Chapter 05

1865 Words
Fajar menyingsing, cahaya dari timur perlahan mendorong kegelapan ke arah barat. Mengembalikan warna pada Joseon yang sempat bernaung dalam kegelapan. Hari itu beberapa lulusan terbaik Sungkyunkwan diundang ke istana untuk menerima penghargaan langsung dari Baginda Raja, berupa jabatan di Pemerintah. Para lulusan terbaik tentunya akan mendapatkan tempat yang baik pula. Hari itu pula Lee Seung menghadap sang ayah untuk memberikan penghormatan secara pribadi sebelum berbaur dengan para pelajar Konfusius lainnya. Bersama Jung Seok yang berjalan di belakangnya, Lee Seung memasuki paviliun peristirahatan Baginda Raja. Membuat setiap kepala yang ia lewati tertunduk dalam. Menitipkan pedang miliknya pada Jung Seok. Lee Seung berjalan tenang dengan kedua tangan yang saling bertautan di balik punggung. Menaiki tangga batu, Lee Seung lantas meninggalkan Jung Seok di depan pintu sementara ia memasuki paviliun pribadi Baginda Raja. Di dalam bangunan itu, Lee Seung mendapatkan sambutan hangat dari Kasim Hong—abdi setia sang ayah. Pria yang seumuran Guru Heo Joon itu sedikit membungkukan badannya dengan kedua tangan yang bertumpuk di depan perut. Kasim Hong kemudian berucap, "Pangeran sudah datang? Senang bisa melihat Pangeran datang kemari." "Apa Yang Mulia masih berada di tempat?" "Benar, Pangeran. Mari, Yang Mulia sudah menunggu kedatangan Pangeran." Lee Seung kemudian mengikuti langkah Kasim Hong. Menyusuri lorong yang tampak kosong dan berjalan tak terlalu jauh hingga Kasim Hong berhenti di depan sebuah pintu. Dengan suara tenang yang tak terlalu lantang, Kasim Hong berucap setelah sebelumnya sempat menundukkan kepala, "Yang Mulia … Pangeran Lee Seung berada di sini." "Biarkan dia masuk," suara besar dari dalam menyahut. Kasim Hong membuka pintu dan menyingkir. Memberikan jalan bagi Lee Seung lalu berucap, "silahkan, Pangeran." Lee Seung lantas melangkahkan kakinya ke dalam dan menemukan sosok yang paling ia hormati berada di ujung ruangan itu. Duduk di balik meja dengan tempat yang lebih tinggi dari lantai yang ia pijak saat ini. Langkah Lee Seung terhenti di tengah ruangan. Membuatnya mendapatkan seulas senyum tipis sebagai sebuah sambutan. Sang Pangeran lantas memberikan penghormatannya. Bersujud sebanyak empat kali, sebuah penghormatan yang hanya dilakukan untuk seorang Raja. Kembali berdiri, Lee Seung lantas memutuskan kontak mata yang sempat terjalin. Namun hingga detik itu lisannya tak juga berucap. Melihat hal itu, Baginda Raja tersenyum lebih lebar. Sang penguasa dataran Joseon itu lantas berucap, "kau tidak ingin mengatakan sesuatu pada ayahmu, Pangeran Lee Seung?" Saat itu Lee Seung baru bersedia membuka mulutnya. "Aku menghaturkan hormatku pada Yang Mulia." "Angkat wajahmu, kau tidak harus melakukan hal itu saat berhadapan denganku." Dengan perlahan, Lee Seung lantas mengangkat wajahnya. Membiarkan tatapan dinginnya menemukan senyum hangat milik sang ayah. Baginda Raja kemudian berucap, "aku sudah mendengar kabar itu. Kau berhasil menempati peringkat pertama dalam ujian negara tahun ini." "Semua itu berkat kebaikan hati Yang Mulia." "Kau terlalu berlebihan. Aku sangat menghargai kerja kerasmu, dan karena itu aku akan membiarkanmu untuk memilih jabatan apa yang kau inginkan … anggaplah ini sebagai sebuah hadiah." "Aku memiliki satu permintaan." "Apakah itu?" "Aku ingin mendapatkan kebebasanku." Sebelah alis Baginda Raja terangkat. "Kebebasan?" "Benar, Yang Mulia." Baginda Raja terlihat bingung, "kebebasan seperti apa yang kau maksud?" "Aku tidak ingin terikat dengan peraturan keluarga kerajaan. Aku ingin melakukan apa yang benar-benar aku inginkan … aku, tidak menginginkan posisi apapun di Pemerintahan." Baginda Raja menatap ragu. "Bukankah itu terlalu sederhana, Pangeran Lee Seung?" "Oleh sebab itu, mohon agar Yang Mulia berkenan mengabulkan permintaanku." Baginda Raja tampak mempertimbangkan sesuatu. Jujur saja dia tidak ingin percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Lee Seung. Namun setelah dipikirkan lagi, putranya itu mengingatkannya pada dirinya saat masih muda. Sama seperti Lee Seung saat ini, Baginda Raja pernah berandai-andai menjalani hidup bebas tanpa kekangan dari istana. Namun semua tak bisa ia wujudkan ketika kelahirannya membawa sebuah tanggung jawab yang besar. Dan sepertinya hal itu tidak berlaku pada Lee Seung karena sudah ada Lee Hyuk yang menanggung beban yang akan diwariskan oleh ayah mereka kelak. Senyum Baginda Raja melebar hingga sebuah tawa pelan terdengar. Dia kemudian berucap, "kau mengingatkanku saat aku muda dulu. Aku akan membiarkanmu melakukan apa yang kau inginkan." "Atas kebaikan Yang Mulia, aku ucapkan terima kasih." "Tapi ada satu hal yang perlu kau lakukan," sahut Baginda Raja dengan cepat. Lee Seung hanya memandang tanpa berucap. Baginda Raja pun kembali berucap, "aku sedang mempersiapkan pernikahan Putra Mahkota. Setelah Putra Mahkota menikah, kau juga harus menikah secepatnya." Pandangan Lee Seung terjatuh. Sejujurnya dia terkejut dengan ucapan Baginda Raja. Namun tak banyak yang bisa ia perlihatkan dari wajahnya yang terlihat datar. Baginda Raja kembali berucap, "setelah hari ini, aku ingin kau pergi mengantarkan sesuatu ke rumah Bangsawan Park." Pandangan Lee Seung kembali terangkat. Dia tidak tahu Bangsawan mana yang dimaksud oleh Baginda Raja. Namun ia juga tidak bisa menolak perintah dari sang ayah. "Baiklah kalau begitu, kau boleh pergi. Kau tidak perlu hadir di pertemuan pagi ini jika kau tidak menginginkannya." Lee Seung sedikit membungkukkan badannya dan berucap, "atas kebaikan hati Yang Mulia, aku ucapkan terima kasih." Tak berniat melanjutkan perbincangan, Lee Seung lantas pergi. Meski pertanyaan dalam hatinya belum terjawab bahkan sampai ia keluar dari paviliun dan bertemu kembali dengan Jung Seok. "Kita pergi sekarang," ucap Lee Seung yang kemudian mengambil kembali pedang yang sempat ia titipkan. Jung Seok hanya mengangguk dan mengikuti langkah sang tuan. Keduanya lantas meninggalkan area paviliun Baginda Raja, masih dengan suasana tenang seperti sebelumnya. Namun saat itu Jung Seok merasa ada yang berbeda dari Lee Seung. Di mata orang lain mungkin Lee Seung masih sama seperti biasanya, namun bagi Jung Seok yang sudah lama hidup bersama Lee Seung, sudah jelas menyadari perbedaan pada pemuda itu meski itu hal kecil sekalipun. Dalam langkahnya, Jung Seok mencoba menegur Lee Seung. "Apakah terjadi sesuatu di sana, Pangeran?" Langkah Lee Seung terhenti, disusul oleh helaan napas yang kemudian terdengar. Bersikap lebih santai, Lee Seung lantas berucap seperti seseorang yang tengah mengeluh, "mungkin sebaiknya aku tidak pernah kembali kemari." "Apa maksud Pangeran?" Lee Seung menoleh ke arah Jung Seok lalu berucap, "Putra Mahkota akan menikah." Dahi Jung Seok sedikit mengernyit. "Lalu? Apa masalahnya?" "Ayahku menyuruhku untuk menikah setelah Putra Mahkota menikah." "Bukankah itu hal yang wajar? Usia Pangeran sudah tujuh belas tahun, memang sudah seharusnya Pangeran menikah." "Lalu bagaimana denganmu? Kau hanya beberapa bulan lebih tua dariku. Bukankah seharusnya kau juga sudah menikah?" Jung Seok tersenyum tipis dan berucap, "itu sesuatu yang berbeda." "Kau bukan seorang Kasim. Kau juga harus menikah." "Tidak dalam waktu dekat," ralat Jung Seok. Sudut bibir Lee Seung sedikit terangkat. Keduanya lantas kembali melanjutkan langkah mereka. Pagi itu Lee Seung berencana mengunjungi Selir Choi yang tidak lain adalah ibu kandungnya, namun saat dalam perjalanan keduanya tak sengaja bertemu dengan Pangeran Lee Ju Yeon yang saat itu datang dari arah berlawanan dengan membawa sebuah buku tebal di tangan kirinya. Ju Yeon tampaknya belum tahu jika Lee Seung sudah kembali sehingga raut wajahnya tampak terkejut. Dalam hitungan detik ketiganya telah saling berhadapan. Ju Yeon yang usianya satu tahun lebih muda dari Lee Seung lantas memberikan salam kepada sang kakak. "Terimalah salamku, Kakak." Lee Seung menyahut dengan gaya bicara yang tetap kaku, "lama tidak bertemu, Pangeran Ju Yeon. Bagaimana kabarmu?" "Seperti yang Kakak lihat, aku baik-baik saja." "Kau masih sering berkelahi dengan Na Hyeon?" Batin Ju Yeon tersentak dan seketika wajahnya terlihat gusar. Putri Na Hyeon adalah adik kandung dari Lee Seung, sedangkan Ju Yeon lahir dari wanita yang berbeda. Saat ini usia Putri Na Hyeon adalah empat belas tahun, dan seperti pertanyaan Lee Seung sebelumnya. Ju Yeon sering kali terlibat perkelahian dengan Na Hyeon, namun hanyalah perkelahian kekanak-kanakan. Seketika kebiasaan Ju Yeon yang sering tergagap saat berbicara lantas kembali ketika ia gugup. "I-itu, itu tidak benar. Kami tidak pernah benar-benar berkelahi, mohon Kakak jangan salah paham." Seulas senyum tipis terlihat di wajah kaku Lee Seung. Dia lantas mendekat dan menaruh telapak tangannya pada bahu Ju Yeon. Menambah kegugupan pemuda itu. Lee Seung lantas berucap, "kau sudah menjaga Na Hyeon dengan baik, terima kasih." Lee Seung lantas pergi meninggalkan Ju Yeon, begitupun dengan Jung Seok yang sekilas menundukkan kepalanya sebelum melewati sang Pangeran. Namun baru beberapa langkah dan mereka terhenti oleh sebuah suara lantang. "Hey! Lee Ju Yeon! Kau sudah bosan hidup?!" Mereka bertiga serempak menoleh ke sumber suara dan mendapati Putri Na Hyeon datang dengan wajah yang terlihat marah. Saat itu pandangan Lee Seung dan juga Jung Seok segera mengarah pada Ju Yeon yang tampak tertegun. Na Hyeon kembali berteriak, "kau apakan taman bungaku, Bodoh?!" Senyum Ju Yeon melebar. Dia memandang Lee Seung. Sekilas menundukkan kepalanya sebelum melarikan diri dari amukan Na Hyeon. Na Hyeon yang melihat hal itu lantas memekik, "hey! Mau pergi ke mana kau? Jangan melarikan diri, urusan kita belum selesai!" Lee Seung memandang sang adik dengan tatapan yang melembut. Dia kemudian menegur, "Putri Na Hyeon." Na Hyeon yang masih terlihat kesal beralih memandang ke tempat Lee Seung dan Jung Seok. Gadis muda itu lantas terkejut ketika baru menyadari kehadiran Lee Seung. "Oh! Kakak? Kau di sini?" Na Hyeon lantas menghampiri kedua pemuda itu. Dan tepat setelah berhasil menjangkau tempat Lee Seung, usapan lembut ia dapatkan di kepalanya dari sang kakak. "Kapan Kakak kembali?" tegur gadis itu yang kemudian menurunkan tangan Lee Seung dari kepalanya dan menahannya. "Tadi malam. Kenapa kau masih saja berteriak seperti itu?" Dengan raut wajah yang kesal Na Hyeon berucap sembari menunjuk ke arah Ju Yeon pergi sebelumnya, "si i***t itu menghancurkan taman bungaku lagi. Dia benar-benar sangat menyebalkan!" Na Hyeon menghentakkan kakinya di akhir kalimat. Jung Seok yang melihat hal itu lantas sedikit menundukkan kepalanya guna menahan diri agar tak menunjukkan garis senyum di wajahnya. Dan Lee Seung yang menyadari hal itu sempat memandangnya, namun bersikap acuh. Lee Seung kemudian berucap, "kau seorang Putri, kau harus menjaga sikapmu. Bertindaklah sebagaimana seorang Putri." Bukan Na Hyeon namanya jika dia menurut. Gadis itu malah memukul lengan Lee Seung dan kemudian berucap, "Kakak juga seorang Pangeran, tapi kenapa Kakak malah pergi ke Sungkyunkwan?" Netra Lee Seung memicing. Seketika sikap hangatnya terlihat setiap kali ia bersama adik kecilnya. Sangat jauh berbeda dengan sikap dingin yang selalu dilihat oleh orang-orang selama ini. Lee Seung kemudian mencubit pipi Na Hyeon dan membuat gadis itu memekik. "Jangan samakan aku denganmu, dasar pembangkang." "Sakit!" Na Hyeon kembali memukul lengan Lee Seung dengan wajah yang semakin terlihat kesal. "Kembalilah. Akan ada acara penting di istana, jangan sampai kau mengacau." Lee Seung lantas kembali melanjutkan langkahnya, begitupun dengan Jung Seok. Namun saat itu Na Hyeon menyusul dan tiba-tiba menggandeng lengan Lee Seung lalu kemudian berjalan beriringan. "Acara apa?" Lee Seung sekilas memandang sebelum menjawab, "ayah akan menyambut para lulusan terbaik Sungkyunkwan tahun ini." "Oh!" Na Hyeon berseru dan tampak antusias. "Apa itu berarti putra Guru Hye Gak juga datang? Aku dengar dia menempati peringkat ke dua dalam ujian negara kali ini." Lee Seung memandang tanpa menghentikan langkah mereka. "Maksudmu Shin Chang Kyun?" Na Hyeon mengangguk tanpa menyadari tatapan menyelidik dari sang kakak dan tatapan tak nyaman dari Jung Seok yang berjalan di belakang keduanya. "Kenapa tiba-tiba sekali?" "Apanya yang tiba-tiba?" "Kenapa kau menanyakan tentang anak itu? Kau menyukainya?" Na Hyeon segera memukul lengan Lee Seung. "Siapa bilang aku menyukainya? Aku dengar gadis-gadis Hanyang sering memujinya … mereka bilang putra Guru Hye Gak sangat keren. Aku penasaran seperti apa dia." Lee Seung kembali mengarahkan pandangannya ke depan seraya menjawab, "dia bukan manusia." Na Hyeon menatap terkejut. "Bukan manusia? Lalu dia apa?" Hanya seulas senyum tipis yang dilihat oleh Na Hyeon. Gadis itu lantas melepaskan tangan Lee Seung dan menyamakan langkahnya dengan Jung Seok. Na Hyeon lantas bertanya, "Seok, apa benar putra Guru Hye Gak bukan manusia?" Jung Seok memandang Na Hyeon, namun hanya beberapa detik sebelum akhirnya menghindari kontak mata dengan gadis itu. "Kenapa diam saja? Cepat jawab pertanyaanku." Tanpa memandang Na Hyeon, Jung Seok lantas menjawab, "tuan muda Shin Chang Kyun adalah manusia. Namun dia sama sekali tidak manusiawi." Langkah Na Hyeon terhenti, tertegun dengan perkataan Jung Seok yang sekilas menundukkan kepala sebelum meninggalkannya. Na Hyeon bergumam tak percaya, "ada yang salah dengan orang-orang ini. Apa mereka sudah kerasukan setan Sungkyunkwan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD