'Allah mengajarkan kita untuk saling berbagi dan membantu bagi setiap manusia lainnya.'
* * *
Gemericik tetesan hujan di pagi hari, diselingi kabut putih yang tak begitu tebal namun tak mematahkan semangat seorang gadis berkulit sawo matang dengan seragam putih abu-abu dan jilbab putihnya yang memberi kesan cerah diwajah manisnya itu patah semangat dalam mengayuh sepeda menyusuri jalan raya yang dipadati berbagai macam kendaraan yang melintas.
Sesekali gadis itu menghapus peluh yang membasahi dahinya, meskipun hari tidak terik karena masih pagi dan mengingat awan begitu mendung. Namun kelelahan yang ia alami mewakilkan semua atas keringat yang ia peroleh, bibir kecil namun penuh itu bersenandung lirih mencoba menyanyikan lagu shalawat yang biasanya seorang gadis cantik si Nissa Sabyan nyanyikan yang biasanya ia dengarkan. Ia telah hafal beberapa bait lagu dari grup shalawat Sabyan itu, hingga tak mengherankan beberapa lagu ia senandungkan untuk menemaninya dalam perjalanan panjang yang harus ia tempuh untuk menimba ilmu.
Perjalanan yang cukup menyita waktu itu telah usai ketika ia dan sepedanya telah tiba di depan gerbang sebuah sekolah SMA swasta tempatnya menimba ilmu, langsung saja ia mengayuhkan sepedanya memasuki halaman sekolah.
"Assalamualaikum, Pak Bejo." Sapanya ketika melihat Pak Bejo alias satpam di sekolahnya tengah duduk di posnya membaca koran sambil disuguhi kopi hangat.
"Eh waalaikusalam Nasywa, tumben tidak telat?" Sapa balik Pak Bejo kepada gadis yang ternyata bernama Nasywa.
"Lagi gak banyak kerjaan aja Pak, ya udah Naswya pamit ya Pak. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Nasywa Arlana Al-Latief, seorang gadis yang bersekolah disalah satu SMA swasta dengan jalur beasiswa. Gadis lemah lembut dan bertutur kata sopan itu kini telah menginjak kelas 12 jurusan IPS disekolahnya, ada yang menyukai sifat Nasywa bahkan ada yang membencinya karena disangka sebagai perempuan sok alim akibat ia yang sering menasihati teman-temannya bila berbuat salah.
Meskipun ia bukan tergolong siswi yang disiplin karena sering terlambat namun semua guru memaklumi kondisi Nasywa bahkan banyak dari guru yang mengenal dan menyukai Nasywa, padahal Nasywa sendiri tergolong bukan siswi yang aktif dalam berorganisasi namun entah mengapa banyak guru yang mengetahuinya. Sebenarnya ia juga jika boleh memilih ia tidak akan pernah mau terlambat masuk sekolah, namun ia harus mencari uang terlebih dahulu agar Ibunya memberikan izin ia berangkat sekolah.
"Eh pagi Nasywa..." Sapa teman sebangku Nasywa.
"Assalamualaikum."
"Eh? Waalaikumsalam, sorry lupa." Perempuan berambut sebahu dan berwajah blasteran Jerman itu menyengir ketika lupa memberi salam.
Nasywa hanya menggelengkan kepalanya, ia duduk disamping perempuan berambut sebahu itu sambil mengeluarkan buku pelajarannya.
"Lain kali harus diingat, kita sebagai sesama muslim kalau bertemu itu harus menyapa dengan salam bukannya puga-pagi.. puga-pagi... Jessy." Perempuan yang bernama lengkap Jessyana Alexander itu hanya tertawa mendengar omelan teman sebangku sekaligus sahabatnya.
"Iyaa.. iya... gue lupa Nasywa, lain kali janji deh gak lupa lagi."
"Iya.. Awas aja kalau lupa ya, gue gak mau temenan sama lo lagi." Ancam Nasywa membuat Jessy mengerucutkan bibirnya.
"Yah jangan gitu dong, entar lo gak punya temen lagi." Memang benar apa yang diucapkan Jessy, disekolah ini Jessy adalah satu-satunya sahabat dan teman yang Nasywa miliki karena rata-rata para siswa-siswi yang lainnya sangat membenci dirinya.
Mungkin karena status sosialnya yang rendah hingga membuat ia dijauhi, hanya Jessy lah yang mau menjadi temannya. Meskipun Jessy anak konglomerat namun perempuan itu tak memilih-milih dalam berteman, asalkan orang itu baik tak peduli dari status sosial apapun ia pasti akan menjadi temannya.
"Iya." Nasywa membuka buku pelajaran kemudian membaca buku itu, hal yang sering ia lakukan ketika guru belum datang ataupun saat jam kosong.
"Eh Nasywa tumben lo gak telat, biasanya telat mulu." Celetuk salah satu siswi yang paling nyinyir dikelas ketika memasuki kelas dan mendapati Nasywa yang telah duduk manis sambil membaca bukunya.
"Eh lo Ria, jangan nyinyir jadi orang. Dateng-dateng langsung nyinyir." Kesal Jessy, ia tak rela jika sahabatnya itu dinyinyiri oleh si ratu nyinyir kelas.
"Aneh banget guru kita, masa si Nasywa jadi peringkat satu dikelas padahal sering telat." Lagi, Ria berucap dengan gaya nyinyirannya.
"Alah ngaku aja kalau lo syirik kan karena lo gak bisa ngalahin Nasywa dalam berprestasi, semua guru juga tau siswa yang benar-benar pintar ngisi jawaban atau siswa yang pintar nyontek." Sindir Jessy pedas.
"Lo ngatain gue suka nyontek?" Ria mendekat hendak menyerang Jessy, namun dengan sigap Jessy menghindar.
"Gue gak ngomong ya, berarti emang bener lo tukang nyontek. Buktinya lo panas gitu, padahal gue gak nyebut nama lo." Ria menarik rambut Jessy membuat mereka saling tarik menarik rambut.
"Eh udah stop dong, gak baik berantem gini. Inget kita semua bersaudara sesama manusia harus saling akur, gak boleh berantem kayak gini." Mendengar hal itu, Ria melepas tangannya dirambut Jessy kemudian menatap Nasywa tajam.
"Ini lagi, kalau ceramah tuh di masjid sana!! Bukan disini, ini sekolah bukan buat tempat ceramah!!" Kesal Ria kemudian memilih pergi menuju bangkunya sambil membenari rambutnya yang berantakan akibat tangan Jessy.
"Awas aja tuh si Ria, habis sama gue." Gerutu Jessy yang masih bisa didengar oleh Nasywa.
"Eh gak boleh gitu Jessy, kita kan sesama-.."
"Iya gue udah tau apa yang mau lo omongin, sekarang udah ya diem. Tuh gurunya udah mau masuk."
Nasywa bungkam dan benar beberapa saat kemudian seorang guru perempuan berbadan tambun memasuki kelas mereka.
Hari yang melelahkan bagi siswa-siswi pun usai ketika bel pulang sekolah berbunyi, Nasywa dan Jessy beserta anak lainnya membereskan perlengkapan belajar mereka kemudian memasukan semuanya kedalam tas masing-masing. Jessy meraih sebuah kotak makan kemudian menyerahkannya kepada Nasywa yang tak langsung menerima pemberian Jessy.
"Ini apa?" Tanya Nasywa heran sambil mengamati kotak bekal berwarna biru muda.
"Ini tadi Nyokap gue masak nasi goreng enak banget, nih gue bawain buat lo. Gue tau lo kan belum makan sama sekali dari tadi pagi sampai kita pulang sekolah." Memang saat istirahat tadi Nasywa lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakan sekolah, membaca buku-buku yang ada disana daripada mengikuti anak lainnya yang memilih menghabiskan waktu di kantin.
"T-tapi..."
"Udah terima aja, gue yakin lo pasti suka. Nyokap gue kan jago masak, lo pernah ngerasainnya kan?" Nasywa mengangguk, beberapa kali Nasywa merasakan masakan dari Mama Jessy yang rasanya sangat-sangat enak ketika Jessy membawa bekal yang dimasak Mamanya.
"Makasih." Jessy mengangguk.
"Ya udah gue pulang duluan ya, assalamualikum."
"Waalaikumsalam."
Nasywa mengayuh sepedanya menyusuri jalan biasa yang ia lalui, banyak sekali para gelandangan yang sibuk mencari makanan dengan mengemis, memulung atau bahkan mengeruk tong sampah berharap ada makanan yang bisa didapatkan. Nasywa sangat bersyukur karena ia bukan tergolong orang yang seperti itu, ia memberhentikan langkah kayuhan sepedanya ketika matanya tak sengaja melihat objek yang sangat menarik hati nuraninya sebagai manusia.
Ada seorang Kakek-Kakek tua yang terduduk dilantai sambil tangan yang menengadah, berharap ada orang yang akan memberinya belas kasihan berupa rupiah uang. Nasywa mengayuhkan sepedanya mendekati Kakek-Kakek itu, ia meraih tasnya dan mengeluarkan kotak bekal berwarna biru muda yang diberikan oleh Jessy tadi lalu diberikannya kotak itu kepada Kakek tua itu.
"Ini Kek, ada sedikit makanan."
"Terimakasih Nak, terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikan kamu dan memberikan kebahagian didunia maupun diakhiratmu nanti." Dalam hati Nasywa mengaminkan doa sang Kakek, jujur dalam setiap sujud pun ia berdoa demikian.
Berdoa semoga kelak Allah akan memberikan jaminan surga dan kebahagian baik di dunia maupun diakhirat.