Prolog
Hembusan nafas terdengar sangat jelas dari bibirnya. Telinganya sedari tadi mendengar dengan jelas teriakan berisi caci maki dan hinaan yang dilontarkan untuknya. Ia tidak marah, hanya saja ia kecewa dan merasa bahwa kelahirannya hanya ditakdirkan untuk menghancurkan kebahagiaan keluarganya sendiri
Sebuah kekehan dengan air mata yang mengalir dari matanya membuatnya sadar, bahwa hatinya masih merasakan sakit kala mendengar hinaan itu. padahal ia kira hatinya sudah kebal dengan semua hinaan dan caci maki yang ia terima, karna inilah yang ia dapatkan sedari kecil
"Mereka bertengkar lagi, Aluna?"
Matanya melirik ke samping, tempat sosok itu bertanya padanya. Namun, ia memilih diam seolah tidak mendengar apapun
"Kau tau, sampai sekarang yang kuingat hanya suara hinaan ibuku padaku." Tambah sosok itu
Sebelah alisnya terangkat, apa sosok ini tengah membicarakan kejadian semasa hidupnya?
"Bahkan setelah aku mati, dan hingga kini aku harus terkunci dalam dunia yang tidak seharusnya ku tempati, yang kuingat hanya hinaan dan caci maki ibuku, aku bahkan tidak tahu apakah dulu ibuku menyayangiku atau tidak. Atau ibuku juga sama seperti ibumu, sama sama membenci anaknya." Ucapnya lagi sembari tersenyum pahit, matanya memandang lurus ke depan seolah tengah membayangkan kejadian yang ia ucapkan
"Aluna, apa kau mendengarku?" Tanya sosok itu ragu
Aluna menganggukkan kepalanya pelan, membuat sosok itu tersenyum tipis. Sudah ia duga, gadis ini dapat melihat dan mendengar ucapan dari mahluk sepertinya
"Kau tau Aluna, rasanya sakit ketika yang kau ingat hanya hinaan dan caci maki untukmu. Aku sangat ingin mengingat ketika ibuku menyayangiku, meskipun aku ragu kalau ibuku dulu pernah menyayangiku. Karna itu, Kau harus bertahan Aluna, kau harus yakin kalau suatu saat kau akan mendapatkan kasih sayang yang lebih dari yang kau pikirkan." Ucap sosok sembari menatap Aluna, tak berapa lama sosok itu menghilang
Meninggalkan Aluna yang tengah terdiam mendengar kata kata terakhir sosok itu. Adakah yang akan menyayangi dirinya lebih dari yang ia pikirkan? Aluna meragu. Namun, ia mengingat bahwa ada yang masih menyayanginya hingga sekarang
Prangg
Terdengar suara pecahan dari luar kamarnya. Aluna pun lantas berjalan untuk melihat barang apa yang pecah, namun ucapan yang ia dengar membuat langkah kakinya berhenti
"Mau kemana kamu? Mau melihat kejadian yang di sebabkan oleh dirimu sendiri?"
Aluna menatap kakaknya yang tengah bersandar pada dinding dengan kedua tangan bersedekap. Raut serius terlihat jelas di wajahnya. Aluna menundukkan kepalanya, membuat kakaknya berdecak malas
"kenapa diam saja? Tidak mau memeluk kakakmu ini? hmm?" Tanyanya sembari merentangkan kedua tangannya
Aluna mengangkat kepalanya, lalu tersenyum dan segera memeluk tubuh kakaknya dengan sangat erat
"Aku sangat merindukanmu, kak." Gumam Aluna
kecupan di dahi diberikan kakaknya pada Aluna
"Aku juga sangat merindukanmu, Aluna." Balas kakak Aluna
pelukan mereka pun terlepas. Aluna tahu, hanya kakaknya lah satu-satunya orang di dunia ini yang sangat menyayanginya
"Kak Alvar? Kenapa sudah pulang?" Tanya Aluna bingung
Alvar tersenyum tipis, lalu kembali mengecup dahi Aluna dengan sedikit lebih lama. Setelahnya, hembusan nafas terdengar dari Alvar
"Kakak tiba-tiba merindukanmu Al, kakak boleh tanya sesuatu?"
Aluna menganggukkan kepalanya
"Kau benar-benar tidak ingin keluar, Aluna?"
pertanyaan ambigu itu membuat Aluna mengerutkan dahinya. Beberapa detik kemudian barulah Aluna sadar kemana jalan pertanyaan Alvar
Dengan senyuman tipis, Aluna menggelengkan kepalanya lalu menarik kakaknya agar masuk ke dalam kamarnya
"Kenapa? Sudah cukup kamu mendengar hinaan dari mereka, Aluna." Ucap Alvar bingung
"Aku akan selalu di sampingmu, Al. Bahkan jika kau memutuskan untuk keluar dari rumah ini, aku juga akan senantiasa berada di sampingmu." Tambah Alvar
"Karna itu kak, karna itu aku tidak mau pergi dari rumah ini kak." Balas Aluna
"Karna itu?" Tanya Alvar bingung
"Ya, karna jika aku pergi, kau pun juga pasti akan ikut pergi denganku. Dan itu berarti aku telah melakukan dosa, karna sudah menjauhkan seorang anak dari orang tuanya." Jawab Aluna sembari berhenti berjalan dan menatap wajah kakaknya
"Tidak ada orang tua yang tega menghina anaknya sendiri, Aluna." Balas Alvar
"Kau takut tidak bisa melanjutkan sekolahmu kan?" Tanya Alvar mencoba mencari hal lain
"Jangan takut Al, Kakak sudah mendapatkan pekerjaan. meskipun kita pergi, kamu masih bisa melanjutkan sekolahmu." Tambah nya
Aluna menghembuskan nafasnya pelan. Alvar akan selalu seperti ini, Kakaknya ini tidak akan pernah takut apapun meskipun ia harus berada dalam kemiskinan, karna yang Alvar takutkan hanya satu, yaitu Aluna pergi meninggalkannya
"Kalian mau pergi? pergi saja. Tidak perlu terlalu lama berpikir, padahal kalian sendiri tahu apa yang akan terjadi nantinya." ucapan sarkas itu membuat Aluna dan Alvar segera membalikkan tubuhnya
seorang perempuan yang tengah menatap mereka dengan ekspresi malas atau jijik? Entahlah, mereka berdua bingung dengan ekspresi wajah itu
"Saya muak memiliki anak seperti kalian berdua. Yang satu suka membangkang, dan satunya hanya bisa bikin malu keluarga. Lalu, untuk apa masih mempertahankan anak seperti itu? kalian hanya membuat saya menjadi boros karena harus membuang uang untuk kalian. " Tambahnya dengan nada begitu sinis
"Kenapa ibu berbicara seperti itu?" Tanya Alvar marah
"Terserah saya. Yang penting kalian segera pergi dari rumah ini. Saya sudah malas melihat wajah kalian. Ah, atau kalian mau saya usir lalu akan banyak tetangga yang melihat kita, itu kan yang kalian mau? Jadi, daripada saya mengusir kalian dengan cara yang tidak akan kalian bayangkan, lebih baik kalian segera pergi dari sini!" Ucap ibu mereka lalu pergi meninggalkan Alvar dan Aluna yang terdiam
Hati mereka sama-sama merasakan sakit hati. Sakit hati yang begitu dalam. Orang yang melahirkan mereka ternyata sangat-sangat membenci mereka hingga dengan teganya ingin mengusir mereka
Alvar menatap Aluna, dan Aluna menganggukkan kepala. Membuat Alvar tersenyum tipis ketika mengetahui maksud dari Aluna
Apa mereka seburuk itu hingga tidak diinginkan oleh orang tua mereka sendiri? Alvar menatap sang adik yang telah masuk ke dalam kamarnya untuk berkemas. Ia sedih untuk Aluna, sedari kecil tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka dan sekarang harus menerima kenyataan kalau orang tuanya ingin ia pergi dari rumah.
Ini yang Alvar takutkan. Ia takut kalau orang tuanya mengusir mereka meskipun hanya menggunakan kata-kata, karna itu Alvar lebih sering membujuk Aluna agar lebih dulu pergi dari rumah ini sebelum mereka diusir dan hanya akan menambah luka dalam hati Aluna
Alvar tahu dan mencoba paham dengan kelebihan yang Aluna miliki sedari kecil, mungkin dulu ia sedikit takut dengan Aluna. Tapi ketika melihat Aluna yang selalu sendiri dan selalu mendapat kemarahan dari orang tuanya, Alvar merasa tidak terima dan mulai mendekati adiknya. Namun, nyatanya orang tua mereka merasa kelebihan yang dimiliki Aluna adalah sebuah aib yang harus segera disingkirkan agar tidak merusak nama keluarga.
Alvar masih ingat ketika waktu kecil, Aluna ditinggal sendiri di depan sebuah pertokoan kosong. Untung saja waktu itu ia melihatnya dan langsung membawanya pulang ke rumah, meskipun akhirnya ia terkena marah dari kedua orang tuanya. Namun, diam-diam Alvar bahagia karena telah melindungi adik yang sempat ia jauhi itu
"Kakak, ayo aku udah selesai." Ucap Aluna menyadarkan lamunan Alvar
Alvar menatap Aluna sembari tersenyum tipis. Aluna mengernyitkan dahinya dan mengusap air mata yang ada di pipi Alvar
"Kakak nangis?" Tanyanya pelan
"Tidak, kakak hanya kelilipan karna debu." Balas Alvar sembari mengusap kedua pipinya
"Ayo pergi." Ajak Alvar sembari menarik koper milik Aluna
mereka berdua keluar dari rumah. Mereka akan pergi. Pergi Begitu jauh hingga dipastikan mereka tidak akan bisa bertemu lagi dimanapun dan sampai kapanpun. Setelah ini, tidak akan ada lagi yang bisa menyakiti hati mereka dan membuat mereka bersedih karena hinaan atau caci maki
Alvar akan mencoba membahagiakan adiknya bagaimanapun caranya. Hingga yang Aluna ingat hanya kebahagiaan dan kebahagiaan. Alvar berjanji akan hal itu