Sadis

1293 Words
Lelaki itu mengaduh kesakitan sembari menyentuh sesuatu diantara kedua pahanya. “Kasar banget lo jadi cewek.” Dia mengumpat kasar pada Ratu karena merasa teraniaya, dan saat lelaki itu merasa kesakitan, disitulah Ratu mengambil kesempatan untuk kabur. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bibirnya yang masih perawan kini sudah tidak suci lagi. Ratu tidak akan memanfaatkan keadaan dengan cara memaafkan perbuatan lelaki itu hanya karena dia memliki wajah yang tampan dan bentuk tubuh yang sempurna, Ratu tetap merasa dilecehkan karena ciuman pertamanya telah dicuri oleh lelaki asing ini. “Sebelum ngatain orang kasar, mikir juga dong. Yang lo lakuin itu pantas atau nggak! gue bakalan nuntut lo, lihat aja nanti. Sampai ketemu di persidangan! siap-siap lo mendekam di penajara!” ancaman Ratu tidak main-main. Meski belum sepenuhnya berprofesi sebagai pengacara, karena statusnya masih magang, tapi Ratu yakin bisa menempuh langkah-langkah yang harus dilalui untuk bisa menuntut seseorang, membawa ke jalur hukum. Lelaki itu justru tertawa mengejek. “Lo mau nuntut atas dasar apa?” tantangnya. “Pelecehan, lah!” sahut Ratu dengan lantang. “Gue nggak peduli kalau seandainya lo beneran cucu Nek Miftah sekalipun. Jalur hukum tetap harus ditempuh.” katanya lagi. “Dasar nggak punya etika!” Tapi ancamannya sungguh terasa tak berarti bagi seorang Rajasa Atma Gunadhya, dia akrab disapa Raja. Lelaki itu tertawa lagi dan lagi, seolah meremehkan kata-kata Ratu. “Coba aja. Buktinya apa? cctv? enggak ada cctv di rumah ini. terus apa ada di bagian tubuh lo yang bisa divisum sebagai bukti? enggak ada juga kan? Ah, lagian lo juga menikmati ciuman gue tadi—“ “Bangsaaaaat!” umpat Ratu, dia sudah berdiri di ambang pintu kamar lalu dengan sengaja membanting pintu dan menguncinya sebanyak dua kali. Pagi yang benar-benar gila baginya. Bahkan mereka tidak lagi berbicara formal, menggunakan saya-kamu. Menurut Ratu, menggunakan lo-gue sepertinya lebih tepat untuk memulai permusuhan ini. “Eh, telat gue.” Dia langsung bergegas siap-siap, saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh. “Gara-gara si berengsek itu.” Lagi, Ratu masih belum bisa berhenti mengumpat. “Bakalan diomelin gue sama Pak Bun.” Ratu mengenakan jam tangan berwarna silver, yang dibelinya saat gajian pertama sebagai pengacara magang. Meski bukan berharga jutaan bahkan puluhan juta seperti yang dikenakan rekan-rekan lainnya, tapi jam ini sangat bermanfaat baginya. Dan sudah lebih dari cukup bagi seorang yatim piyatu yang menghidupi diri sendiri seperti Ratu. Gadis itu keluar dari kamarnya, tidak lagi peduli di sana masih ada lelaki asing menyebalkan atau tidak. Tapi Ratu bersyukur ternyata sosok yang membuatnya stres pagi ini tidak lagi terlihat di sana. Dia pergi menuju garasi di mana dia menyimpan motor maticnya. Tapi Ratu kembali menggerutu saat di tepat di belakang motornya terparkir ada sebuah mobil Toyota Fortuner berwarna hitam yang Ratu yakini milik pria yang entah siapa namanya. “Astaga. Kenapa gini banget sih hidup gue.” Ratu tetap mencoba mengeluarkan motornya dari garasi, meski harus melewati celah-celah sempit dan berukuran pas-pasan untuk satu motor, dan tentu saja dia harus sangat berhati-hati. Dia bisa mendapat masalah jika sampai menyentuh apalagi menggores mobil mahal di sebelahnya ini. “Eh, ya ampun. Aduh…” Tapi ternyata sial sekali, saat dia mengeluarkan motornya, Ratu terjatuh karena jalan yang cukup sempit ditambah rok span setinggi lutut yang dipakainya sangat tidak mendukung dalam keadaan seperti ini. Tanpa sengaja Ratu menggores bagian pintu kiri mobil itu dengan stang motornya. Lebih sialnya lagi, diapun terjatuh di atas rerumputan halaman rumah, dan sudah jatuh, tertimpa motor. “Kuat, kuat. Gue harus kuat.” Ratu tidak akan menangisi hal-hal seperti ini karena dia telah menghadapi berbagai macam pahitnya hidup. “Lo ngapain? gabut, ya? sampai tiduran di rumput, diselimutin motor?” suara bariton milik seorang lelaki yang keluar dari pintu utama terdengar meremehkannya. “Hahaha.” bukannya menolong Ratu yang sedang kesusahan bangun setelah tertimpa motor, lelaki itu malah menertawakannya. ternyata lo lebih sadis daripada iblis. Ratu mengumpat dalam hati. “Butuh bantuan nggak?” tanya lelaki itu dengan gampangnya. Tidak bisakah dia melihat kondisi Ratu saat ini tanpa harus bertanya? Ratu tidak menjawab. sekuat tenaga dia berusaha bangun sendiri sampai akhirnya motor itu berdiri lagi bersamanya. “Ternyata lo wanita yang strong ya.” gelak tawa lelaki itu kembali terdengar, cukup menjijikkan bagi Ratu. Dengan gerakan kasar, Ratu akhirnya berhasil keluar. Dia juga sengaja tidak mau berkomunikasi apapun dengan si pemilik mobil, khawatir jejak yang ditinggalkan Ratu berupa goresan halus di mobil lelaki itu, ketahuan. Ratu berhasil kabur dan pergi membawa motornya tanpa memanasi mesin seperti biasanya, karena menurutnya sudah tidak ada waktu lagi. * Ratu berhasil tiba dengan selamat di sebuah gedung lima lantai, tempat Ratu mengadu nasib dan menjadi seorang pengacara magang di sebuah Firma Hukum ternama di kota Jakarta. Masih ada waktu dua menit lagi sebelum dia dinyatakan terlambat, apalagi ini adalah hari senin. Hari paling sakral di mana atasannya yang sering mereka panggil dengan ‘Pak Bun’ sering melakukan apel pagi dadakan atau briefing dadakan. “Lo ngapain aja sih bisa-bisanya kemeja lo sampe kotor gini?” tegur Desy, salah satu rekan di ruangannya sesama pengacara magang. “Duh, ceritanya panjang. Pokoknya, sial banget gue hari ini.” Sampai Ratu tidak menyadari jika bagian siku kemejanya ternyata kotor karena terkena tanah saat dia terjatuh. “Pak Bun, belum datang, kan?” tanya Ratu memastikan. “Gue mau ke toilet sebentar, bersihkan kesialan gue hari ini.” “Pak Buncit? Lo nggak tau kalau beliau udah pindah?” “Hah? pindah?” Ratu memang terdengar kaget, tapi percayalah dia ingin berjoget riang gembira saat ini, jika benar lelaki perut buncit yang menjadi atasannya selama ini, pindah. Dia bisa terbebas dari omelan bos setengah tuanya yang rewel dan terkadang genit, membuat Ratu bergedik jijik. Bahkan Ratu pernah mendapatkan tawaran menjadi teman tidurnya dengan imbalan sejunlah uang dan pencapaian, benar-benar tidak beradab. Untung saja selama ini Ratu bisa menghadapinya dengan aman. Jika Ratu mengedepankan egonya, mungkin dia tidak akan bertahan lama di Firma Hukum ini. “Iya. Surat mutasinya sih terhitung sejak hari ini. Ya harusnya dia nggak masuk lagi,” jelas Desy. “Ya Tuhan, terima kasih.” Ratu memegangi dadanya, ternyata di balik kesialannya hari ini, ada hikmah dan kabar bahagia, karena dia telah menghadapinya dengan sabar. Dan berharap atasan barunya kali ini lebih memiliki hati dan tidak membuat sakit kepala. “Sebahagia itu lo dengar kabar Pak Bun pindah?” Desy terkekeh. “Emangnya lo enggak?” balas Ratu. “Ya iyalah, ya udah ntar sore wajib kita rayakan. Enaknya nongkrong dimana?” Sama halnya dengan Ratu, Desy juga teramat bahagia. Dan merasa hal ini perlu dirayakan. “Di… di mana ya? Tapi Des, sebenarnya, gue lagi bokek berat nih.” Bukan Ratu bermaksud mengeluh, tapi begitulah adanya. Masuk di penghujung bulan, biasanya sisa gajinya sebagai pengacara magang hanya tinggal beberapa ratus ribu saja. Ratu sengaja membuat pola hidupnya sangat irit karena dia sedang menabung demi kehidupannya yang lebih baik lagi. “Aman, gue traktir dulu. Tapi entar gantian.” Desy meyakinkan. “Oke.” Ratu berjalan dengan perasaan bahagia, lantaran mendengar kabar pindahnya Pak Buncit dari Firma ini, dia melenggang santai menapaki koridor untuk menuju toilet. Bahkan dia bersenandung saking bahagianya. Namun, langkah Ratu terhenti seketika melihat sosok yang sedang berjalan ke arahnya. Sosok tampan itu kini terlihat lebih rapi dengan setelan jas dan kemeja berwarna abu muda di dalamnya. Tatapan lelaki itu mengintimidasi, ekspresinya terlihat tak bersahabat. Sedikit lagi, sekitar empat langkah lagi, harusnya Ratu tiba di toilet, tapi dia sengaja memutar arah, lebih baik dia utungkan saja niatnya dan segera kabur ke ruangan. Ini serius, dia ngejar gue sampe ke sini? tapi, buat apa? Ratu bertanya-tanya dalam hati. “Woy berhenti! Lo pikir, bisa kabur gitu aja setelah bikin mobil kesayangan gue lecet?” Ratu menejamkan mata, sambil menghela napas. Ternyata gara-gara itu? Dari mana dia tau gue kerja di sini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD