Chapter Three

7007 Words
Hari ini merupakan hari keberangkatan untuk rekreasi gabungan yang akan dilakukan oleh Sekolah Pluvon dan Piogia. Andrew dan Ryuzaki sedang memeriksa koper mereka, mereka takut ada barang yang tidak terbawa. Setelah semuanya siap mereka menghampiri Oma Maria yang telah menunggu mereka dari tadi. Ketika Andrew dan Ryuzaki keluar, Oma Maria langsung menyuruh mereka berdua masuk mobil lalu melajukan mobil itu ke SMA Pluvon. “Oma, terima kasih sudah mengantar kami.” Kata Andrew dan Ryuzaki saat mereka sampai di sekolah mereka. “Iya, sudah cepat naik nanti kalian tertinggal dan ingat jaga diri kalian baik-baik.” Nasihat Oma Maria. “Baik Oma.” Kata mereka berdua kompak, Oma Maria hanya bisa terkekeh melihat kekompakan mereka berdua. Mungkin karena mereka tumbuh bersama, karena itu mereka sangat kompak. Ketika Oma Maria akan masuk ke dalam mobilnya, dia melihat Cyan masuk kedalam Bus. Sontak dia langsung memanggil Ryuzaki dan Andrew. “Ryuzaki, Andrew kemari sebentar.” Kata Oma Maria serius. “Kenapa Oma?” Tanya Ryuzaki sambil berjalan kearah Oma Maria dengan Andrew disampingnya. “Orang yang masuk kedalam Bus barusan, kalian harus hati-hati padanya dia adalah pemilik sihir hitam.” Peringat Oma Maria pada kedua cucunya itu. “Oh Pak Cyan, kami sudah tahu Oma dia yang kami ceritakan pada Oma!” Ujar Andrew. “Sihir yang dia miliki lumayan kuat, jadi kalian harus berhati-hati ingat itu.” Kata Oma serius. “Kami mengerti.” Kata Ryuzaki membuat Oma Maria merasa lebih tenang. “Ya sudah cepat berangkat.” Kata Oma Maria “Baik Oma.” Kata mereka berdua lalu langsung berlari masuk kedalam Bus, karena teman-teman mereka sudah memanggil. Sementara itu Oma Maria hanya bisa berdoa semoga cucu kesayangannya itu bisa pulang dengan selamat dan tidak kurang sesuatu apapun. Didalam Bus, Ryuzaki dan Andrew duduk di bangku paling belakang karena bangku-bangku didepannya sudah diduduki semua. Sejak keberangkatannya Andrew dan Ryuzaki sibuk dengan novelnya dan musik yang didengarkan dalam earphonenya, mereka berdua memang memiliki hobi yang sama bahkan novel yang dibacapun dari jenis yang sama seperti novel fantasi, detektif atau horror. Tapi meskipun keduanya sibuk dengan novel masing-masing tapi bukan berarti mereka tidak tahu apa yang terjadi didalam bus itu. Bahkan mereka tahu kalau dari tadi Cyan memperhatikan mereka berdua. Tapi karena mereka sudah dilatih untuk menyembunyikan perasaan mereka, jadi Cyan tidak tahu kalau sebenarnya mereka sadar di perhatikan dari tadi. Setelah satu jam berlalu mereka telah sampai ditempat tujuan, tempat yang dipilih untuk acara kali ini adalah mansion diatas bukit. Mansion ini tidak hanya indah tapi juga mewah dan besar, tidak hanya itu letaknya juga dekat dengan peternakan sapi dan perkebunan teh. Tidak hanya itu mansion ini juga memiliki fasilitas yang lengkap seperti kolam renang, lapangan basket, dan track untuk lari. Semua siswa turun dari bus lalu berkumpul didepan busnya masing-masing, tidak lama kemudian rombongan bus dari SMA Piogia datang. Seperti yang dilakukan oleh siswa SMA Pluvon, para siswa SMA Piogia juga turun dan berkumpul didepan bus masing-masing. Kepala Sekolah dari masing-masing SMA saling berjabat tangan dan memulai pembicaraan tentang acara ini, tapi karena semua siswa sedang lelah mereka semuapun kesal. “Pak bisakah bicaranya nanti saja? Kami sudah lelah.” Kata salah seorang dari SMA Piogia dengan nada kesal. Mereka mulai menduduki koper mereka sambil meletakan tangan mereka di dahi untuk menghindari panas matahari. “Hai, bukan kalian saja yang lelah kami juga sabar sebentar kenapa!” jawab seorang siswa Pluvon yang tak kalah kesal mendengar perkataan siswa dari SMA Piogia. Mereka semua menjalani perjalanan jauh, tapi mereka malah dengan seenaknya protes seolah hanya mereka yang mengalami hal itu. “Hei! Kalian tau apa tentang lelah? SMA kami itu lebih jauh dari kalian.” Kata Rudolf yang malah menambah suasana panas antara kedua SMA itu. “SMA kami juga jauh jadi diamlah!” marah Steaven, mereka pikir hanya mereka saja yang bisa marah pikirnya. “Berani sekali kau, kau seharusnya tahu diri karena SMA kalian bisa ikut acara ini dengan SMA kami!” ujar siswa SMA Piogia yang bernama Hendrick yang malah menyombongkan SMA nya. “Apa maksud perkataanmu! Apa kau pikir SMA kalian lebih bagus dari kami?” ucap Steaven semakin terpancing emosi. SMA mereka memang bukan SMA bergengsi seperti SMA Piogia tapi SMA mereka termasuk jajaran SMA terbaik walaupun berada di pinggiran kota. “Memang benarkan, SMA kalian itukan dari kampung mana mungkin sama dengan SMA kami yang dari kota, benarkan teman-teman.” Kata Hendrick sengaja untuk semakin memancing kemarahan siswa SMA Pluvon. Dia senang melihat mereka marah, karena menurutnya itu tandanya perkataan yang dia katakan benar. Artinya dia hanya mencari pembenaran atas tindakan yang dia lakukan. Meskipun sebenarnya yang dia lakukan itu salah. “Kau…” geram Steaven “Seharusnya perkataanmu itu bisa dijaga.” Kata Andrew yang sudah tidak tahan dengan situasi ini. Dia cukup bersabar mendengar perkataan mereka sedari tadi. Mereka bahkan belum pernah bertanding akan tetapi mereka sudah sesumbar jika Sma mereka lebih baik. Menggelikan sekali pikir Andrew. “Apa maksudmu? Hah.. Apa kau tidak suka dengan perkataanku?” Hendrick semakin memprovokasi mereka. “Kalau benar memang kenapa?” Tanya Andrew datar, tatapan tajamnya langsung menusuk ke arah Hendrick. Dia awalnya sedikit bergidig melihat tatapan tajam Andrew, tapi dia mencoba mengabaikan hal itu. “Tidak, tapi itu berarti kau memang merasa perkataanku itu benar!” Kata Hendrick sambil menyeringai ke arah Andrew. “Aku tidak pernah merasa perkataan dari mulutmu yang kotor itu benar, tapi apa kau pikir hanya karena kami berasal dari KAMPUNG kami tidak bisa seperti kalian? Asal kalian tahu kami bahkan jauh lebih baik dari kalian.” Kata Andrew datar dan itu cukup membuat Hendrick berbalik kesal kepadanya. “Berani sekali kau berkata seperti itu.” Amarah Hendrick mulai terpancing karena Andrew. “Memang kenapa setiap orang berhak bicara apapun, dan setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya apa kau tidak tahu itu? Kau sungguh bodoh!” ejek Andrew yang disekelilingnya mulai muncul aura panas, bukan karena perdebatan itu tapi memang karena tubuh Andrew yang mengeluarkan hawa panas itu. Melihat hal itu, Ryuzaki mulai bersiaga. Dia takut jika Andrew malah bertindak nekad dan mencelakai Hendrick. “Awas kau!” seru Hendrick sambil melayangkan pukulan, tapi sebelum pukulan itu sampai pada Andrew seseorang terlebih dahulu menahan tangannya. “Apa yang kau lakukan? Minggir!” perintah Hendrick pada orang yang menahan pukulannya yang tidak dan tidak bukan adalah Ryuzaki. “Sebaiknya kau minta maaf sebelum Andrew benar-benar marah besar.” Kata Ryuzaki serius. “Untuk apa?” tanya Hendrick yang merasa jika dirinya tidak melakukan kesalahan apapun pada Andrew. “Tentu saja untuk perkataanmu bodoh.” Kata Andrew dengan intonasi yang sangat dingin, jika saja Ryuzaki tidak berada diantara mereka berdua dia mungkin sudah melayangkan pukulan pada Hendrick. “Sekali lagi kau sebut aku bodoh maka aku yakin kau tidak bisa berjalan besok!” ancam Hendrick, tapi hal itu sama sekali tidak membuat Andrew takut. Dia malah menyeringai pada Hendrick saat mendengar jika Hendrick akan membuatnya tidak bisa berjalan. “Mana mungkin kau membuatnya seperti itu, yang ada kau kehilangan tangan dan kakimu sekarang.” Cibir Ryuzaki, dia saja yang penyihir kewalahan melawan Andrew. Apalagi dia yang hanya manusia biasa. Andrew bahkan bisa dengan sangat mudah menghilangkan nyawanya. “Omong kosong.” Kata Hendrick tidak percaya. “Perlu kubuktikan.” Kata Andrew dengan cepat memelintir tangan Hendrick lalu menendang kakinya sehingga dia tertunduk jatuh ditanah dan itu cukup membuat semua siswa yang ada disana kaget. Terutama siswa SMA Pluvon, karena selama ini Andrew yang mereka kenal adalah Andrew yang dingin dan bijaksana dalam bertindak. Mereka tidak menyangka Andrew bisa jadi sangat menyeramkan saat marah. “Andrew, cepat hentikan kau bisa membuat tangannya remuk.” Kata Ryuzaki sambil mencoba menyingkirkan tangan Andrew dari Hendrick. “Baiklah, karena kau yang meminta. Dan kau ingat sekali lagi kau bilang seperti itu tentang SMA kami maka aku yakin kau akan cacat seumur hidupmu!” ancam Andrew. Dia sama sekali tidak main-main dengan perkataannya, dia bisa dengan mudah membuat siswa itu cacat jika dia masih bermain-main dengan siswa sekolahnya. Sementara itu Kepala Sekolah kedua SMA hanya bisa kaget dengan peristiwa itu dan akhirnya menyuruh mereka masuk ke mansion dan istirahat untuk mencegah hal yang lebih buruk terjadi. Kedua Kepala Sekolah itu hanya bisa saling meminta maaf karena keribuan yang siswa mereka lakukan. Sementara itu, para siswa langsung masuk kekamar mereka masing-masing. Setiap kamar dihuni 4 orang siswa dan kuncinya dibagikan ketika mereka masuk ke bus tadi. Andrew sekamar dengan Ryuzaki, Steaven, dan Lion dikamar 112. Ketika sampai dikamar mereka langsung membereskan pakaian mereka setelah selesai Steaven dan Lion langsung keluar sementara Andrew dan Ryuzaki rebahan ditempat tidur. “Apa kau gila tadi? Jika aku tidak menghalanginya meninjumu mungkin tangannya sudah melepuh oleh perisai yang kau buat.” Ujar Ryuzaki mengeluarkan kekesalannya ketika merasa kamar itu aman. “Maaf, aku hilang kendali tadi, kau tahu bukan kalau aku paing tidak suka dengan orang sombong seperti dia!” jawab Andrew yang justru terdengar seperti jawaban anak kecil yang di marahi oleh kakaknya. Hubungan mereka memang sudah seperti saudara. Ryuzaki kadang bisa bersikap seperti seorang kakak, seperti saat ini. Tapi dia juga bisa bersikap seperti seorang adik, sikap yang lebih sering dia lakukan di depan Andrew. “Tapi kau tidak perlu seperti itu!” ujar Ryuzaki frustasi. “Untung saja kekuatan sihir yang kau gunakan itu masih dalam tahap dasar, aku yakin Pak Cyan tidak akan menyadarinya! Tapi bagaimana kalau kekuatanmu keluar hah.” Cerca Ryuzaki “Iya, aku mengaku salah! aku janji tidak akan mengulangnya lagi tapi jangan marah aku tidak suka ada temanku yang marah.” Kata Andrew sambil menundukkan kepalanya. Persis seperti seorang anak kecil yang dimarahi oleh orangtuanya. “Baiklah.” Kata Ryuzaki menghela napas. Dia juga tidak bisa berlama-lama marah pada Andrew. Mungkin karena mereka sudah lama mengenal, karena itu mereka merasa sangat tidak nyaman jika salah satu dari mereka marah. Sementara itu tanpa mereka ketahui, di kamar seberang mereka yaitu kamar 113 adalah kamar Edward, Rudolf dan Hendrick. Sungguh takdir yang membingungkan. Mereka yang tadi berdebat di depan mansion ternyata memiliki kamar yang berseberangan. “Bagaimana keadaan tanganmu?” kata Edward khawatir, dia yakin kekuatan Andrew cukup kuat bahkan tanpa kekuatan sihirnya. Dia yakin jika Oma Maria melatih fisik kakak kembarnya itu dengan cukup baik. “Kau tahu rasanya masih sangat sakit, aku tidak tahu kalau ada orang yang sekuat itu!” keluh Hendrick sambil menarik ulur tangannya untuk melemaskan ototnya. “Itu salahmu sendiri kenapa terus membuat mereka marah.” Kata Rudolf. “Aku hanya tidak mau mereka merasa kalau kita dan mereka itu sama!” Hendrick mencoba membela dirinya. “Tapi kata-katamu keterlaluan!” ujar Edward, dia memang merasa perkataan temannya itu sudha keterlaluan jaid wajar jika Andrew marah. Dia juga pasti akan marah jika berada di posisi Andrew tadi. “Sudahlah jangan bahas itu lagi!” nampaknya Hendrick sangat sensitif karena topik mereka itu. “Ah iya! Aku baru sadar kalau orang yang memelintir tanganku itu sangat mirip denganmu hanya saja warna rambut dan matanya saja yang beda.” Ujar Hendrick mencoba mengganti topik pembicaraan mereka. “Benarkah? Mungkin hanya mirip saja!” Elak Edward, dia tidak mungkin mengaku jika itu kakak kembarnya. Bisa-bisa rencana orangtuanya gagal total karena hal itu. Untuk itu dia harus mencoba supaya dia tidak terkesan mengenal kakak kembarnya. “Mungkin juga!” Hendrick dengan mudahnya percaya. Entah dia benar-benar percaya atau hanya pura-pura tidak ada yang tahu hal itu. Sementara mereka berdua terus mengobrol mereka tidak sadar kalau Rudolf mengeluarkan senyum mengerikan. Akhirnya aku menemukannya pikirnya, tapi dia juga sedikit ragu karena ketika kejadian Andrew memelintir Hendrick dia tidak merasakan sihir. Padahal dia sangat yakin kalau itu diperbuat oleh sihir, dan yang paling membuatnya ragu didalam tubuh Andrew dia tidak merasakan ada darah penyihir setetespun. Namun, dia tidak akan menyerah. Masih banyak waktu untuk membuktikan jika Andrew dan Edward adalah orang yang dia cari. Lamunannya tidak berlangsung lama karena sebuah pengumuman berhasil membuyarkan lamunan tersebut. Isinya adalah semua siswa harus segera keluar dari kamarnya dan bergegas menuju lapang Basket karena pertandingan Basket akan segera dimulai. Dan itu sontak membuat seluruh siswa kaget, karena mereka masih lelah dan langsung disuruh untuk bertanding Basket. Tapi hal itu bukan halangan bagi para pemain inti SMA Pluvon dan Piogia, mereka justru merasa tertantang dengan pengumuman itu. Merekapun keluar dari kamarnya masing-masing dan ketika mereka sudah keluar alangkah terkejutnya mereka karena bertemu dengan orang yang mereka tidak sukai. “Wah ternyata, kamar kita berhadapan!” ejek Andrew sambil menatap Edward, Rudolf dan Hendrick datar. “Benar lalu kenapa?” Tanya Hendrick kesal. “Tak apa, ayo Ryu kita ke lapang nanti yang lain menunggu kita!” Kata Andrew sambil berlalu meninggalkan mereka bertiga di sana diikuti oleh Ryuzaki di belakangnya.  “Kalian lihat itu, bagaimana mungkin ada manusia sedingin itu!” seru Hendrick kesal sambil menunjuk kearah andrew. “Sudahlah!” Kata Edward mencoba menenangkan temannya. Tanpa dia sadari dia menatap kepergian Andrew dengan tatapan rindu. Wajah mereka sangat mirip, tentu saja karena mereka kembar identik. Hanya mata mereka yang berbeda, mata kakaknya berwarna biru gelap sementara matanya biru terang pikirnya. “Kalau kau ingin membuatnya malu lakukan itu dipertandingan basket nanti, buat dia tidak bisa berjalan seperti yang kau inginkan!” pancing Rudolf. “Bagaimana caranya?” Tanya Hendrick, Rudolf tersenyum melihat Hendrick dengan mudahnya terpancing dengan perkataannya. Dia pun mulai menceritakan rencananya untuk membuat kaki Andrew cedera. Edward tidak mengatakan apapun, tapi di dalam hatinya dia merasa khawatir jika apa yang mereka rencanakan terjadi pada Andrew. Namun dia tidak bisa melakukan apapun, jika dia mencegah mereka melakukan itu mereka pasti akan curiga kepadanya. Dia hanya bisa berdoa jika kakaknya lepas dari rencana kedua temannya itu. Di lapangan basket, nampak kedua tim sedang latihan sebelum pertandingan mereka. Hendrick, Rudolf dan Edward yang baru saja datang langsung mengganti pakaian mereka dengan seragam basket. Mereka bertiga bergabung dengan teman-teman mereka yang lebih dulu sampai di lapangan basket. Para pendukung dari kedua tim sudah berkumpul di pinggir lapangan basket. Mereka dengan semangat menyemangati tim yang mereka dukung. Sebelum pertandingan dimulai, wasit pertandingan memberikan istirahat sepuluh menit untuk memulihkan energi mereka. Setiap anggota pemain basket langsung kembali menuju tempat mereka masing-masing. “Ketua sepertinya orang itu terus memperhatikanmu!” kata Nicole pada Andrew sambil menyerahkan minuman untuknya. “Orang yang mana?” tanya Andrew pura-pura tidak tahu, padahal dia tahu sedari tadi Edward memperhatikannya. “Itu orang yang mukanya mirip dengan ketua.” jawab Nicole lagi sambil menunjuk Edward dengan dagunya. Andrew menengok ke arah yang ditunjukan oleh Nicole, dan benar saja Edward masih memperhatikannya dari sana. “Sudahlah jangan pikirkan itu mungkin dia hanya penasaran!” titah Andrew, Nicole hanya mengangguk. “Dan satu lagi jangan memanggilku ketua, huh kenapa semenjak aku jadi kapten sementara tim Basket ini semua orang selalu memanggilku ketua!” Keluh Andrew kesal, hampir semua temannya memanggilnya ketua karena terpilih menjadi kapten sementara di tim basketnya. “Hihihi.... tidak semua buktinya Ryuzaki tidak.” Kata Nicole sambil terkikik geli melihat kelakuan kapten sementara tim basketnya itu. Nicole memang lumayan dekat dengan Andrew mungkin karena mereka satu kelas dan juga merupakan anggota organisasi kelas jadi mereka berdua bisa dekat. Tapi dia bukan satu-satunya gadis yang dekat dengan Andrew karena masih ada Naysha yang juga merupakan siswi yang dekat dengan Andrew. “Itu pengecualian, sebab aku dan dia sudah lama dekat!” jelas Andrew kesal, tapi nampaknya Nicole sama sekali tidak peduli dengan kekesalan Andrew karena julukan itu. “Dan kau tahu, aku menyesal menjadikanmu asisten tim Basket! Seharusnya aku pilih Naysha saja supaya tidak cerewet.” Kata Andrew yang membuat Nicole cemberut kesal karena secara tidak langsung dikatai cerewet oleh Andrew. “Hei, apa kalian sudah selesai berdebatnya pertandingan akan dimulai sekarang!” ujar Ryuzaki yang entah sejak kapan ada di samping Andrew “Tentu saja ayo kita masuk ke lapang!” ajak Andrew, Ryuzaki hanya mengangguk kemudian mengikuti Andrew memasuki lapangan. “Huh, dasar laki-laki.”Cibir Nicole saat melihat keduanya sangat bersemangat memasuki lapangan. Andrew tidak mendengarkan cibiran Nicole dan terus berjalan ke lapang.Setelah kedua tim siap merekapun memulai pertandingan ini, sejak awal pertandingan Hendrick terus berusaha mencari celah untuk melukai kaki Andrew. Dia bermain dengan kasar, hingga pemain-pemain tim Andrew sedikit demi sedikit terluka karena ulah Hendrick. Andrew yang melihat itu tidak tinggal diam dia berusaha menjadi tameng bagi anggota timnya, hal itu justru membuat Hendrick sangat senang. Hendrick terus berusaha mencari anggota yang pas untuk bisa membuat Andrew lengah, karena saat dia hendak melukai anggota tim Andrew, Andrew akan mendorong orang itu atau memperingatkan agar hati-hati. Tapi Hendrick kemudian ingat dengan kejadian saat dia berkelahi dengan Andrew, dia ingat kalau Ryuzakilah yang membuat Andrew berhenti melukainya. Target Hendrick sekarang lebih terpokus pada Ryuzaki dan itu cukup membuat Andrew khawatir pada sahabatnya itu. Berulang kali Andrew hampir berhasil dicelakai oleh Hendrick tapi untungnya dia masih berhasil mengelak. Pertandingan Basket ini semakin memanas kedua tim tidak ada yang mengalah, skor kedua tim ini saling menngejar. Mereka tidak akan membiarkan selisih satu skor pun yang dapat membuat mereka kalah dari tim lawan. Dan hal itu cukup membuat Andrew kewalahan dia harus berperan ganda antara melindungi tim dari kekalahan dan melindungi Ryuzaki. Andrew terus melihat waktu yang tersisa, badannya sudah letih karena tugas yang dia lakukan. Waktu permainan tinggal 3 menit lagi tapi bagi Andrew itu sudah seperti setahun, dia terus berusaha mencetak angka bagi timnya tapi disisi lain dia juga terus berusaha melindungi Ryuzaki dari Hendrick. Sampai detik-detik terakhir ketika Andrew mencoba memasukkan bola ke ring dia lengah dan Hendrick memanfaatkan hal itu untuk membuat Andrew celaka. Dia sengaja memblok Andrew tepat didepannya ketika Andrew meloncat Hendrickpun meloncat, tepat setelah Andrew melempar bola ke ring Hendrick menendang kaki Andrew hingga Andrew kehilangan keseimbangan. Andrew terjatuh dan posisi kakinya yang salah membuat kakinya terkilir. Namun, dia berusaha menyembunyikan hal itu. Dia lebih fokus pada bola yang dilemparnya. Andrew berdoa semoga bolanya masuk dan membawakan kemenangan untuk timnya. Dan ternyata doanya terkabul bolanya masuk dan tepat setelahnya peluit tanda permainan berakhir berbunyi. Andrew tersenyum senang karena timnya menang, seluruh anggota timnya mendatanginya dan memeluknya sambil memujinya. “Ketua berkat kau kita menang!” ujar Steaven sambil mengacak-acak rambut Andrew saking senangnya karena kemenangan mereka. “Sudah ku bilang jangan panggil aku ketua, aku tidak suka!” Keluh Andrew, Steaven hanya tersenyum lebar menanggapi ucapan Andrew mereka memeluk Andrew sambil melompat-lompat. Tapi tidak lama suka cita mereka berubah jadi kekhawatiran. Andrew yang dari tadi berusaha menahan sakitnya tiba-tiba pingsan karena fisiknya sudah mecapai batas. Melihat Andrew pingsan, Ryuzaki menyuruh teman-temannya untuk menjauh dari dekat Andrew dengan alasan supaya dia lebih mudah menggendong Andrew pergi. Tapi alasan sebenarnya bukan itu, tapi karena setiap Andrew sakit atau pingsan tubuhnya akan mengeluarkan selubung tipis yang tak terlihat dan barang siapa yang menyentuh selubung itu pasti akan terbakar. Itu seperti mekanisme pertahanan tubuhnya agar tidak mudah di serang sekalipun dalam keadaan tidak sadar. Dan di sana, hanya Ryuzaki saja yang mengetahui hal ini. Tentu saja karena hanya dia penyihir yang hidup dengan Andrew. Karena itu dia tahu apa saja kebiasaan Andrew saat pingsan. Ryuzaki mengeluarkan selubung angin tipis ditangannya, hal itu bertujuan agar ketika dia menyentuh Andrew tangannya tidak terbakar. Walaupun tidak dipungkiri rasa panasnya masih bisa dirasakan. Harus dia akui pelindung Andrew lebih kuat darinya, karena itu rasa panas itu masih terasa. Dan lagi elemennya justru mendukung elemen Andrew jauh lebih kuat. Ryuzaki membawa Andrew ke kamar mereka dan membaringkannya di kasur. Dia memeriksa tubuh Andrew dan dia menemukan kaki kanan Andrew membiru dan sepertinya terkilir. Tak lama setelah Ryuzaki selesai memeriksa Andrew, Nicole datang dengan wajah panik. “Apa ketua tidak apa-apa?” tanya Nicole sambil melihat Andrew khawatir. “Dia tidak apa-apa! Hanya saja kakinya terkilir, sepertinya saat jatuh posisi kakinya salah.” jelas Ryuzaki. “Boleh aku melihatnya?” tanya Nicole yang tanpa persetujuan Ryuzaki langsung melihat kaki Andrew. “Hei, jika kau meminta izin setelah melihat kakinya untuk apa kau meminta izin? lagipula kenapa kau memegang kakinya?” cerca Ryuzaki marah. “Memangnya kenapa ada yang salah jika aku memegang kakinya? Lagipula aku tidak melakukan sesuatu yang membuat kakinya tambah parah!” Kata Nicole membela diri, tapi Ryuzaki tidak mendengarkan hal itu, dia kaget melihat tangan Nicole tak apa-apa padahal dia dapat merasakan selubung itu masih ada. “Bukan begitu hanya saja Andrew tidak suka dipegang sembarang orang!” ujar Ryuzaki saat sudah bisa mengatasi kekagetannya. Nicole mengangguk mendengar perkataan Ryuzaki sebagai tanda dia mempercayai Ryuzaki. “Kenapa tanganmu merah seperti itu? Tanganmu seperti telah memegang sesuatu yang panas!” Nicole penasaran saat dia melihat tangan Ryuzaki yang memerah seperti disiram air panas. “Jika aku memegang sesuatu yang panas maka tanganku akan melepuh bukan memerah dasar bodoh.” Elak Ryuzaki, dia tidak ingin Nicole merasa jika tangannya baru saja memegang sesuatu yang panas. Tapi tetap saja dia tidak bisa mengelabui Nicole dengan mudah, gadis itu cukup cerdas. “Huh, bukan begitu maksudku kulit tanganmu terlihat seperti baru saja keluar dari air panas. Kau tahu kulit orang ketika keluar dari pemandian air panas? Nah kulit tanganmu terlihat seperti itu.” Nicole sedikit kesal dengan perkataan Ryuzaki yang mengatakan dia bodoh. Dia tidak bodoh enak saja, nilai-nilainya selalu berasa diatas rata-rata asal dia tahu saja. “Oh, ini tanganku memang selalu seperti ini jika berkeringat!” ujar Ryuzaki beralasan. Tidak mungkin bukan dia mengatakan hal yang sebenarnya mengenai tangannya yang memerah karena Andrew. “Oh, kalau begitu tunggu sebentar.” Kata Nicole lalu masuk ke kamar mandi kemudian keluar lagi dengan air dalam baskom ditangannya. “Masukan tanganmu ke air ini supaya lebih baik.” Kata Nicole, Ryuzaki pun menurut dan memasukan tangannya kedalam air. Dan benar kata Nicole tangannya merasa lebih baik sekarang, warnanya sudah tidak semerah tadi. Dia masih terus memasukan tangannya didalam air baskom itu sampai dia tidak sadar kalau Andrew sudah bangun. Andrew mengerjap-ngerjapkan matanya, dia masih belum bisa melihat keadaan disekitarnya dengan benar. Tapi dia sudah berusaha mencari Ryuzaki, ketika dia melihat kesamping barulah dia melihat Ryuzaki dengan Nicole tapi dalam penglihatannya dia melihat ada yang lain pada Nicole. Diseluruh tubuh Nicole terlihat seperti memiliki selubung seperti air yang melingkupi tubuhnya. “Air.” Gumam Andrew, sontak Ryuzaki dan Nicole melihat kearahnya. “Apa maksudmu kau mau air? Kalau begitu aku akan bawakan untukmu!” Kata Nicole sambil keluar mencari air minum. “Sejak kapan kau bangun?” tanya Ryuzaki masih terlihat khawatir, tentu saja dia khawatir temannya itu tiba-tiba saja pingsan tanpa alasan. “Belum lama, apa kau merasakan ada yang aneh pada Nicole saat dia ada di dekatmu barusan?” tanya Andrew penasaran. “Tidak, hanya saja aku merasa udaranya menjadi sejuk, memang kenapa?” tanya Ryuzaki heran, Andrew mendengus karena Ryuzaki sangat tidak peka dengan keadaan di sekitarnya. “Aku melihat selubung air disekitar tubuhnya.” Jawab Andrew. “Selubung bagaimana maksudmu?” tanya Ryuzaki yang masih tak mengerti maksud perkataan Andrew. “Selubung seperti yang kau dan aku miliki! jika selubungmu terlihat seperti angin yang menjadi tameng dan selubungku cahaya berwarna merah maka dia diselubungi air!” jelas Andrew kesal karena Ryuzaki justru tidak peka disaat seperti ini. “Benarkah? Pantas saja ketika dia menyentuhmu tubuhnya tidak kepanasan seperti yang aku rasakan!” ujar Ryuzaki yang akhirnya mengerti dengan maksud Andrew. “Benarkah?” tanya Andrew yang tampaknya kaget dengan perkataan Ryuzaki. “Iya! aku saja sampai kaget tadi, apa mungkin dia adalah pemilik elemen air?” tanya Ryuzaki tidak yakin. Tapi jika benar, mereka tidak perlu susah payah mencari orang dengan elemen air lagi. “Mungkin saja!” Andrew tidak yakin, Oma Maria memang pernah berkata jika penyihir-penyihir yang nantinya akan membantunya dipindahkan ke dunia manusia untuk menghindari para pesuruh Raja Ronald. Tapi dia tidak yakin mereka akan bertemu semudah ini, jika memang benar mereka di dunia manusia. Mereka tidak mungkin di tempatkan di tempat yang sama bukan. “Mungkin saja apa?” tanya Nicole yang sudah kembali dengan air yang berada di tangannya. “Tidak, kami hanya membicarakan soal pertandingan basket yang kasar tadi!” elak Ryuzaki “Benarkah ketua?” tanya Nicole seolah tidak percaya dengan Ryuzaki. “Sudah ku bilang jangan panggil aku ketua! Ah kenapa semua orang senang memanggilku seperti itu?” Andrew frustasi. “Karena kau pantas jadi ketua!” jawab Nicole diiringi tawa puas Ryuzaki. “Ah sudahlah, kemarikan air itu aku mau minum!” Kata Andrew ketus. “Huh dasar padahal sudah sakit tapi masih berlagak.” Nicole mendengus kesal karena perkataan Andrew. “Sudahlah!” Ryuzaki mencoba menengahi keduanya, mereka berdua memang sering bertengkar jika bertemu. “Ah ya, aku harus membetulkan kakimu. Kau tahu, kakimu itu terkilir hah, tapi kau membiarkannya!” omel Ryuzaki persis seperti ibu-ibu yang mengomeli anaknya yang nakal. “Benarkah? Kalau begitu tolong betulkan tapi jangan sambil mengomel karena kau mirip Oma jika mengomel!” Ryuzaki melotot tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dia memang sering mengomel, tapi bukan berarti dia bisa disamakan dengan Oma Maria. “Huahahaha, kalian berdua itu lucu sekali jika sedang bertengkar!” Andrew dan Ryuzaki langsung melihat Nicole dengan padangan kesal. Bagaimana mungkin dia malah tertawa saat mereka berdua bertengkar. Normalnya orang lain akan melerai mereka, tapi dia malah menertawakannya. Ryuzaki dan Andrew bahkan tidak mengerti apa yang lucu dari pertengkaran mereka tadi. Di sisi lain di kamar 113, Hendrick, Rudolf dan Edward sedang membicarakan keberhasilan Hendrick membuat kaki Andrew cedera. Rudolf dan Hendrick tampak senang dengan hal itu. Akan tetapi, Edward sepertinya tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya pada Andrew. Jujur ketika Edward melihat Andrew pingsan dia merasa setengah nyawanya ikut jatuh bersama Andrew, dan itu cukup membuat Edward tidak nyaman. Sepertinya meskipun mereka lama berpisah, ikatan mereka masih kuat. “Aku sangat senang sekali saat melihat anak itu tiba-tiba pingsan, aku tidak menyangka recanamu sangat bagus!” puji Hendrick pada Rudolf, hal itu membuat Rudolf menjadi besar kepala dan merasa diatas angin. “Tentu saja aku memang hebat!” jawab Rudolf membanggakan dirinya sendiri. Dia sendiri sebenarnya tidak percaya rencananya akan berjalan mulus tanpa hambatan. Tapi bukankah itu bagus, baik itu untuknya maupun untuk sekolahnya pikir Rudolf. “Dia pasti berpikir ulang ketika ingin bermain-main lagi dengan kita!” Kata Hendrick sambil tersenyum licik. “Tentu saja harus begitu!” timpal Rudolf setuju, bagaimanapun dia tidak suka diremehkan. Apalagi oleh anak-anak kampung seperti siswa SMA Pluvon. “Oh, ya kenapa kau diam saja apa kau tidak senang?” tanya Hendrick pada Edward, dia curiga karena dari tadi Edward hanya diam saja dan tampak murung. “Aku, tentu saja aku senang, kau bercanda!” jawab Edward berusaha untuk tidak tampak gugup. “Lalu kenapa kau diam saja?” tanya Rudolf menatap Edward dengan tatapan menyelidik. “Aku hanya cape saja!” jawab Edward beralasan. “Aku ingin tidur dulu! bangunkan aku saat makan malam!” Kata Edward kemudian berbaring dan memejamkan matanya pura-pura tidur. Rudolf dan Hendrick hanya bisa menatap Edward dengan tatapan aneh, karena tidak biasanya dia seperti itu. Sementara Edward hanya bisa pura-pura tidur untuk menghindari tatapan curiga teman-temannya. Matahari sudah turun dari singgasananya, digantikan bulan yang menerangi gelapnya malam. Suasana di mansion mulai ramai oleh para siswa yang mulai berhamburan menuju ruang makan. Berbeda dengan Andrew yang sepertinya masih asyik dengan dunianya diatas tempat tidur, sudah berulang kali Ryuzaki mencoba membangunkan Andrew tapi tidak berhasil. Sepertinya efek pertandingan tadi masih melekat pada Andrew, rasa lelah yang dirasakan Andrew membuatnya enggan bangun dari alam mimpinya. Akan tetapi hal itu justru membuat Ryuzaki kesal karena Andrew tak bangun-bangun. sehingga akhirnya, sebuah ide jahil terlintas dibenak Ryuzaki. Dia pergi ke kamar mandi lalu mengambil segayung air, Ryuzaki kembali ke kamarnya lalu menyiramkan air yang dibawanya ke muka Andrew. Andrew yang merasakan mukanya basah langsung bangun dan berteriak. “BANJIRRR!” Teriaknya dengan sangat tidak elit. “Hei, jangan teriak-teriak lagipula gimana bisa banjir? Kita sedang ada di mansion mewah dan yang paling gak masuk akal kita itu ada dilantai 2 dasar bodoh.” ejek Ryuzaki dengan muka yang dibuat semenyebalkan yang dia bisa. “Aku kan hanya kaget! Lagipula kenapa kau nyiram mukaku pake air segala?” keluh Andrew yang kesal karena menjadi korban kejailan Ryuzaki. Padahal sebenarnya itu salah Andrew sendiri karena dia susah dibangunkan. “Salah sendiri susah dibangunkan jadi aku siram pakai air!” Kata Ryuzaki dengan wajah polos tanpa dosa. “Terus kenapa kau membangunkanku?” tanya Andrew mendelik kesal pada Ryuzaki. “Sekarang sudah waktunya makan malam! ayo kita ke ruang makan yang lain sudah pergi dari tadi.” Ajak Ryuzaki. “Oh, kalau begitu ayo kita pergi ke ruang makan.” Kata Andrew sambil berusaha berdiri. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Ryuzaki khawatir melihat Andrew yang nampaknya kesulitan berdiri. “Tenang saja aku cepat pulih! lagipula bukankah kau sudah menyembuhkanku dengan sihirmu dan lagi ini hanya luka kecil jadi jangan khawatir.” Andrew mencoba menenangkan Ryuzaki, dia tahu Ryuzaki mudah panik saat ada orang terdekatnya sakit atau terluka. “Benarkah?” tanya Ryuzaki tidak percaya. “Apa perlu kubuktikan?” kata Andrew sambil meloncat-loncat kecil, kakinya sakit bahkan sangat sakit. Tapi dia menahannya supaya Ryuzaki tidak khawatir padanya, dan berakhir dia diperlakukan seperti anak kecil yang tidak bisa apa-apa. “Hei, jangan loncat-loncat dulu itu belum sembuh benar apa kau ingin aku membatalkan keikut sertaanmu dalam lomba lari besok hah?” ancam Ryuzaki serius, tapi sepertinya itu cukup untuk menghentikan aksi ekstrim Andrew. “Jangan begitu, aku sudah menantikannya!” rajuk Andrew, cukup kalian tahu dia hanya melakukan itu kepada orang yang membuatnya nyaman saja. Dia tidak melakukannya kepada sembarangan orang. “Ah ya! apa kau tidak aneh kenapa mereka tidak sadar kalau kita berdua mengeluarkan sihir?” tanya Andrew yang merasa aneh kenapa mereka seolah tidak menyadari kalau dia dan Ryuzaki mengeluarkan sihir. “Benar juga, mungkin karena sihir kita sudah diberi mantra oleh Oma lagipula sihir yang kita gunakan masih dalam tahap dasar!” jawab Ryuzaki meskipun diapun ragu dengan jawabannya. “Itu benar, tapi bukankah kau dan aku bisa merasakan ada sihir walau sekecil apapun sihir itu?” Andrew maish merasa kalau hal itu sangat aneh. Mereka seolah pura-pura tidak mengetahui apapun, padahal mereka tahu. “Benar, tapi apa kau lupa itu berkat latihan keras yang Oma berikan pada kita.” Ryuzaki mencoba menghalau segala prasangka negatif di kepalanya. Dia berharap mereka memang tidak tahu jika Andrew dan Ryuzaki mengeluarkan sihir. Atau mungkin itu adalah harapan mereka berdua. Mereka berdua pada akhirnya pergi ke ruang makan, untuk makan malam. Perut mereka sudah mulai berdemo meminta diisi. Di sisi lain, mereka hanya mencari pengalihan dari pikiran mereka yang penuh dengan pikiran negatif. Di ruang makan telah penuh oleh para siswa yang sedang makan malam, mereka berdua mengedarkan padangannya mencari bangku yang kosong. Melihat Ryuzaki dan Andrew sedang mencari tempat duduk  Steaven langsung melambaikan tangannya dan memberi kode agar Ryuzaki dan Andrew duduk di mejanya. Ryuzaki dan Andrew pun berjalan mendekati Steaven dan duduk di kursi yang kosong ditempat itu. “Bagaimana dengan kakimu aku dengar dari Nicole kakimu terkilir?” tanya Steaven khawatir, mereka mungkin belum kenal lama. Tapi mereka sudah cukup dekat, karena itu wajar steaven merasa khawatir pada Andrew. “Sudah baikan berkat Ryuzaki, lagipula itu tidak terlalu parah jadi aku bisa berjalan seperti biasa!” jelas Andrew santai, dia tidak ingin mereka khawatir. Meskipun kakinya masih sakit, tapi dia sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit itu. “Iya tapi jangan dipaksakan juga karena bisa menjadi parah.” Kata Nicole khawatir. “Wah kau juga duduk disini kenapa aku tidak menyadarinya yah?” ejek Andrew seolah tidak menyadari keberadaan Nicole. “Huh, kau itu sangat menyebalkan!” Nicole kesal dia sudah khawatir pada Andrew, tapi Andrew malah mempermainkannya seperti itu. “Sudah jangan bertengkar lagi kenapa setiap kalian bertemu selalu saja bertengkar!” lerai Naysha yang sudah bosan dengan pertengkaran Andrew dan Nicole. Mereka berdua itu seperti tikus dan kucing, setiap bertemu pasti tidak akan pernah akur. “Iya itu benar aku setuju!” Ryuzaki mengangguk-anggukan kepalanya. “Itu karena dia menyebalkan.” Kata Andrew dan Nicole sambil menunjuk satu sama lain. “Huh kalian kompak sekali aku jadi iri!” ledek Steaven lalu tertawa disusul tawa Ryuzaki dan Naysha, yang menertawakan Andrew dan Nicole puas. “Terserah kalian sajalah! aku mau makan lalu istirahat lagi rasanya badanku masih pegal-pegal!” Andrew menyerah, percuma saja menimpali mereka karena mereka pasti akan lebih senang menggodanya dengan Nicole. “Tentu saja bagaimana kau tidak pegal mencetak skor sambil berusaha menjadi tameng.” Sindir Ryuzaki kesal, Andrew itu terlalu peka terhadap teman-temannya. Dan dia selalu merasa bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada mereka. Dan itu bukan sifat Andrew yang di sukai Ryuzaki. Dia kadang berharap sifat itu hilang dari sahabatnya itu. “Kau berlebihan Ryu.” Jawab Andrew kalem, dan itu membuat Ryuzaki melotot tidak percaya. Dia sama sekali tidak berlebihan, justru Andrew lah yang terlalu berlebihan melindungi mereka. “Tapi yang dikatakan oleh Ryu benar, bahkan ketika aku hampir diserang oleh anggota tim lawan kau yang mengingatkan dan menyelamatkanku.” Kata Steaven “Kalian itu mengada-ngada saja!” elak Andrew. “Semakin kau mengelak semakin kami merasa bersalah ketua.” Steaven mengatakan apa yang diarasakan oleh teman-teman mereka tadi. Mereka merasa bersalah karena merasa Andrew mengumpankan dirinya demi melindungi mereka. “Jangan panggil aku ketua!” Andrew kesal karena mereka terus memanggilnya dengan sebutan ketua. “Tapi kami semua senang memangilmu ketua sebab kau selalu menjadi ketua dalam berbagi bidang misal, ketua kelas, ketua basket, kau juga mulai menyingkirkan ketua OSIS disekolah kita karena jiwa kepemimpinanmu!” Kata Steaven sambil terkekeh, dia heran kenapa Andrew sangat tidak suka dipanggil ketua padahal dia cocok dengan panggilan itu. “Jangan memujinya seperti itu dia bisa besar kepala!” Kata Ryuzaki. “Dia memang sudah besar kepala.” Timpal Nicole. Andrew memutar bola matanya kesal, mereka semua sepertinya sangat senang meledeknya entah karena alasan apa. Sepertinya dia adalah orang yang mudah di ledek karena itu mereka sangat senang meledeknya. Entahlah, hanya teman-temannya yang tahu hal itu. Tidak ada lagi yang berbicara setelah itu, mereka semua sibuk dengan makanannya masing-masing. Namun ketenangan mereka tiba-tiba terusik oleh kedatangan Hendrick, Rudolf dan Edward. Walaupun bisa dibilang yang membuat kerusuhan hanya Hendrick dan Rudolf karena Edward hanya terpaksa ikut dengan teman-temannya. “Wah sepertinya ketua dari SMA Pluvon sedang makan!” cibir Hendrick sambil tersenyum menyebalkan ke arah Andrew. Tapi Andrew sama sekali tidak menghiraukannya, dia masih fokus pada makanannya. “Kalau dia sedang makan memangnya ada urusannya denganmu?” tanya Lion kesal, karena acara makan mereka terganngu oleh kedatang ketiga orang itu. “Tidak hanya saja aku penasaran bagaimana dengan kakinya, aku lihat kakinya salah posisi saat jatuh.” Hendrick dengan wajah pura-pura khawatir yang menurut teman-teman Andrew sangat menyebalkan. Mereka bahkan ingin melempar wajah itu dengan piring mereka, jika saja mereka sudah selesai makan mereka mungkin akan melakukan hal itu. “Kau ingin tahu? Ah tidak, kalian ingin tahu?” tanya Andrew dengan nada dibuat-buat, wajahnya masih tak berpaling dari makanannya seolah dia tidak tertarik dengan mereka bertiga. “Tidak juga ini hanyalah sebuah kemurahan hati kami untuk mengetahui keadaan musuh kami!” ejek Rudolf sambil tertawa menyebalkan. “Kalau begitu aku tidak akan memberitahumu! Lagipula tak ada untungnya juga jika kau tahu!” jawab Andrew tenang, dia masih pada pada posisinya sebelumnya. “Yak berani sekali kau.” Kata Rudolf menunjuk Andrew kesal. “Bukankah dia sudah bilang bukan urusan kalian! kenapa kalian selalu mengganggu kami sih.” Nicole benar-benar kesal sekarang, dia mencoba untuk mengabaikan mereka bertiga tapi mereka malah semakin menjadi. “Kau wanita yang cukup berani, apa kau tahu berurusan dengan siapa hah?” tanya Hendrick dan Rudolf. Sementara Edward, dia terpaku melihat Nicole sepertinya dia terkesima melihatnya. “Untuk apa kami tahu tak ada untungnya!” cibir Ryuzaki kesal. “Kalian ini benar-benar minta dihajar yah!” Rudolf marah, dia tidak suka direndahkan orang lain seperti sekarang. “Jangan ganggu kami, aku tidak suka waktu makanku diganggu!” Kata Andrew tegas, dia menatap mereka tepat kemanik matanya. Saat mereka menatap langsung kemata Andrew mereka semua terpaku dengan matanya. Terpancar jelas ketegasan didalam mata itu, itu cukup membuat Hendrick dan Rudolf ciut tapi tidak dengan Edward yang menatapnya penuh kerinduan dia tidak mengerti darimana rasa itu tapi yang jelas dia merindukan tatapan itu, tatapan kakaknya. “Sudahlah lebih baik kalian pergi sebelum kejadian seperti tadi siang terulang lagi!” Ryuzaki memperingati mereka, dia tidak ingin kejadian seperti tadi terjadi lagi. “Kalau kami tidak mau kalian mau apa?” ejek Hendrick diikuti tawa Rudolf, Edward hanya diam. Jujur dia tidak ingin mencari masalah untuk saat ini. “Kalau begitu aku saja yang pergi!” Kata Andrew beranjak dari tempat duduknya, saat dia berdiri kakinya mulai sakit lagi benar kata Ryuzaki tadi kakinya masih belum pulih dan karena dipaksa berdiri langsung kakinya sakit lagi. Tapi dia menahan rasa sakit itu dan mulai berjalan meninggalkan mereka. “Huh dasar manusia dingin, kau itu tak pantas jadi manusia tapi lebih pantas jadi es.” ledek Hendrick. Ryuzaki yang mendengar itu sontak kaget dia tahu sekali kalau sahabatnya itu tak suka dengan panggilan seperti itu. Sementara Andrew hanya diam ditempatnya, dia sedang menahan kekesalannya. “Lebih baik kau meminta maaf padanya sebelum dia marah.” Peringat Ryuzaki, dia tahu jika Andrew sedang menahan amarahnya. “Kalau aku tidak mau bagaimana?” tanya Hendrick dengan nada yang menyebalkan. “Kau itu keras kepala sekali, kau itu seharusnya jadi batu saja.” Kata Ryuzaki sambil berjalan kearah Andrew. Dia mulai merasakan aura merah dari tubuh Andrew walaupun aura itu kecil tapi tubuh Ryuzaki sangat peka. Karena itu dia mulai membujuk Andrew supaya pergi dari sana sebelum keadaan lebih buruk. Awalnya Andrew tidak ingin mendengarkan perkataan Ryuzaki dan ingin memberi mereka pelajaran. Akan tetapi akhirnya Ryuzaki berhasil membujuk Andrew. Andrew dan Ryuzaki pun pergi kekamar mereka, disusul oleh Steaven dan Lion yang menyusul mereka berdua. Sementara Nicole dan Naysha pergi ke kamar mereka sendiri, meninggalkan Hendrick, Rudolf dan Edward yang mematung diruang makan. Sejauh ini Edward masih bisa menyembunyikan kalau Andrew adalah kakaknya. Sifat Andrew yang seolah-olah mereka tak pernah saling mengenal membuat dia tidak lebih mudah untuk menyembunyikan kalau dia sudah tahu semuanya. Di sisi lain, Andrew memang sangat terampil dalam menyembunyikan ekspresi yang dimilikinya, tapi bukan berarti dia tidak bisa mengeluarkan ekspresi tersebut. Dia hanya bisa mengeluarkan ekspresi kepada orang-orang yang dipercayanya misalnya Ryuzaki dan Steaven. Andrew, Ryuzaki, Steaven dan Lion sudah sampai dikamarnya, mereka semua merebahkan dirinya di kasur sambil mengobrol. “Aku tak habis pikir kenapa sih mereka selalu mencari masalah dengan kita.” Kata Lion yang gemas oleh ulah Rudolf dkk. “Aku juga tidak tahu! Tapi sepertinya hanya dua dari mereka yang selalu mencari masalah yang satunya hanya diam saja.” timpal Steaven. “Oh maksudmu orang yang mirip dengan ketua itukan?” tanya Lion semangat, entah kenapa dia memang penasaran dengan siswa yang mirip dengan Andrew. “Mirip darimana kami tidak mirip!” elak Andrew, dia tidak ingin rahasia mereka terbongkar karena itu dia mengelak. “Kalian itu seperti kembar ketua! Kalau saja aku tidak mengenalmu mungkin aku sudah bilang seperti itu.” Kata Lion sambil melihat Andrew lekat-lekat, dia mencoba membandingkan wajah Andrew dan wajah Edward yang ada di kepalanya. “Sudahku bilang jangan panggil aku ketua!” Andrew sangat kesal karena mereka tetap memanggilnya ketua padahal dia sudah melarangnya. “Sudahlah terserah kalian saja aku mau tidur.” Lanjutnya sambil memejamkan mata, dia memutuskan untuk tidur menghindari pertanyaan-pertanyaan mereka yang mungkin tidak akan ada akhirnya. “Ryu kau setujukan dengan kami?” Steaven mencoba mengajak Ryu untuk berpihak kepada mereka. “Entahlah ini sulit dipercaya! Mereka memang cukup mirip, hanya saja aura yang mereka keluarkan berbeda!” jelas Ryuzaki dia sebenarnya tidak ingin mengiyakan apa yang mereka katakan. Tapi itu akan membuat situasi menjadi lebih aneh, karena itu dia menjawab sebisanya saja. “Tentu saja berbeda! Ketua selalu mengeluarkan aura yang baik, walaupun selalu ditutupi oleh sifatnya yang dingin.” Kata Lion, dia cukup mengenal Andrew dan dia yakin jika Andrew adalah orang baik. Meskipun kadang sifatnya sedingin es. “Kalian terlalu banyak bicara cepat tidur bukankah besok pagi kita ada pertandingan lari, dan kau Lion, kau ikutkan?” tanya Ryuzaki. “Tentu saja! Aku akan berusaha supaya aku bisa menang!” seru Lion semangat. “Ya sudah kalau begitu tidur yang cukup!” Kata Ryuzaki Mereka semuapun tidur seperti yang katakan oleh Ryuzaki. Sebelum Ryuzaki tidur dia memeriksa dulu kaki Andrew. Dan ternyata dugaannya ketika di ruang makan tadi benar kalau kaki Andrew sakit lagi. Saat Andrew berdiri diruang makan Ryuzaki melihat Andrew agak kesakitan, dia curiga kalau kakinya sakit. Tapi karena tidak mau Andrew menganggapnya sahabat yang terlalu khawatiran jadinya dia mengeceknya saat Andrew tidur. Ryuzakipun membetulkan lagi letak tulang Andrew. Walaupun itu hanya untuk sementara, karena Ryuzaki kurang menguasai tentang sihir penyembuhan. Setelah dia membenarkan tulang Andrew diapun tidur, dia berharap besok sahabatnya bisa lebih baik. Di sisi lain di kamar di depan kamar mereka. Rudolf, Hendrick dan Edward baru saja kembali dari ruang makan. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Sebenarnya mereka sudah menyelesaikan makan mereka dari satu jam yang lalu, tapi mereka mengobrol dengan teman-teman mereka dulu sebelum kembali ke kamar. “Kau terlihat sangat murung sejak datang kemari!” ujar Hendrick pada Edward, dia merasa Edward jarang bicara sejak mereka datang ke vila ini. “Aku hanya lelah, perjalanan kita cukup jauh bukan!” jawab Edward sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang miliknya. “Benarkah? Aku merasa kau seperti itu bukan karena lelah! Apa ini ada hubungannya dengan orang yang mirip denganmu?” pancing Rudolf. “Siapa maksudmu?” tanya Edward pura-pura tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh Rudolf. “Orang yang kakinya cedera karenaku!” Hendrick ikut-ikutan memancing Edward. Dia cukup penasaran bagaimana mungkin Andrew dan Edward sangat mirip. “Aku bahkan tidak mengenalnya!” Edward berbohong, tidak mungkin dia mengaku dengan semudah itu. “Benarkah? Kau yakin dia bukan kembaranmu?” tanya Rudolf dengan wajah yang dibuat sepenasaran mungkin. “Aku anak tunggal! Dan orangtuaku juga bilang aku anak satu-satunya mereka!” jawab Edward, dia kemudian menguap. Waktu memang sudah larut, karena itu wajar jika dia mengantuk. Karena mereka semua sudah mengantuk, pada akhirnya mereka bertiga tidur. Hendrick dan Rudolf sebenarnya masih inging bertanya, tapi Edward sudah lebih dulu memejamkan matanya untuk tidur. Mereka pun memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut sekarang. Masih ada waktu untuk bertanya lagi pada Edward besok.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD