Chapter One

4405 Words
Peringatan!!! Semua yang ada di cerita ini hanya fiktif belaka, dan sedikit melenceng dari sains! Malam itu suasana sangat sepi bulan tampak mulai tertutupi oleh bumi sehingga cahaya dari matahari tidak dipantulkan oleh bulan. Di sebuah rumah tampaklah beberapa orang yang sedang menunggu sesuatu dengan gusar. Sementara itu disebuah kamar dirumah itu tampaklah seorang wanita yang sedang berjuang untuk melahirkan anaknya. Sang Tabib yang menanganinya terus memberi arahan pada sang wanita agar terus mengatur napasnya. "Nyonya ayo tinggal sedikit lagi." Kata sang tabib, sang wanita terus berusaha mengatur napasnya. Dan terus berjuang mengeluarkan anak yang dikandungnya. Sementara itu diluar bulan semakin tertutup oleh bumi, semakin lama cahaya bulan semakin redup dan akhirnya tertutup sempurna oleh bumi dan disaat itulah terdengar suara tangisan bayi. "Selamat Nyonya bayi anda laki-laki dan dia sangat tampan." Kata Sang tabib sambil menggendong bayi yang baru saja lahir tersebut. "Bolehkah aku melihatnya?" tanya wanita itu. "Baiklah Nyonya." Kata tabib itu. Tapi belum sempat sang wanita melihat bayinya perutnya kembali mulas karena ingin melahirkan kembali. Sang tabib pun dengan cepat menyerahkan bayi itu kepada asistennya. Dan kembali memberi arahan kepada sang wanita untuk mengatur nafasnya seperti tadi. Diluar bulan mulai kembali menampakkan cahayanya walaupun baru sedikit tapi lama kelamaan cahaya itu semakin bertambah sampai akhirnya bulan kembali bercahaya dengan sempurna dan di saat itu pula tangisan kedua dari bayi yang dilahirkan oleh wanita itu terdengar. Sang tabib menggendong bayi itu lalu mendekatkannya pada kembarannya yang 15 menit lebih cepat terlahir kedunia daripada adiknya. Tapi saat kedua bayi itu didekatkan, cahaya muncul dari kedua bayi itu. Cahaya yang cukup menyilaukan dan membuat yang melihatnya takjub. Sang tabibpun terkejut dengan yanng baru saja dialaminya, sementara ibu dari kedua bayi tersebut tertidur karena kelelahan. “Cahaya apa itu?” tanya seorang pria yang tiba-tiba masuk ke kamar yang dijadikan ruang bersalin dadakan tersebut. “Ampun panglima, itu adalah cahaya dari kedua putera anda.” Kata sang tabib menunduk takut, bagaimana tidak? Orang yang dia hadapi adalah seorang panglima tinggi di kerajaannya. “Benarkah, bagaimana mungkin?” tanya sang Panglima panik, dia takut terjadi sesuatu dengan anaknya. “Sepertinya kedua putera anda memang terlahir untuk sesuatu yang hebat Panglima, karena seumur hidup saya baru kali ini saya membantu orang melahirkan dan bayinya mengeluarkan cahaya yang menakjubkan seperti tadi!” Jelas sang tabib memberanikan diri menjawab perkataan sang Panglima. “Sepertinya kau benar tabibku.” Jawab Panglima ada nada khawatir di dalam perkataannya itu. Karena jika benar anak-anaknya terlahir untuk sesuatu yang hebat, maka bahaya yang hebat juga akan menyertai anaknya. Dan sebagai orangtua, dia khawatir akan hal tersebut. Sang tabib, meminta Panglima untuk keluar karena dia akan memandikan terlebih dahulu kedua anak Panglima. Setelah sang panglima keluar, tabib itupun memandikan kedua bayi tersebut, sang tabib terkesima dengan keajaiban yang dimiliki oleh kedua bayi tersebut. Ketika dimandikan keduanya masih saja mengeluarkan cahaya, walaupun akhirnya cahaya itu meredup mulai dari kepala kaki badan dan terakhir ditangan kanan kedua bayi tersebut. Sang tabib memperhatikan kedua tangan kanan bayi itu, bayi yang lahir pertamakali memiliki sebuah tanda seperti tato yang membentuk matahari warnanya berwarna orange terang. Sementara sang adik memiliki tato bergambar bulan dengan warna kuning gading dan disisi-sisinya terdapat lingkaran berwarna biru. Merupakan tanda yang indah pikir tabib itu, setelah selesai memandikan sang tabib membawa kedua bayi itu kepada Ayah mereka yaitu sang panglima. Panglima menggendong salah satu dari bayi itu sementara yang satunya digendong oleh seorang lelaki yang merupakan teman dekat dari sang panglima. “Yang mana yang pertama kali lahir?” tanya sang panglima penasaran. “Putera anda yang pertama adalah yang memiliki tanda lahir bergambar matahari ditangan kanannya Panglima.” Jawab tabib itu sopan, sang Panglima mengucapkan terima kasih pada tabib yang telah membantu persalinan kedua putranya. Karena tugasnya sudah selesai, sang tabib pamit untuk pulang. “Sein, mau kau beri nama siapa kedua anakmu ini?” tanya teman sang Panglima “Aku akan akan memberi nama Andrew untuk yang pertama dan Edward untuk yang kedua, Hans.” Ujar Panglima Sein pada temannya yang diketahui bernama Hans itu. “Nama yang cukup bagus Sein, aku doakan mereka menjadi orang-orang yang akan berjasa dimasa depan.” Kata Hans sambil tersenyum. “Semoga saja Hans.” Ucap Panglima Sein terdengar khawatir. Dia tahu ucapan Hans itu adalah doa yang baik untuk kedua putranya, namun di balik doa tersebut dia merasa kalau kedua anaknya ini akan dekat dengan bahaya. Dan dia tidak ingin hal itu terjadi, namun sepertinya takdir menentukan sebaliknya. Entah apa yang direncanakan oleh takdir, tapi dia tahu kalau dia dan kedua anaknya tidak bisa menghindari takdir tersebut. Sementara itu disisi lain, di sebuah Kerajaan yang diselimuti oleh kabut gelap di setiap sisinya. Orang yang melihatnya pasti tidak akan berani memasuki Kerajaan itu, disanalah Raja Ronald tinggal dengan semua pengawal-pengawalnya. Raja yang terkenal dengan kekejamannya dan juga dikenal haus kekuasaan, saat ini Raja Ronald tampak sedang dalam keadaan gundah karena penglihatan yang baru saja didapatnya. Didalam penglihatannya dia akan di bunuh oleh dua orang anak kembar yang memiliki tanda bulan dan matahari di tangan kanan mereka. Dan itu membuat Raja Ronald geram sekaligus takut jika penglihatannya itu benar. “Cyan, kemari.” Perintah Raja Ronald. “Ada apa baginda?” tanya Cyan sambil memberikan hormat pada Raja Ronald. “Aku ingin kau mencari tahu orang yang memiliki tanda bulan dan bintang ditangan kanannya!” Perintah Raja Ronald. “Memangnya kenapa dengan orang yang memiliki tanda itu baginda?” tanya Cyan penasaran kenapa Rajanya itu sangat ingin membunuh kedua orang tersebut. “Mereka akan membunuhku! Jadi, aku ingin sebelum mereka melakukannya, mereka duluan yang aku bunuh.” Jawab Raja Ronald geram. “Baiklah Baginda permintaan baginda adalah perintah bagi hamba.” Kata Cyan lalu pergi untuk mencari kedua orang tersebut. Pagi hari dikerajaan Luce, Raja Anthoni yang mendengar bahwa kedua anak yang di ramalkan oleh sang peramal itu telah lahir. Dan menurut kabar yang dia terima anak itu adalah anak Panglima Sein. Sang Raja pun langsung memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Panglima Sein untuk menghadap kepadanya, karena ada hal penting yang ingin dia tanyakan pada panglimanya itu. “Anda memanggil hamba baginda?” tanya Panglima Sein saat menghadap pada Raja Anthoni. “Ah, iya aku memanggilmu Panglima untunglah kau segera kemari.” Raja Anthoni lega karena Panglima Sein cepat menemuinya. “Memangnya apa yang ingin anda bicarakan Baginda, sepertinya ini sangat penting?” tanya Panglima Sein. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu Panglima!” Kata Raja Anthoni serius. “Tanyakanlah Baginda.” Kata Panglima Sein “Aku ingin bertanya apakah benar anakmu lahir pada saat gerhana bulan Sein?” tanya Raja “Benar baginda mereka lahir pada saat gerhana bulan, menurut tabib yang membantu persalinan istri saya kakaknya lahir pada saat cahaya bulan tertutup sempurna dan adiknya lahir ketika cahaya bulan kembali seperti semula.” Jelas Panglima Sein “Ternyata peramal itu benar.” Kata Raja Anthoni senang. “Apa maksud anda baginda?” tanya Panglima Sein bingung. Raja Anthoni pun menjelaskan mengenai ramalan yang dikatakan oleh peramal istana. Dia menjelaskan mengenai legenda yang dikatakan oleh sang peramal pada Panglima Sein. Tentu saja Sein tidak langsung percaya dengan apa yang dikatakan oleh Raja Anthoni. Dia memang pernah mendengar hal itu dari ibunya, tapi semua itu hanya mitos baginya. Belum lagi anak-anaknya masih bayi dan sisi dewasanya tidak bisa merelakan anak-anaknya menghadapi bahaya untuk melawan Raja Ronald. Raja Anthoni tidak menyerah, dia tetap membujuk Sein. Raja Anthoni meminta Sein untuk melatih anak-anaknya supaya siap untuk melawan Raja Ronald saat mereka dewasa nanti. Sein masih sedikit ragu, namun pada akhirnya dia menyetujui keinginan Raja Ronald. Dia tidak bisa egois, sudah terlalu banyak rakyat Kerajaan Luce yang menjadi korban Raja Ronald. Dan sebagai Panglima dia tidak bisa membiarkan hal itu terus berlanjut. Dia sangat menyayangi anak-anaknya, tapi kewajibannya sebagai Panglima juga tidak bisa dia abaikan. Bukankah dia hanya harus melatih anak-anaknya sekuat mungkin supaya anak-anaknya bisa mengalahkan Raja Ronald tanpa terluka pikir Sein. Tapi dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan bukan. Rintangan mereka bukan hanya soal melatih anak-anak itu menjadi kuat. Masih banyak variabel lain yang membuat rencana mereka melenceng jauh, banyak pengganggu yang akan menjatuhkan mereka. Dan karena itu Raja Anthoni meminta Sein untuk membesarkan anak-anaknya di dunia manusia untuk menghindari para pengganggu tersebut. Namun, meski mereka sudah tinggal di dunia manusia tidak berarti para pengganggu itu tidak mengusik mereka. Tahun pertama mereka di dunia manusia bukanlah hal mudah. Keluarga Sein yang terbiasa menggunakan sihir harus meminimalisir penggunaan sihir mereka agar manusia tidak curiga. Di sisi lain para pengangganggu itu juga mengejar mereka sampai ke dunia manusia. Pada akhirnya mereka harus bermain petak umpet dengan para pengejar itu. Mereka bisa saja menghadapi para pengejar tersebut, kekuatan sihir keluarga Sein tidaklah lemah mereka bisa dengan mudah melawan para pengejar itu. Tapi di sisi lain, jika mereka melawan mereka maka para pengejar yang mengejar mereka pasti akan semakin banyak. Dan itu pasti akan merugikan bagi mereka, terlebih anak-anak Sein masih sangat kecil. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk bersembunyi dan menekan sihir mereka sekecil mungkin sehingga para pengejar itu tidak bisa mendeteksi mereka. Dan mereka hidup sebagaimana manusia normal, tanpa menggunakan sihir sama sekali. Lima tahun berlalu dengan sangat cepat, meskipun lima tahun itu bukanlah lima tahun yang mudah bagi keluarga Panglima Sein. Mereka harus tetap tidak terlacak dan memastikan para pengejar itu menjauh dengan umpan-umpan yang mereka berikan. Dan setelah lima tahun, kedua anak dari Panglima Sein pun telah tumbuh menjadi bocah-bocah yang menggemaskan. Kedua anak tersebut sekarang sedang bermain dihalaman sebuah rumah, mereka adalah Andrew dan Edward kecil yang terlihat sedang bermain. Tidak jauh dari mereka terdapat dua orang wanita satu ibu dari Andrew dan Edward sementara yang terlihat lebih tua merupakan nenek mereka yang sedang berkunjung kesana. Awalnya keluarga dan Panglima Sein itu satu rumah, tapi karena takut ada musuh yang menyadari mereka ada disini semua maka nenek dari Andrew dan Edward atau orangtua dari Panglima Sein memutuskan untuk berbeda rumah. Sehingga ketika kemungkinan itu terjadi Andrew dan Edward bisa di ungsikan ke rumah yang tidak di serang. “Mom, kenapa Dad belum pulang?” tanya Edward yang entah sejak kapan mendekati ibunya. “Sebentar lagi sayang, memangnya kenapa?” tanya Clarisa ibu dari anak kembar itu. “Tidak apa-apa aku hanya ingin meminta mainanku pada Dad!” Jawab Edward dengan pengucapan yang masih belum jelas sepenuhnya. Yah pelafalan Edward memang belum sepenuhnya benar, dan dia masih lima tahun tentu hal itu masih wajar bagi anak seusianya. “Oh, tunggu saja, sebentar lagi Dad pasti akan datang!” Kata Clarisa sambil mengelus rambut Edward pelan, Edward yang rambutnya dielus merasa senang. Dia semakin mendekatkan tubuhnya untuk memeluk Clarisa. “Andrew apa kau juga ingin menunggu Dad?” tanya Clarisa pada Andrew yang masih diam di halaman rumah mereka. “Untuk apa nanti juga kalau datang pasti aku melihatnya.” Kata Andrew datar, dia kembali melanjutkan kegiatannya yaitu melihat-lihat bunga yang di tanam oleh ibunya di halaman. Lebih tepatnya dia mengamati serangga yang hilir mudik singgah di bunga milik ibunya tersebut. Baginya melihat serangga-serangga itu jauh lebih menarik dibandingkan menunggu ayahnya yang entah kapan datangnya. “Kau tidak boleh seperti itu Andrew dia itu Daddy mu!” Tegur Maria nenek dari anak kembar itu. “Tapi Oma, aku kan sudah besar jadi aku tidak perlu menunggu Dad lagi!” Katanya seolah dia sudah dewasa. “Dan kalau aku ingin bertemu dengan Dad aku tidak perlu menunggunya datang, karena aku cukup menemuinya saat dia pulang dari kantor." Jelas Andrew yang memang terlihat dewasa sebelum waktunya, dan sudah berulang kali keluarganya membujuknya untuk bersikap seperti anak-anak lain tapi dia tetap tidak mau dan tetap bersikap kalau dia sudah dewasa. Hal tersebut kadang menjadi hiburan sendiri bagi mereka, karena terkadang Andrew justru kesulitan karena sikapnya itu. Misalnya dia selalu bersi keras duduk sendiri di kursi meja makan padahal tinggi badannya belum tinggi dan membuat dia jadi sulit naik kursi tersebut. Clarisa dan Sein biasanya hanya menahan tawa melihat Andrew kesulitan menaiki kursinya. Di sisi lain, dia juga merasa kehilangan kenangan masa-masa menggemaskan dari Andrew. Karena jika biasanya Edward sering merajuk atau merengek saat ingin sesuatu maka Andrew biasanya hanya berkata datar. Mereka juga ingin Andrew bersikap seperti Edward, tapi sudah beberapa kalipun mereka memintanya Andrew selalu beralasan kalau dia sudah besar atau sudah dewasa. “Iya terserah Andrew saja! Oma selalu kalah kalau berdebat denganmu!" Kata oma Maria, disusul dengan tawa dari Edward dan Clarisa sementara Andrew hanya tersenyum saja. Andrew adalah anak yang pandai, terbukti di usianya yang baru 5 tahun ini dia sudah bisa membaca, menulis bahkan berhitung. Bukan hanya itu dia juga memiliki jiwa pemimpin yang kuat, mandiri, dan lebih dewasa jika dibandingkan dengan anak seusianya bagi orang yang baru melihatnya dia terlihat seperti anak yang dingin dan tak berperasaan tapi sebenarnya dia anak yang baik dan berhati hangat walaupun hanya sedikit yang merasakan kehangatan dari anak itu. Sementara Edward walaupun tidak sepintar Andrew dia juga sudah bisa membaca dan menulis walaupun baru sedikit dan masih dalam tahap belajar, dia termasuk anak yang manja dan bergantung pada orang lain itu karena fisiknya lebih lemah dari Andrew jadi dari kecil dia terbiasa dibantu oleh oranglain. Jika dilihat dari luar Edward seperti anak yang ceria tapi sebenarnya hatinya dingin dan tidak mudah mempercayai orang lain, dia sebenarnya memiliki perasaan iri kepada kakaknya karena dia merasa kalau orangtua mereka lebih menyayangi kakaknya. Misalnya saja saat bermain seperti tadi pada akhirnya mereka lebih memperhatikan Andrew daripada dirinya. Padahal dia tidak tahu saja kalau orangtuanya melakukan itu karena alasan lain. Andrew sangat sulit berekspresi oleh karena itu biasanya mereka menggodanya, supaya setidaknya Andrew berbicara walau selalu dengan nada datar. “Apa yang kalian tertawakan?” tanya Sein yang baru pulang dari kantornya “Tidak, kami hanya menertawakan kejadian lucu tadi Dad!” Jelas Andrew dengan nada datar khasnya. “Ehm, eh apa kalian tidak rindu pada Daddy? kenapa kalian tidak memeluk Daddy?” tanya Sein merajuk, tapi kedua tangannya direntangkan seolah meminta di peluk oleh kedua anaknya. “Kami merindukanmu Dad!” Kata Edward senang dia berlari menuju Sein lalu memeluknya, saat Sein sedang memeluk Edward dia mengisyaratkan pada Andrew untuk mendekat. Andrew pun mendekat, setelah dia dekat dengan Sein, Sein langsung memeluknya dengan posisi tangan kiri memeluk Edward dan tangan kanan memeluk Andrew. “Oh iya! Dad punya hadiah untuk kalian.” Kata Sein kemudian melepaskan pelukannya pada kedua anaknya. “Mana Dad?” tanya Edward antusias. “Ini untuk Andrew dan yang ini untuk Edward.” Kata Sein sambil memberikan bungkusan pada kedua anaknya itu. Andrew dan Edward membuka kedua bungkusan itu secara bersamaan, dan isi hadiahnya adalah Andrew mendapatkan helicopter mainan remot kontrol sementara Edward mendapatkan mobil mainan remot kontrol. “Kak, itu buatku saja kau yang ini.” Kata Edward karena merasa mainan milik kakaknya lebih menyenangkan untuk dimainkan daripada mainannya. “Tidak mau aku mau yang ini!” Ujar Andrew datar, bagaimana pun sikap dewasa Andrew dia tetaplah anak kecil yang mempunyai keinginannya sendiri dan ingin keinginannya terpenuhi. Itu wajar bagi anak kecil sepertinya, dia masih belum mengerti arti mengalah untuk oranglain. "Kak, kau yang ini saja ya!" Bujuk Edward sembari menyerahkan mobil mainan yang dibelikan oleh Sein pada Andrew. "Sekali tidak tetap tidak Edward! Lagipula sejak kapan kau suka pesawat terbang mainan? Bukannya dari dulu kau suka dengan mobil mainan." cerca Andrew yang kesal karena adiknya keras kepala. "Iya, tapi aku ingin helikopter itu kak." Lirih Edward "Sudah-sudah Edward kalau kau mau mainan seperti Andrew biar Daddy belikan! Tapi besok ya." Kata Sein sambil berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Edward. Dia mencoba memberikan pengertian pada Edward untuk tidak mengambil barang milik orang lain. "Aku tidak mau Dad, aku ingin sekarang!" Edward keras kepala, sepertinya perkataan Sein tidak di dengar sama sekali oleh Edward. "Kalau sekarang Daddy cape, besok saja ya!" Bujuk Sein, dia sudah sangat lelah sekarang. Jadi tidak mungkin kalau dia harus kembali ke toko mainan untuk membeli pesawat terbang seperti keinginan Edward. "Aku mau sekarang, Kak Andrew saja yang besok." Ujar Edward sambil membawa kabur mainan yang Andrew pegang. "Kembalikan mainanku Edward!" Teriak Andrew sambil berlari mengejar Edward. Kedua orangtua mereka hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihat tingkah kedua anaknya itu, sementara sang nenek hanya bisa menghela nafas melihat sifat mereka yang bertolak belakang. "Aku benar-benar pusing melihat kelakuan mereka berdua." Kata Sein "Iya mereka terlalu bertolak belakang, aku takut nanti mereka tidak bisa menjadi patner yang baik saat tugas mereka datang kelak." Ujar Clarisa dengan nada khawatir. "Tenang saja dengan jiwa pemimpin yang dimiliki oleh Andrew dia pasti bisa membimbing adiknya dengan baik." Ujar Oma Maria terdengar yakin dengan apa yang dia pikirkan. "Semoga saja mama benar, karena aku sangat khawatir mereka tidak bisa melakukan itu." Kata Sein sambil menghela napas panjang. "Percayalah padaku, Andrew sangat pintar dan dengan kepintarannya itu aku yakin dia bisa melakukan apapun." Ucap Oma Maria. Sementara para orangtua sedang membicarakan mereka, Andrew dan Edward masih saja saling mengejar. Mereka berlari mengelilingi halaman rumah lalu kedalam, karena sudah kelelahan di kejar oleh Kakaknya diapun memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan menguncinya dari dalam. Sementara Andrew hanya bisa pasrah mendapati mainannya di bawa kedalam kamar adiknya. Andrew pun pergi ke halaman rumah menemui Mom, Dad, dan Omanya. "Apa kau berhasil mendapatkannya Andrew?" Tanya oma Maria saat melihat Andrew berjalan kearah mereka. "Aku tidak berhasil mendapatkannya Oma, dia masuk ke kamarnya dan menguncinya dari dalam." Jawab Andrew kesal. "Sudahlah biar Mom yang bujuk dia besok." Kata Clarisa "Iya Mom." Ujar Andrew pasrah "Ya sudah kamu mandi lalu istirahat, liat tubuhmu penuh dengan keringat!" Kata oma Maria "Baiklah oma." ujar Andrew lalu berjalan menuju kamarnya. Dikamar Andrew di penuhi dengan macam-macam mainan pesawat terbang, dia memang menyukai hal-hal yang berbau pesawat sejak umurnya 4 tahun. Setelah sampai dikamarnya diapun mandi dan istirahat karena kelelahan mengejar adiknya tadi. Sementara itu dikamar Edward yang dipenuhi dengan mobil remote control itu, dia sedang mencoba memainkan mainan milik kakaknya. Dia mulai dengan menerbangkannya setelah berhasil dia mencoba mengontrol mainan itu tapi selalu tidak berhasil, helicopter itu selalu menabrak tembok sebelum dia berhasil membelokkannya. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba dan terus gagal dia menyerah memainkannya lalu dia memutuskan untuk tidur. Pagi harinya, keluarga Sein mulai berkumpul di meja makan untuk sarapan. Di ruang makan Clarisa dan Sein tampak sedang membereskan menu sarapan mereka. Mereka memang tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga, hal itu demi keamanan mereka sendiri. Karena mereka pernah beberapa kali menggunakan jasa asisten rumah tangga dan hasilnya kacau. Ada beberapa dari mereka merupakan penyihir yang menyamar untuk mengincar kedua anak mereka. Dan yang lainnya manusia yang kurang bertanggung jawab. Akhirnya mereka menyerah menggunakan asisten rumah tangga, dan sesekali menggunakan sihir mereka hanya untuk membereskan rumah. "Andrew, dimana Edward?" tanya Sein saat dia melihat Andrew berjalan masuk ke ruang makan. "Mungkin dia masih tidur Dad." Jawab Andrew sambil mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada di meja makan. "Kenapa kau tidak membanggunkannya?" tanya Clarisa sambil membelai rambut Andrew dengan lembut. "Dia sudah besar Mom, dia bisa bangun sendiri." Kata Andrew dengan mudahnya. Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja nada bicara Andrew memang seperti itu. "Kalian itu masih 5 tahun, jadi kalian itu masih anak kecil." Kata Sein mencoba memberikan pengertian. Walau bagaimana pun dia tidak ingin anaknya dewasa sebelum waktunya. Dia masih ingin anaknya bergantung padanya dan bermanja-manja kepadanya, tapi Andrew benar-benar sangat mandiri. Dan itu membuat mereka merasa takut. Takut jika Andrew memendam masalanya sendirian. "Iya Dad benar kami masih lima tahun, tapi seharusnya dia belajar mandiri dari sekarang jangan bergantung pada oranglain terus!" Kata Andrew tegas. Sein hanya bisa pasrah mendengar pernyataan anaknya itu, karena apa yang diakatakan anak itu ada benarnya juga. Tapi, demi tuhan, mereka itu masih lima tahun dan sangat wajar bagi anak dengan umur seperti itu masih bergantu pada orangtuanya. Beberapa menit kemudian, Edward keluar dari kamarnya dengan masih memakai piyama dia terlihat masih sangat mengantuk. "Pagi Mom, Dad, Kak!" Kata Edward sambil mendudukan dirinya di samping Andrew. "Pagi Edward!"Jawab Sein sambil tersenyum kepada putra bungunya itu. "Cepat sarapan." Titah Clarisa "Baiklah Mom." Kata Edward Mereka pun memulai sarapan mereka dengan tenang, mereka memang terbiasa diam saat makan. Selain karena alasan sopan santun, mereka juga tidak ingin anak-anak mereka tersedak karena bicara sambil makan. Apalagi mereka masih kecil dab belum bisa makan dengan benar. "Edward, kembalikan mainan kakakmu kalau kau mau mainan pesawat nanti akan Mom berikan." Kata Clarisa ketika mereka sudah selesai sarapan . "Bawa saja dikamarku lagipula aku tidak bisa memainkannya." Kata Edward dengan entengnya. "Baiklah akan aku bawa." Kata Andrew. Andrew pun pergi ke kamar adiknya untuk membawa mainan miliknya, tapi alangkah terkejutnya dia saat melihat mainannya sudah rusak tak berbentuk. Dia sangat marah kepada adiknya itu, dia mengambil mainannya tapi dalam sekejap mainan miliknya itu meleleh karena di sentuh oleh tangannya. Suasana di kamar Edward menjadi sangat panas, karena kekuatan dari Andrew keluar tak terkendali mata Andrew yang tadinya biru kini berubah menjadi merah menyala. Dia pergi ke ruang makan dengan kondisi dirinya di kendalikan oleh amarah dan kekuatan yang dimilikinya. Setelah dia sampai di ruang makan, orangtuannya menyadari kalau ada yang aneh dengan anak pertamanya langsung berdiri dengan posisi siaga. Sementara Edward hanya bisa menatap kakaknya dengan perasaan takut. Di sisi lain Andrew yang melihat Edward langsung mengarahkan kekuatannya pada Edward orangtua mereka yang tidak siap dengan serangan Andrew yang tiba-tiba pada Edward membuat keduanya tidak bisa menangkis serangan Andrew akibatnya Edward terpental keras kebelakang lalu menabrak tembok dan pingsan. Kedua orangtuanya langsung menenangkan Andrew yang mencoba menyerang adiknya untuk yang kedua kalinya. Kedua orangtua Andrew dengan cepat melumpuhkan Andrew dengan memukul titik chi-nya sehingga Andrew akhirnya pingsan. Andrew pingsan cukup lama, bahkan hari sudah mulai siang sekarang. Tapi dia masih belum sadar dari pingsannya. Andrew tersadar dari pingsannya ketika waktu menunjukan pukul satu siang. Ketika dia sadar, dia melihat kalau sekarang dia sedang dikamarnya. Dia tidak ingat dengan kejadian sebelum dia pingsan yang dia ingat bahwa tadi pagi dia marah pada Edward karena mainannya dirusak. Dia tidak ingat kejadian setelanya, dan akhirnya dia hanya melamun memikirkan kejadian apa yang mungkin terjadi. Dia terlalu asik melamun sampai tidak sadar jika kedua orangtuanya dan juga Oma Maria masuk ke dalam kamar. "Kau sudah sadar!" Kata Sein saat melihat Andrew terduduk diatas kasurnya. "Dad bagaimana aku bisa disini?" tanya Andrew penasaran. "Kau tadi mengamuk apa kau tidak ingat?" tanya Sein memastikan jika anaknya itu sadar atau tidak saat dia melukai adiknya. Bukan dia mencurigai Andrew sengaja melukai Edward, dia hanya ingin memastikan bahwa Andrew sepenuhnya hilang kendali. "Apa maksud Dad dengan mengamuk?" tanya Andrew tidak mengerti. Mendengar jawaban Andrew, Sein merasa lega. Dia lega karena anaknya memang kehilangan kendali sehingga tidak sengaja melukai Edward. Walaupun dia yakin semarah apapun dia pada Edward, Andrew tidak mungkin melukai adiknya. "Kau sebenarnya bukan manusia biasa Andrew, kau adalah seorang penyihir yang menurut legenda akan mengalahkan seorang penyihir jahat yang kuat. Kau memiliki kekuatan yang tidak biasa akan tetapi kekuatanmu masih belum stabil jadi hanya akan keluar jika kau dalam bahaya atau ketika emosimu tak terkendali." Jelas oma Maria pada cucunya itu. "Lalu apa hubungannya dengan aku yang mengamuk?" tanya Andrew masih tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, "Kau tadi mengamuk karena kau emosi sebab mainanmu dirusak oleh Edward, akibatnya kau tadi menyerang Edward dan membuat dia pingsan dengan luka yang cukup parah. Tapi kau tenang saja Edward tidak akan mengingat hal ini karena Dad sudah menghapus ingatannya." Kata Sein mencoba menenangkan Andrew. Anak pertamanya itu sedikit sensitif, dia tidak ingin melukai hatinya. Meskipun perbuatan Andrew kali ini memang salah, tapi sebisa mungkin dia ingin memberikan penjelasan dengan cara lembut. "Jadi aku menyerang adikku sendiri?" tanya Andrew tak percaya. "Iya, dan oleh sebab itulah kami memutuskan agar kau tinggal bersama Omamu, karena disana kau bisa dilatih untuk mengendalikan kekuatanmu." Kata Sein akhirnya. Berat memang, tapi akan sangat sulit mengendalikan kekuatan Andrew karena itu sudah terlanjut bocor. Sein dan Clarisa juga tidak ingin melakukan hal itu, akan tetapi mereka harus mengambil jalan ini. Mereka tidak ingin ada kejadian seperti ini lagi terulang. Mereka mungkin bisa mengawasi Andrew saat mereka bersama, tapi baik Sein ataupun Clarisa tidak bisa selamanya menemani kedua anaknya. Kadang kala mereka harus meninggalkan mereka, karena itu mereka ingin meminimalisir Andrew kehilangan kendali lagi saat mereka tidak ada. "Tapi Dad, aku tidak mau kenapa hanya aku?" protes Andrew, dia tidak ingin berpisah dengan orangtuanya. Dia mungkin terlihat snagat mandiri, tapi dia juga masih anak berusia lima tahun yang masih memiliki sisi kanak-kanak. Ingin dimanja dan diperhatikan oleh orangtuanya, walaupun dia tidak mengatakannya secara langsung. "Tidak hanya kau saja Andrew, tapi Edward juga akan dilatih tapi tidak sekarang karena dia tidak akan siap dengan semua itu, sementara kau. Kau sudah pernah mengeluarkan kekuatanmu dan jika kau tidak dilatih maka kekuatanmu akan memaksamu untuk mengeluarkannya, sebab sekali kekuatan itu keluar maka dia akan melawan agar dikeluarkan kembali." Jelas Sein panjang lebar, dia mencoba memberikan pengertian pada anaknya itu. "Baiklah Dad aku mengerti tapi apa aku tidak bisa memiliki teman berlatih?" tanya Andrew "Tenang saja ada seseorang yang akan menemanimu." Kata oma Maria Mereka pun membereskan semua barang-barang Andrew untuk di bawa ke rumah Oma Maria. Andrew sendiri hanya bisa pasrah, dia ingin bersama orangtuanya tapi itu tidak mungkin untuk saat ini. Selesai mengemas semua barang Andrew, Oma Maria pun mengajak cucunya untuk segera pergi sebelum Edward sadar. Oma Maria dan Andrew langsung pergi dari rumah Clarisa dan Sein. Sepanjang perjalanan, Andrew melihat keluar mobil. Rumah Oma Maria dan rumah orangtuanya berjarak cukup jauh. Rumah orangtuanya berada perumahan yang terletak ditengah kota, sementara rumah Oma Maria berada di pinggiran kota. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, mereka akhirnya sampai di rumah Oma Maria. Saat mereka sampai di rumah Oma Maria mereka di sambut oleh seorang pria yang seumuran dengan Sein. Pria itu membungkuk hormat pada Oma Maria, tapi di balas dengan delikan tidak suka dari Oma Maria. Pria yang diperkenalkan oleh Oma Maria bernama Denish. Dia adalah anak angkat Oma Maria, meski pun Denish lebih menganggap Oma Maria sebagai tuan yang harus di layaninya sebagai bentuk balas budi. Selain Denish, Andrew juga diperkenalkan lagi dengan satu orang. Dia adalah Ryuzaki, anak yang juga disebutkan dalam ramalan seperti dirinya. Ryuzaki memang sering dititipkan pada Oma Maria karena orangtuanya kadang terlalu sibuk merawat adiknya Ryuzaki yang sering sakit-sakitan. Karena itu dia dititipkan pada Oma Maria sekaligus untuk melatih dirinya untuk menghadapi musuh mereka nanti. Dan pada akhirnya Andrew mulai tinggal bersama Oma Maria. Sementara Edward yang tinggal bersama dengan Sein dan Clarisa seluruh ingatannya dihapus. Dia tidak memiliki ingatan apapun tentang saudara kembarnya. Hal itu dilakukan agar dia tidak mencoba mengingat kejadian mengamuknya Andrew sebelum waktu yang ditentukan. Setidaknya itu yang mereka kira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD