Chapter 04

1829 Words
Malam itu, Lee Seung dan Jung Seok memasuki istana Gyeongbok. Tidak ada sambutan yang istimewa dan Lee Seung segera menuju ke paviliunnya tanpa harus repot-repot memberikan salam kepada ayahnya terlebih dulu. Malam yang begitu tenang dengan udara yang masih terasa dingin di awal musim semi. Kang Heo Joon, seorang ahli perbintangan sekaligus salah satu dari ketiga Guru Besar Gwansanggam itu tengah menikmati udara dingin di paviliunnya. Pria dengan sebagian rambut yang sudah memutih itu berjalan dengan tenang menyusuri pinggiran kolam ikan dengan kedua tangan kosong yang saling bertautan di balik tubuh. Setelah berjalan selama beberapa menit, langkah pria tua itu terhenti. Pandangannya mengarah pada kolam ikan dan menemukan pantulan rembulan yang bergerak perlahan di atas permukaan kolam. Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya. Guru Heo Joon merasa ada yang salah, namun ia tidak yakin dengan hal itu. Sejak beberapa hari terakhir, sesuatu yang asing mengusik hatinya. Membuatnya merasa tak tenang setiap malam datang dan membuatnya menghabiskan waktu cukup lama berada di luar untuk sekedar mencari penghiburan bagi hatinya sendiri. Terdiam sesaat, entah kenapa Guru Heo Joon tertarik pada langit gelap di atas istana Gyeongbok malam itu. Mengarahkan pandangannya ke atas. Netra pria itu menelisik ribuan bintang yang saling terhubung dan menciptakan rasi bintang, hingga pandangannya terpikat akan satu bintang yang tampak asing namun sangat familiar dalam waktu bersamaan. Gurat heran terlihat dalam garis wajah Guru Heo Joon ketika ia mengamati rasi bintang milik Putra Mahkota Lee Hyuk, di mana terdapat bintang yang lebih terang berada di dekat bintang Lee Hyuk. Padahal sebelumnya bintang Lee Hyuk adalah bintang yang paling bersinar di langit istana Gyeongbok. Pandangan Guru Heo Joon terjatuh. Bingung dengan apa yang terjadi. Dia lantas bergumam, "tidak mungkin, aku pasti hanya salah lihat." Kembali mengarahkan pandangannya ke langit, Guru Heo Joon membaca pergerakan rasi bintang tersebut. Namun ia yakin bahwa tidak ada bintang yang berpindah. Pria tua itu terkejut akan pemikirannya sendiri. Menyadari bahwa terdapat sesuatu yang salah ketika bintang yang lebih terang dari bintang Putra Mahkota Lee Hyuk, tidak lain adalah bintang milik Pangeran Lee Seung. Dan bintang itu bersinar lebih terang dari bintang milik Lee Hyuk bersamaan dengan Lee Seung yang kembali ke istana. "Kau melihatnya, Guru Heo Joon?" Guru Heo Joon segera menjatuhkan pandangannya. Menoleh ke samping dengan cepat dan menemukan seorang wanita paruh baya yang lebih muda darinya datang menghampirinya. Guru Heo Joon memutar kakinya hingga berhadapan dengan wanita yang memiliki aura misterius dan gelap itu. Cenayang Kim, Cenayang senior yang bertanggung jawab atas aktivitas semua Cenayang yang berada di Seongsucheong. Wanita itu adalah Cenayang kesayangan Baginda Raja dan hampir dipersunting oleh sang Raja. Namun kutukan yang mengatakan bahwa seorang Cenayang terlarang untuk dimiliki, membuat Baginda Raja tak bisa mempersunting Cenayang Kim. Namun meski begitu, Baginda Raja tidak ingin melepaskan Cenayang Kim sehingga mengangkat wanita itu sebagai Kepala Seongsucheong. "Kepala Cenayang Kim, apa maksud dari perkataanmu?" tegur Guru Heo Joon. Cenayang Kim tersenyum lembut, namun senyum itu selalu terlihat misterius. Pandangan wanita itu mengarah ke langit, menemukan bintang milik Lee Seung yang sangat bersinar malam itu. Dia kemudian berucap, "permainan takdir akan segera dimulai." Dahi Guru Heo Joon mengernyit. "Katakan dengan jelas, apa maksudmu?" Cenayang Kim mempertemukan pandangannya dengan tatapan menyelidik Guru Heo Joon. Wanita itu lantas berucap dengan penuh ketenangan yang menyesatkan, "kau melihatnya sendiri. Bintang Pangeran Lee Seung telah mengalahkan bintang Putra Mahkota … kau pikir apa yang akan terjadi setelah ini?" Guru Heo Joon menatap tak percaya. "Jangan mengada-ngada." "Sepertinya kau sudah melupakan apa yang dulu pernah kukatakan padamu, Guru Heo Joon." "Apa? Perkataan yang mana?" Cenayang Kim kembali tersenyum lembut dan berbicara, "tidak ada bintang yang lebih terang dari bintang milik sang penerus takhta. Jika itu terjadi, maka sesuatu yang buruk akan menimpa Joseon …" Guru Heo Joon terkejut, ingatannya kembali pada masa saat kali pertama Cenayang Kim mengatakan hal itu padanya. Namun tetap saja ada rasa tak percaya di dalam hatinya. Pria tua itu lantas bergumam, "itu tidak mungkin terjadi." Cenayang Kim kembali berucap, "dan sekarang, kita benar-benar menyaksikannya." Guru Heo Joon memandang Cenayang Kim dengan tatapan ragu. Cenayang Kim melanjutkan, "malam ini, bintang Pangeran Lee Seung bersinar lebih terang dari bintang milik Putra Mahkota bersamaan dengan dia yang kembali ke istana." Guru Heo Joon kaget. "Pangeran Lee Seung? Dia sudah kembali?" "Kau tentunya sudah mendengar bahwa anak itu mendapatkan peringkat pertama dalam ujian negara. Semua orang membicarakannya, dan sepertinya Baginda Raja sangat senang mendengar kabar itu … malam ini, Pengeran Lee Seung telah kembali ke paviliunnya." Guru Heo Joon terlihat resah. Dia kemudian bertanya dengan sangat berhati-hati, "apa, apa mungkin … Baginda Raja akan menurunkan Putra Mahkota dari takhtanya?" Cenayang Kim kembali tersenyum. "Kau berpikir terlalu jauh, Guru Heo Joon. Meski Pangeran Lee Seung mendapatkan peringkat pertama dalam ujian negara, Baginda Raja tidak akan benar-benar memandangnya … sejauh yang aku tahu, hanya Putra Mahkota Lee Hyuk lah yang bisa menjadi kebanggaan dari Baginda Raja. Namun jangan lupakan fakta bahwa kita masih memiliki Pangeran Lee Ju Yeon … semua orang mengabaikan anak itu. Namun bukan berarti dia tidak bisa menjadi lebih hebat dari kakak-kakaknya." Pandangan Guru Heo Joon berpaling. Ia kemudian bergumam, "ini tidak bisa dibiarkan. Hanya ada satu pewaris takhta yang bisa menjadi penguasa Joseon." Guru Heo Joon kembali memandang Cenayang Kim dan berucap, "dengan begitu, Joseon akan tetap memiliki kedamaian. Kita harus mematahkan kutukan ini." "Kita?" Cenayang Kim tersenyum lebih lebar. "Benar, kita tidak boleh membiarkan hal buruk sampai terjadi." "Tidak ada yang bisa kita lakukan, Guru Heo Joon." Guru Heo Joon tertegun. "Apa maksudmu, Kepala Cenayang Kim?" "Garis takdir sudah diputuskan. Aku datang hanya untuk melihat sejauh mana garis takdir itu akan mempengaruhi kehidupan seseorang." "K-kau? Kenapa? Bukankah semuanya masih bisa dicegah?" "Garis takdir tidak akan bisa dirubah oleh orang lain. Yang bisa melakukannya hanyalah pemilik dari garis takdir itu sendiri. Aku hanya akan memberikan saran … biarkan semua berjalan seperti seharusnya. Kecuali kau bisa melakukan satu hal." "Apa itu?" "Jatuhkan bintang Pangeran Lee Seung dari langit Joseon." Guru Heo Joon terkejut. "I-itu … itu sesuatu yang mustahil. Hanya alam yang bisa melakukannya." Tak ada kata lagi yang terucap dari mulut Cenayang Kim. Wanita itu sejenak menundukkan kepalanya lalu berbalik meninggalkan Guru Heo Joon. Membawa senyum misteriusnya untuk menyusuri kegelapan malam tak bertuan yang akan membimbingnya kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada. °°°° Masih di malam yang sama. Ketika malam yang semakin larut terus membawa hawa dingin berputar-putar dalam senyap udara. Lee Hyuk yang kala itu masih bertahan di gazebo, terbatuk dan menarik perhatian dari abdi setianya. Kang Hyeon Woo, sang pengawal pribadi yang sebelumnya berdiri di dekat tangga segera menghampiri Lee Hyuk untuk memastikan keadaan sang Putra Mahkota. Hyeon Woo menjatuhkan satu lututnya di samping Lee Hyuk dan memberikan teguran pertamanya, "Putra Mahkota, kau baik-baik saja?" Lee Hyuk memandang. Memberikan seulas senyum ramah dan kemudian menyahut, "tidak apa-apa, aku baik-baik saja." "Sudah larut malam. Sebaiknya Putra Mahkota segera kembali ke paviliun." "Tidak, tunggu sebentar. Aku masih ingin berada di sini." "Tapi gong penanda waktu tengah malam sudah dibunyikan sejak beberapa menit yang lalu. Kesehatan Putra Mahkota bisa memburuk jika terlalu lama terkena udara malam." "Tidak apa-apa, aku sudah memakai pakaian yang hangat. Sejujurnya … aku justru khawatir padamu." Hyeon Woo menatap bingung. "Apa yang sedang Putra Mahkota khawatirkan? Hamba baik-baik saja." Lee Hyuk tersenyum lalu berucap, "udaranya masih sangat dingin, tapi pakaianmu sepertinya terlalu tipis." Hyeon Woo sekilas memandang pakaiannya sendiri. "Itu tidak benar, Putra Mahkota. Hamba merasa baik-baik saja." "Kau selalu saja mengatakan hal seperti itu … uhuk!" Lee Hyuk kembali terbatuk dan langsung menutupi mulutnya menggunakan tangan kirinya yang terkepal. Hanya batuk yang singkat, namun hal itu sudah cukup untuk membuat semua orang yang berada di sekitarnya khawatir. Tapi malam itu hanya ada Hyeon Woo yang berada di dekatnya. "Putra Mahkota, mohon jangan memaksakan diri." Lee Hyuk justru tertawa pelan dalam waktu yang singkat. Menyisakan segaris senyum tipis di wajahnya ketika ia kembali memandang Hyeon Woo. Dia lantas berucap, "sepertinya aku memang tidak boleh menikah." Hyeon Woo sedikit terkejut. "Kenapa Putra Mahkota bicara seperti itu?" "Aku ingat betul kapan terakhir kali aku merasa tubuhku sehat. Ini bukan yang pertama kali, sebelumnya aku juga seperti ini … aku merasa kesehatanku menurun setiap kali mendengar tentang rencana pernikahanku. Itu sangat lucu." Lee Hyuk kembali tertawa dengan suara yang lirih. Memang benar apa yang dikatakan oleh Lee Hyuk. Kesehatan sang Putra Mahkota selalu menurun ketika mendengar Baginda Raja tengah mempersiapkan pernikahan untuknya. Bukan hanya sekali, namun hal itu terjadi berulang-ulang. Dan hal itulah yang menjadi penyebab kenapa hingga usia Lee Hyuk yang saat ini menginjak 18 tahun, dia belum menikah, meski sudah berada di usia yang terlambat untuk menikah. Dan keadaan itu juga mempengaruhi kehidupan dari kedua adiknya. Baginda Raja tidak mengizinkan Pangeran Lee Seung dan Pangeran Lee Ju Yeon untuk menikah sebelum Lee Hyuk menikah. Sebelumnya kondisi kesehatan Lee Hyuk baik-baik saja. Namun saat usianya 15 tahun, saat itu Baginda Raja merencanakan pernikahan untuknya. Dan saat itu untuk kali pertama Lee Hyuk jatuh sakit. Awalnya Baginda Raja tidak terlalu menganggap hal itu, namun satu hari menjelang pernikahan. Lee Hyuk sakit keras dan bahkan tidak mampu untuk sekedar bangkit dari tempat tidur. Saat itu Cenayang Kim menyarankan agar pernikahan dibatalkan. Baginda Raja yang memang tidak pernah bisa menolak keinginan Cenayang Kim lantas membatalkan pernikahan, dan satu hari setelah pembatalan pernikahan. Keadaan Lee Hyuk berangsur membaik. Satu bulan kemudian, Baginda Raja kembali merencakan pernikahan. Namun lagi-lagi Lee Hyuk jatuh sakit. Baginda Raja frustasi melihat hal itu, hingga ia menyerah di tahun itu. Tapi di tahun berikutnya, pernikahan kembali disusun dan lagi-lagi Lee Hyuk jatuh sakit. Akhirnya Baginda Raja kembali membatalkan pernikahan, namun tetap mencoba di tahun-tahun berikutnya meski hasilnya sama saja. Dan kali ini, Lee Hyuk berada dalam keadaan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Satu minggu yang lalu Baginda Raja mengutarakan rencana pernikahan untuknya. Dan sejak saat itu Lee Hyuk merasa kondisi kesehatannya semakin menurun. Biasanya dia hanya akan sesekali terbatuk saat malam hari. Namun beberapa hari ini bahkan saat dia baru bangun, hal pertama yang ia lakukan adalah terbatuk. Kabar itu belum terdengar sampai ke telinga Baginda Raja, sehingga keadaan di istana masih sangat tenang. Terlebih perhatian semua orang kini tertuju pada Pangeran Lee Seung. Hyeon Woo berucap, "perlukah hamba menyampaikan hal ini pada Kasim Hong?" Lee Hyuk menggeleng, tak mengizinkan Hyeon Woo mengabarkan kondisinya pada Kasim yang bertugas melayani ayahnya. Lee Hyuk kemudian berucap, "jangan membuat semua perhatian kembali mengarah padaku." "Apa yang Putra Mahkota maksud?" "Aku dengar adikku sudah pulang." "Maksud Putra Mahkota, Pangeran Lee Seung?" Lee Hyuk bergumam sembari mengangguk pelan. Dia kemudian berucap, "aku dengar dia mendapatkan peringkat pertama dalam ujian negara. Semua orang menaruh kekaguman padanya. Aku tidak ingin merebut perhatian semua orang darinya … biarkan dia mendapatkan sesuatu yang istimewa atas kerja kerasnya." "Putra Mahkota berencana melakukan pertemuan dengan Pangeran Lee Seung?" "Dia tidak akan datang meski aku mengundangnya. Tidak akan ada pertemuan di antara kami kecuali aku yang datang menemuinya." Lee Hyuk kembali terbatuk di akhir ucapannya. "Putra Mahkota, mohon jangan seperti ini. Lebih baik kita kembali ke paviliun sekarang. Lagi pula tidak ada hal yang harus Putra Mahkota lakukan di sini." "Siapa bilang? Aku melakukan semuanya di sini." Hyeon Woo menatap tak mengerti. Bahkan sejak duduk di sana, yang dilakukan oleh Lee Hyuk hanya duduk dan sesekali memandang langit. Lee Hyuk kembali memandang langit dan lantas berucap, "aku merasa jauh lebih baik saat duduk di sini," kembali memandang Hyeon Woo. "Setidaknya aku tidak akan sendirian karena kau akan berada di sekitarku," diakhiri oleh segaris senyum yang begitu lembut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD