Bab. 2 Lamaran yang gagal

1542 Words
Mentari tampak bersinar, menerangi seisi alam dengan cahayanya yang hangat. Waktu sudah menunjukan pukul 09.00 WIB. Alex masih duduk di meja makan dengan mengenakan setelan kerja yang rapi. Bagi seorang CEO, dia bisa kapan saja datang dan pulang kerja sesuka hatinya. "Tumben belum berangkat? galau ni yee ...," ledek Pras sambil duduk di depannya. Alex melirik ke arah Pras sambil balik bertanya, "Kalau menurut lu yang mana?" "Lu bingung ya?" tanya Pras yang dijawab anggukan oleh Alex. Pras tampak berpikir sejenak sebelum menyampaikan pendapatnya. "Kalau pilih Bela, lu bakalan betah di ranjang," jawab Pras sambil tersenyum. "Kalau Sherly, bening Bro dan bodynya kayak gitar Spanyol," imbuhnya kembali. Alex akui ia tidak sepintar Pras yang pandai menilai. Baginya wanita itu sama saja, hanya mencintai harta. Apalagi type seperi Bela, ia sudah sering yang melihat wanita seperti itu, kalau Sherly memang sangat cantik sekali, tetapi terlalu penurut. Alex tidak suka wanita yang terlalu kalem. Mereka semua bukan wanita idaman bagi seorang Alex yang sedingin es. Jika saja bukan karena papinya yang mendesak untuk menikah. Enggan rasanya ia dengan perjodohan ini. "Tapi gue penasaran sama Riva. Gue yakin, dia pura-pura sakit tuh. Sepertinya ia menghindar dari perjodohan ini. Baru kali ini ada cewek yang tidak mau kenalan sama, lu," tutur Pras dengan penasaran. Mendengar itu Alex terdiam, ia tidak bercerita jika sebenarnya sudah berjumpa dengan Riva. Di dalam hatinya Alex sependapat dengan Pras. Riva tampak sehat-sehat saja. Bahkan gadis itu begitu jutek, saat Alex menyapanya. Belum pernah ia melihat seorang gadis yang sombong seperti Riva. Alex tampak mengepalkan tangannya menahan marah. "Lex!" panggil Pak Bram yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Alex sambil menepuk pundaknya. Sehingga membuat Alex terlihat sedikit kaget. "Bagaimana Kamu sudah tentukan pilihan?" Pak Bram bertanya sambil tersenyum menunggu jawaban. "Hemm ..., sudah Pi," jawab Alex dengan sedikit gugup. "Bagus ..., besok siang kita akan melamar Putri Pak Roby. Pras kamu persiapkan segala sesuatunya, ya!" seru Pak Bram dengan senangnya. "Kenapa secepat itu, Pi? Aku baru mengenal mereka," tanya Alex dengan sedikit protes atas rencana papinya. "Iya, karena minggu lusa papi harus terbang ke Jerman," jawab Pak Bram sambil duduk di depan putranya. "Tapi, Pi, apa itu tidak terlalu cepat kami baru sekali bertemu." Alex terlihat tidak sependapat dengan Pak Bram. "Lebih cepat lebih baik. Ingat Lex, usiamu sudah cukup untuk berumah tangga. Bahkan ada yang telah memiliki anak." Pak Bram mengeluarkan statement yang membuat Alex tidak bisa membantah lagi. Pras tersenyum kepada Alex sambil berkata, "Akhirnya awin juga," canda Pras sambil tertawa kecil. Alex tidak menjawab, dengan wajah juteknya ia langsung bangkit dan pamit untuk pergi ke kantor, "Alex berangkat, Pi." Pak Bram pun mengangguk. Pras langsung bergerak cepat, ia sudah terlihat sibuk mengurus bawaan untuk lamaran besok siang. Dari mulai memesan beberapa parcel buah dan aneka kue, sedangkan uang seserahan dan satu set perhiasan sudah disediakan oleh Pak Bram. *** Besok paginya Alex terlihat sedang mempersiapkan diri.Ia tampak memilah kemeja dan jas dari dalam lemari pakaian. Setelah menentukan pilihan, Alex segera mengenakan pakaiannya. Alex memandang ke arah cermin untuk memastikan penampilannya sudah oke. Dengan wajah tampan, sorot mata elang dan tubuh yang atletis, membuat ia sangat perfec. Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar diketuk. Tidak lama kemudian Pras masuk dan menghampiri Alex. "Bagaimana sudah siap belum? Ditunggu Papi tuh, di bawah," tanya Pras membuka pembicaraan. Alex segera membalikan badan menghadap Pras sambil berseru, "Ayo!" kemudian ia pergi keluar dari kamarnya, Pras tampak mengikuti dari belakang. Pak Bram terlihat sedang duduk di ruang tengah. Rona kebahagiaan terpancar dari wajahnya karena sebentar lagi putra tunggalnya akan melepas masa lajang. Dirinya sudah membayangkan rumahnya yang besar dan megah ini akan ramai oleh cucu-cucunya kelak. Sehingga ia tidak merasakan kesepian di masa tuanya nanti. Pak Bram segera berdiri ketika Alex dan Pras datang seraya berkata, "Sebaiknya kita jalan sekarng! ini hari sabtu takut macet jalur puncaknya!" seru Pak Bram "Semua sudah siap, Pras?" tanyanya memastikan. "Semua bawaan sudah masuk mobil, Pak," jawab Pras dengan yakin. Akhirnya mereka pun berangkat dengan mengunakan alphard putih. Tidak lama kemudian mobil itu meluncur membelah jalan menuju rumah Pak Roby di kota Bogor. *** Sementara itu di kediaman Pak Roby, semua tampak sibuk mempersiapkan diri dan penyambutan. Bela terlihat sudah mandi dan luluran. Setelah itu ia mulai bersolek, memoles wajahnya dengan make up. Kemudian memilah gaun yang paling terbagus. Sedangkan Sherly lebih tenang dari kakaknya. Dengan polesan bedak tipis dan sedikit bibir merah sudah membuat dirinya terlihat sangat cantik. Lain halnya dengan Riva yang masih terlihat santai di dalam kamarnya. Ia merasa tidak perlu mempersiapkan diri karena tidak ikut dalam perjodohan itu. Melihat putri keduanya yang belum berdandan Bu Roby pun segera menegurnya, "Ya ampun Riva, kenapa kamu masih belum rapi juga?!" "Buat apa sih, Mah? Kan Kak Bela dan Sherly yang akan dipilih," sergah Riva sambil tetap fokus pada ponselnya. "Walaupun kamu ga ikut dalam perjodohan itu. Tapi kamu harus hadir menyaksikan lamaran ini, sudah sana siap-siap!" seru Bu Roby sambil menatap putrinya dengan tajam. Riva pun tampak menghela nafas panjang dan menjawab dengan malas, "Iya mah." Gadis itu pun segera beranjak dari tempat tidurnya. Setelah mamahnya keluar dari kamar, Riva segera mengambil tas ransel yang sudah ia siapkan dari semalam. Gadis itu berpikir buat apa ia menghadiri lamaran saudarinya. Lebih baik pergi hiking dengan teman-temannya yang sudah direncanakan dati jauh hari. Riva pamit kepada ibunya akan pergi ke salon untuk berias diri. Bu Roby pun mengizinkan mengingat putrinya itu sedikit tomboy. Setelah sampai di depan pintu gerbang, Riva terlihat menyibak tanaman bunga. Di mana tadi ia sudah melempar tas ranselnya dari atas. Dirinya pun langsung berlari pergi sambil menenteng tas tersebut. Hari semakin siang Bu Roby tampak menyiapkan makanan yang dipesannya, untuk jamuan calon besannya nanti. Ia terpaksa menyediakan lauk yang beda dari biasanya karena tidak ingin mengecewakan tamunya yang orang kaya itu, meskipun harus mengeluarkan uang lebih. Pak Roby dan keluarga sudah siap untuk menyambut tamu. Ia dan istrinya mengenakan couple batik. Bela tampak cantik seperti pemain telenovela. Sementara Sherly terlihat anggun dengan kebaya moderennya. "Riva kemana, Mah?" tanya pak Roby, ketika ia tidak melihat putri kesayangannya tersebut. "Tadi pagi ia izin pergi ke salon, Pah," jawab Bu Roby sambil terus menghubungi Riva. Waktu yang ditunggu ia iapun telah tiba. Pak Bram dan keluarganya datang tepat waktu. "Assalammualaikum ...," ucap pak Bram, Alex dan Pras bersamaan. "Waalaikumsalam ...," jawab Pak Roby dan keluarga. Alex terlihat tampan dan gagah dengan setelan jas mahalnya. Begitupun dengan Pras, pria hitam manis itu terlihat rapi. Sementara itu Pak Bram mengenakan batik yang menambah wibawanya. Pak Roby menyambut hangat kedatangan Pak Bram. Sambil mempersilahkan untuk duduk. Pras meletakan sekotak set perhiasan berlian dan beberapa buah parcel dan kue di atas meja. Bela tidak melepaskan Alex dari pandangannya. Ia sudah tidak sabar lagi untuk dipilih oleh pemuda tampan itu. Setidaknya bila Sherly yang terpilih, dia masih tetap bisa menjadi kakak ipar orang kaya. Semua tampak tenang ketika Pak Bram akan membuka pembicaraan. "Jadi maksud kedatangan saya kemari, ingin mempersunting putri Pak Roby. Untuk menjadi istri buat anak saya, Alex," tutur pak Bram mengutarakan maksud kedatangannya. "Maaf sebelumnya Pak, siapakah yang nak Alex pilih. Bela atau Sherly?" tanya pak Roby meminta kepastian. Suasana pun menjadi hening, semua mata tertuju kepada Alex yang membuat ia jadi grogi menentukan pilihan. Alex menatap Bela yang mempesona kemudian Sherly yang anggun jelita. "Saya memilih ...." Alex tampak mengumpulkan keberaniannya. "Riva untuk menjadi istri saya." Semua yang hadir tampak terkejut mendengarnya. "Riva siapa?" tanya Pak Bram bingung. "Riva putri kedua saya Pak, maaf dia sedang tidak berada di tempat," jawab Pak Roby yang menjadi tidak enak kepada Pak Bram. Pak Roby pun berbisik kepada istrinya menanyakan apakah Riva sudah pulang. Bu Roby tampak menggelengkan kepalanya. "Lex, jangan membuang-buang waktu. Pilih Bela atau sherly saja!" seru pak Bram kepada putranya. "Alex sudah memilih Riva, Pi," tegas Alex kembali. "Tapi Riva tidak ada. Jangan buat Papi jadi malu di depan keluarga Pak Roby!" Pak Bram berseru sambil menahan emosinya. "Kalau tidak dengan Riva, aku tidak mau menikah." Alex terlihat tetap dengan pendiriannya dan tidak mau mengganti pilihan. Akhirnya Bela beranjak pergi dengan kecewa. Setelah mendengar keputusan Alex. Pak Bram pun mulai terlihat geram dengan keputusan anaknya. Kemudian ia berdiri sambil menunjuk ke arah Alex. "Dasar anak keras kepala!" Pekik Pak Bram sambil menahan rasa malu dan marah. Pak Bram memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sakit dan .. Brughk ...! Pak Bram pun ambruk tidak sadarkan diri. Untung pras dengan sigap menahan tubuh lelaki paruh baya itu. Suasana pun menjadi ricuh. "Papi, bangun Pi!" Alex tampak panik melihat Pak Bram tidak sadarkan diri, dengan segera ia membopong Papinya untuk dilarikan ke Rumah Sakit. Pak Roby dan istrinya hanya bisa mematung menyaksikan semua ini. Mereka tidak pernah menyangka lamaran itu menjadi kacau. Semua karena Alex memilih Riva yang tidak ikut dalam perkenalan kemarin. Bela terlihat kesal sekali, ia marah-marah di kamarnya. Padahal dirinya sangat berharap ia yang dipilih oleh Alex, tetapi kenapa Riva yang jelas-jelas menolak dalam perjodohan ini. Bu Roby terlihat sedih melihat masakan yang belum tersentuh. Padahal ia membeli makanan itu dengan uang belanja yang tersisa. "Kamu pergi ke mana, Riva? kenapa dirimu tega sekali dengan kami," lirih Bu Roby dengan mata yang berkaca-kaca. Sementara itu Pak Roby terlihat memegangi kepalanya yang terasa pusing. Dirinya tidak menyangka lamaran ini menjadi gagal dan batal. Sepertinya ia sudah pasrah akan kebangkrutan perusahaannya. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD