Chapter 01 [Pelajar Konfusius]

1892 Words
    Joseon, 1406. Malam beku di awal musim dingin yang semakin sempurna dengan butiran salju yang beterbangan di udara. Di tengah hutan belantara, tepatnya di kaki Gunung Seorak. Seorang wanita yang berada di usia tiga puluhan, berjalan dengan tenang menyusuri jalan setapak di tengah kegelapan. Terlihat dalam gendongannya, seorang gadis kecil berusia 4 tahun yang masih terjaga. Tak ada ketakutan dalam sorot mata wanita itu ketika hanya ada kegelapan yang berada di sekitarnya, begitupun tak ada perasaan khawatir tentang bahaya yang kemungkinan bisa menghampiri keduanya. Langkah wanita itu terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara tangis seorang bayi yang membelah kegelapan malam itu. Tatapan lembut dari netra gelap milik wanita itu kemudian terjatuh pada gadis kecil yang berada dalam gendongannya dan tengah menatapnya. Wanita itu lantas berucap, "kau juga mendengarnya, Ji Soo?" Kim Ji Soo, gadis kecil itu tak menjawab dan justru mengarahkan pandangannya ke arah yang hendak mereka tuju. Wanita itu kemudian kembali melangkahkan kakinya. Berjalan semakin dekat dengan suara tangis sang bayi yang masih terdengar itu. Tak begitu jauh dari tempat sebelumnya. Wanita itu melihat sebuah cahaya di ujung jalan yang ia tuju. Tanpa mempedulikan salju yang turun semakin banyak, wanita itu terus melangkahkan kakinya hingga menjangkau sumber cahaya yang tidak lain berasal dari sebuah rumah kecil di kaki Gunung Seorak. Suara tangisan bayi itu masih terdengar, dan bahkan jauh lebih keras, seakan tidak ada yang berusaha menenangkan bayi itu. Wanita itu kemudian naik ke teras dan mendekati pintu rumah yang tertutup. Berniat datang sebagai seorang tamu, wanita itu menggunakan tangannya yang terbebas untuk mengetuk pintu kayu di hadapannya. Namun setelah percobaan ke dua tidak mendapatkan respon, wanita itu lantas membuka pintu dan masuk tanpa permisi. Mendapati ruang kosong, langkah tenang wanita itu mengarah pada ruangan dengan pintu yang terbuka. Di mana dari sana suara tangis bayi itu berasal. Menjangkau pintu, pandangan wanita itu segera menemukan tiga orang dewasa. Satu pria dan seorang wanita yang tergeletak di lantai, serta satu wanita yang terbaring di tempat tidur dengan seorang bayi laki-laki yang sepertinya belum lama lahir, dilihat dari apa yang terjadi di sana. Wanita itu menurunkan Ji Soo lalu berjalan masuk untuk memeriksa keadaan ketiga orang dewasa di dalam ruangan itu. Sedangkan langkah kecil Ji Soo mengarah pada bayi laki-laki yang masih menangis tersebut. Tanpa sepengetahuan wanita itu, Ji Soo kecil mendudukkan diri di samping bayi itu. Sejenak memperhatikan wajah bayi yang tampak memerah itu, tangan mungil Ji Soo terangkat dan kemudian menyentuh dahi bayi itu dengan lembut. Tangan mungil itu kemudian bergerak mengusap surai tipis si bayi yang kemudian berhenti menangis dan menarik perhatian dari wanita yang datang bersama gadis kecil itu. Wanita itu memandang Ji Soo. Memperhatikan wajah gadis kecil itu dengan raut wajah yang tak bisa dijelaskan. Setelahnya ia pun beranjak berdiri dan menghampiri Ji Soo ketika telah mengetahui bahwa ketiga orang dewasa di ruangan itu telah tak bernyawa. Tanpa luka yang terlihat di tubuh mereka. Wanita itu duduk bersimpuh di samping Ji Soo dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk si kecil, "kau menyukainya, Ji Soo?" Gadis kecil itu tak menjawab, tak juga melepaskan pandangannya pada bayi laki-laki yang juga tengah memandangnya tersebut. Melihat hal itu, wanita itu lantas kembali berucap, "ingatlah ini baik-baik. Nama anak ini adalah Kim Tae Hwa … dan mulai hari ini, dia akan menjadi adikmu." Gadis kecil itu kembali tak memberikan respon, namun segaris senyum tipis terlihat di paras cantiknya bersamaan dengan tawa kecil dari bayi laki-laki itu. Setelahnya, wanita itu menggendong bayi laki-laki itu dan meninggalkan rumah sederhana itu dengan si kecil Ji Soo yang berjalan sembari berpegangan pada roknya. Saat menuruni tangga kayu yang tak begitu tinggi, Ji Soo kesulitan karena kakinya yang masih belum sampai menjangkau anak tangga. Wanita itu lantas mengulurkan tangannya yang terbebas untuk membantu gadis kecil itu. Berdiri di halaman, pandangan wanita itu mengarah pada langit. Terdapat sedikit kekhawatiran pada netra gelapnya ketika salju turun semakin lebat. Dia kemudian menjatuhkan kembali pandangannya, namun saat itu netranya menangkap pergerakan siluet hitam yang datang mendekat. Netra gelap wanita itu menajam. Menelisik ke dalam kegelapan untuk mengenali sosok asing itu. Dan hanya dalam hitungan detik, siluet hitam itu menampakkan diri di hadapannya. Netra gelap wanita itu memicing ketika mendapati seorang pemuda dengan penampilan yang aneh. Pemuda itu memakai pakaian dengan ukuran yang pas dengan tubuh tingginya. Rambut pendek yang bahkan tak bisa menutupi telinga. Pemuda dengan setelan jas yang sangat kontras dengan gaya berpakaian rakyat Joseon pada masa itu tentunya membuatnya terlihat sangat aneh. Pemuda dengan pembawaan angkuh dan dingin itu lantas berdiri dalam jarak dua meter dari wanita itu. Netra gelap wanita itu bertemu dengan tatapan dingin tanpa perasaan milik pemuda aneh itu. Wanita itu lantas menegur, "siapa kau?" "Apa yang akan kau lakukan pada anak itu, Cenayang Kim Soo Ya?" bukannya menjawab, pemuda itu justru balik melontarkan pertanyaan. Wanita itu tentunya merasa terkejut ketika pemuda asing itu mengetahui identitasnya, meski pada dasarnya mereka belum pernah bertatap muka sebelum malam itu. Wanita yang tidak lain adalah seorang Cenayang itu lantas berucap tanpa kehilangan ketenangan dalam nada bicaranya, "hanya ada dua kemungkinan kau bisa mengetahui namaku. Pertama, ini bukanlah pertemuan pertama kita. Ke dua, kau adalah seorang penguntit." Pemuda itu membalas dengan tak kalah tenang namun tampak mengintimidasi dengan tatapan dinginnya, "pendapatmu bukankah hal yang penting." "Begitukah? Kau menggunakan bahasa Joseon dengan sangat baik. Tapi dari pakaian yang kau kenakan, sepertinya kau bukan orang Joseon." "Pakaianku bukanlah hal yang penting." "Kalau begitu, kehadiranmu bukanlah hal yang penting pula bagiku." Keduanya terdiam sesaat tanpa melepaskan kontak mata di antara mereka. Namun perhatian pemuda itu teralihkan oleh pergerakan Ji Soo yang bermain-main dengan salju. Berbeda dengan Cenayang Kim yang tetap tak melepas pandangan darinya. Setelah beberapa saat, Cenayang Kim lantas menegur, "namamu. Kau perlu memberitahukan namamu sebelum melanjutkan pembicaraan … aku tidak pernah berniat untuk berbicara dengan orang asing." "Chae Hyeong Won," sahut pemuda itu dengan cepat. Ekor mata Cenayang Kim menangkap pergerakan Ji Soo. Ia lantas menegur, "Ji Soo, kau pergi terlalu jauh." Mendengar teguran dari sang ibu asuh, Ji Soo lantas berlari kecil dan kembali memegangi rok yang dikenakan oleh Cenayang Kim. Wanita itu kemudian kembali fokus pada pemuda aneh bernama Chae Hyeong Won tersebut. Cenayang Kim kembali menegur, "jadi, apa keperluanmu sehingga kau muncul di hadapanku, Tuan Muda?" "Aku datang untuk bayi itu." "Maksudmu, Kim Tae Hwa?" Rahang Hyeong Won tampak mengeras, seakan menghakimi bahwa Cenayang Kim tengah melakukan kesalahan fatal. Ia pun lantas berucap, "tidak seharusnya kau memberikan nama pada anak itu." "Kau mengenal anak ini?" "Biarkan dia pergi tanpa terikat takdir dengan siapapun." Hyeong Won melangkah mendekati tempat Cenayang Kim dan kemudian berhenti pada jarak satu meter. Pemuda itu kembali berucap, "kau tahu tentang kehidupan lain yang berada dalam tubuh anak itu. Jadi aku tidak akan menjelaskan apapun padamu." "Kau terlihat masih sangat muda, namun sikapmu terlalu arogan," tegur Cenayang Kim dengan lembut. "Aku bahkan jauh lebih tua dari apa yang tidak bisa kau bayangkan. Berikan bayi itu padaku." "Sebelum itu, katakan padaku apa yang ingin kau lakukan pada bayi ini." "Tidak ada kehidupan yang layak bagi bayi itu. Kelahiran yang membawa kutukan harus segera dihentikan." "Kau berniat membunuh bayi ini?" Hyeong Won tak menjawab dan itu merupakan sebuah pembenaran akan pertanyaan Cenayang Kim sebelumnya. Cenayang Kim kemudian berucap, "dengan membunuhnya dan membiarkan dia terlahir kembali dengan membawa takdir yang sama, kau pikir garis takdir akan terputus hanya dengan kematian? Berapa kali kau akan membunuh anak ini? Berapa kalipun itu, semua itu sepertinya tidak akan ada artinya ketika kau tidak bisa benar-benar memutus takdir anak ini." "Apa maksud dari perkataanmu?" "Anak ini memiliki jiwanya sendiri, dia memiliki hati. Terlepas dari siapa yang berbagi kehidupan dengannya, anak ini memiliki hak akan raga yang telah diberikan padanya … kelahiran telah menjadi takdir dari anak ini. Dan meski malam ini kau membunuhnya, di malam selanjutnya dia akan kembali menemui kelahirannya … apapun yang kau lakukan, tidak akan bisa merubah takdir anak ini. Kecuali dia sendiri yang menginginkan hal itu." "Lalu apa yang akan kau lakukan pada anak itu?" "Yang perlu kita lakukan hanya membatasinya sampai dia mampu memenangkan kehidupannya sendiri." "Sebuah segel?" Cenayang Kim tersenyum lembut, sangat kontras dengan netra gelapnya yang semakin dalam. Wanita itu kemudian berucap, "kita akan melihat sejauh mana iblis itu bisa bertahan … biarkan anak ini yang menentukan takdirnya sendiri." "Bagaimana jika anak itu kalah?" "Suatu hari, akan ada hati yang benar-benar tulus padanya dan kemudian membebaskannya dari kutukan ini. Jika anak ini mampu menerima ketulusan itu, maka ketulusan itulah yang akan menyelamatkannya." Perhatian Hyeong Won teralihkan ketika tangan mungil Ji Soo meraih jemarinya. Pandangannya terjatuh pada gadis kecil berparas cantik itu. Namun nyatanya hal itu masih belum cukup untuk menghangatkan tatapannya yang bahkan jauh lebih dingin dari telapak tangannya sendiri. Cenayang Kim lantas kembali menegur, "sepertinya kau datang dari tempat yang sangat jauh. Jika kau tidak keberatan, mampirlah ke gubuk kami, Tuan Muda." Hyeong Won tak menyahut. Namun hati kecilnya terpanggil ketika merasakan betapa dinginnya tangan mungil yang kini menggenggam jemarinya itu. Dia kemudian kembali bertemu pandang dengan Cenayang Kim dan berucap, "tunjukkan jalannya padaku." Cenayang Kim tersenyum lembut. "Mari, Tuan Muda." Tanpa mengucapkan apapun, Hyeong Won menggendong Ji Soo dan mengikuti langkah Cenayang Kim. Menyusuri jalanan gelap dengan salju yang turun semakin lebat. Cenayang Kim merengkuh bayi kecil Kim Tae Hwa untuk melindungi bayi itu dari hawa dingin yang semakin membeku. Sedangkan dalam ketenangan, Ji Soo memeluk leher Hyeong Won dan tertidur. Melupakan hawa dingin yang hampir membuatnya menggigil. Namun sepertinya hal itu tidak berpengaruh pada Hyeong Won yang tetap bertahan dengan tatapan dinginnya. Malam itu, satu jiwa kembali memulai takdirnya dengan sebuah kelahiran. Namun sangat disayangkan bahwa kelahirannya itu membawa sebuah kutukan. Sebuah kutukan yang hanya bisa dipatahkan oleh dirinya sendiri jika dia bersedia menerima hati yang tulus untuk merengkuhnya kelak. Kim Tae Hwa, bayi laki-laki yang lahir di awal musim dingin. Kelak, siapakah pemilik hati yang tulus dan akan menyelamatkannya dari kutukan ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD