesuatu nih. Satu alis Sila otomatis langsung terangkat. Ia merasa sangat curiga. Bagaimana tidak? Arman adalah teman yang tidak terlalu dekat. Hanya sekadar tahu saja. Mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lebih dari tiga tahun. Lalu kini tiba-tiba ingin menelpon. Bukankah itu benar-benar sangat aneh? Sila berusaha untuk berpikir positif. Mungkin saja Arman sedang membutuhkan lowongan pekerjaan atau informasi sejenisnya. Atau mungkin lelaki itu yang akan menawarkan pekerjaan? Yang terpikirkan oleh Sila saat ini hanya itu saja. From : Arman - temennya Mona kalo lo nggak bisa, gue vn aja Sila akan mencoba menerima. Bila lelaki itu melakukan hal aneh, maka Sila hanya perlu menutup telepon kemudian memblokir kontaknya. To : Arman - temennya Mona Boleh From : Arman - temennya Mona makasih Silaaa.. gue izin nelpon ya? Sila kemudian mengirimkan pesan balasan berupa sticker jempol. Lalu tidak perlu waktu lama, panggilan telepon masuk dari Arman. “Halo..” Suara lelaki itu terdengar lembut. “Halo, Man. Ada apa, Man?” “Sebelumnya sorry banget ya, Sil. Gue nggak ada angin nggak ada hujan ngehubungin lo.” “It’s okay. Jadi gimana?” “Sebelumnya maaf ya kalau lancang banget nanyanya. Tapi lo sekarang lagi ada pacar atau pasangan kah, Sil?” Sila membulatkan matanya karena merasa terkejut. Ternyata Arman bukan akan menanyakan mengenai lowongan kerja. Sila terdiam dan berpikir apa mungkin lelaki itu sedang ingin mendekatinya. Sungguh, Sila baru saja tadi berharap ia bisa memiliki pacar agar bisa diajaknya ikut reuni. Lalu sekarang Arman tiba-tiba menghubunginya. “Engga ada sih, Man. Kenapa emangnya?” “Wah pas banget nih. Kebetulan gue punya temen. Lagi nyari pacar. Lo mau nggak kira-kira ketemu untuk kenalan? Nanti gue temenin.” Sila kecewa karena berpikir bahwa Arman yang akan mendekatinya. Mengingat bahwa wajah lelaki itu tampan dan Arman juga pintar. Ia cukup berprestasi di kampus dulu. Intinya masih bisa Sila pertimbangkan kalau lelaki itu yang mau mendekat. “Oh ya?” “Iya. Kalo lo mau ketemuan, nanti kita atur waktu sama tempatnya.” Sila masih ingat dengan baik bahwa sejauh ini ia tidak pernah didekati oleh lelaki. Atau pun setidaknya ada teman yang mau mengenalkan dirinya dengan lelaki dengan harapan bisa menjalin hubungan. Arman adalah yang pertama kalinya. Lalu entah mengapa perasaan Sila mengatakan bahwa ia harus mencoba ini. Tidak ada salahnya untuk mencoba. “Boleh, Man.” *** “Nah ini dia.” Sila menoleh ke arah lelaki yang melangkah menuju mereka. Matanya membulat merasa terkejut. Demi apapun. Lelaki yang kini telah berada di depan mereka itu benar-benar sangat tampan. Sila sepertinya bermimpi bila ia benar-benar bisa memiliki pacar setampan dia. Sila benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama dengan lelaki itu. Sila jatuh cinta dengan ketampanannya. Sila tidak bisa berbohong. Lelaki itu benar-benar sangat mempesona. Lalu jangan lupakan aroma wangi dari lelaki itu. Begitu tiba, aromanya benar-benar memenuhi indera penciuman Sila. Aroma maskulin yang sangat menenangkan. Rambutnya klimis dengan cukuran undercut. Rapi. “Sorry agak terlambat.” “It’s okay, Bro.” Arman kemudian melirik ke arah Sila. “Ini yang gue ceritain. Kenalin namanya Sila.” Sila rasanya benar-benar mendadak terpaku ketika mata lelaki itu menatap ke arahnya. “Axel,” ujarnya seraya mengulurkan tangan. Terdengar sangat kaku dan dingin. Bahkan lelaki itu tidak tersenyum. Sila menjabat tangan lelaki itu seraya mengucapkan namanya. Detak jantungnya benar-benar tidak terkendali Kegiatan bersalaman itu hanya sekejap. Sang lelaki menarik tangannya dengan cepat kemudian duduk setelah dipersilahkan oleh Arman. Sila juga ikut duduk kembali. Kini ia merasa sangat grogi. Pertemuan perdana itu berlangsung dengan kegiatan makan malam. Arman yang lebih banyak menceritakan mengenai Sila kepada Axel. Lalu lelaki itu juga menceritakan sedikit mengenai Axel. Axel lebih banyak terdiam dan hanya sesekali menatap ke arah Sila. Sila juga lebih banyak diam karena ia tidak tahu apa yang harus disampaikan atau dibicarakan. Arman benar-benar menjadi juru bicara malam itu. Hingga setelah semua selesai makan malam, Arman pamit untuk pergi ke toilet sejenak. Meninggalkan Sila hanya dengan Axel. Membuat Sila merasa berdebar bukan main. “Aku mau to the point,” ujar Axel tiba-tiba. Sila memberanikan menatap mata lelaki itu. “Aku lagi cari istri.” Mata Sila membulat. Sejak tadi dirinya berasumsi bahwa Axel lebih banyak terdiam dan hanya sesekali menatapnya karena lelaki itu tidak tertarik. Sila sendiri cukup sadar diri karena dirinya tidak secantik itu. Axel adalah lelaki yang terlalu tampan untuk bisa ia miliki sebagai pacar. Dengan wajah setampan itu, Sila yakin bahwa tipe perempuan idamannya sudah tentu kelasnya jauh di atas Sila. Sila tidak termasuk. Jadi ia juga tidak akan berharap. Satu-satunya alasan bertahan adalah menghormati Arman yang tampak antusias. Akan tetapi lelaki itu justru mengatakan sedang mencari istri. “Maaf?” tanya Sila. Ia khawatir dirinya salah mendengar. “Aku lagi cari istri.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook