Apalagi Ini?

1150 Words
“Maksudnya?” tentu saja Ratu sedang berpura-pura. “Jangan pura-pura bego. Gue punya rekaman cctv di halaman rumah, kalau stang motor butut lo itu udah nyentuh mobil gue—“ “Oh itu. Emang iya sampai lecet?” percayalah, meski terlihat santai, hati Ratu gelisah khawatir lelaki ini meminta ganti rugi, dan sebagainya. “Kayaknya tadi gue nggak lihat ada lecet, atau goresan.” Ratu tetap menyangkal, dia menunduk tanpa berani membalas tatapan lelaki itu. “Ya, mungkin bagi lo yang nggak ngerti soal mobil, apalagi nggak pernah ngerasain punya mobil kesayangan, itu nggak bakalan kelihatan. Tapi gue bisa lihat jelas, kalau ada goresan di sana,” jelas lelaki itu. “Oke, oke. Anggap aja impas, karena lo udah lecehin gue pagi tadi.” Ratu sebisa mungkin mencari cara agar lelaki ini tidak berbicara ke arah ganti rugi. “Nggak bisa gitu, gue nggak mau tau lo harus—“ “Selamat pagi, Pak Raja. Ternyata di sini.” Salah seorang pengacara senior yang tergabung di Firma Hukum ini menyapa Raja seraya menepuk pundaknya. “Ya, pagi. Maaf saya sedikit terlambat,” sahut Raja. Dan detik itu juga Ratu mengambil kesempatan untuk kabur, sambil berpikir. Siapa Raja? kenapa nama lelaki itu bisa Raja? Dan kenapa juga Mas Faris kenal sama dia? Astaga. Ini mimpi bukan, sih? Ratu menepuk pipinya satu kali untuk menyadarkan barang kali dia sedang bermimpi. Ratu kembali ke dalam ruangannya sedikit tergesa dia berjalan sampai akhirnya tiba di ruangan tanpa gangguan. Ingat kata-kata lelaki itu tentang goresan di mobilnya, Ratu tidak tahu bagaimana cara menggantinya andai lelaki itu menuntut ganti rugi. “Duh…” keluhan Ratu terdengar oleh rekan di sebelahnya, Dessy. “Kenapa lo?” “Nggak apa-apa,” sahut wanita itu. “Gue mau beresin arsip perkara terakhir yang ditangani Pak Bun dulu, ya?” Ratu membuka komputernya, memang sempat ada pekerjaan yang belum terselesaikan, Ratu belum sempat menyusun step by step kasus terakhir yang mereka tangani. Senenarnya ini, bisa dia kerjakan nanti. Tapi saat ini pikirannya sedang tidak tenang, Ratu memilih menyibukkan diri. * Acara penyambutan kedatangan Raja di Firma Hukum Anugrah dan Partner, dilakukan di ruang meeting. Semua pimpinan dan ketua Divisi berkumpul di sana. Raja memperkenalkan diri sebaik mungkin, lelaki itu tidak ingin imagenua terlihat buruk sebagai lulusan universitas luar negeri, juga pernah magang di luar negeri. “Terimakasih semuanya, saya mohon bimbingan dan kerjasamanya selama saya bergabung di Firma ini,” ujar Raja di akhir kalimat perkenalan dirinya. Kini hanya tinggal dua orang saja di dalam ruangan itu setelah perkenalan resmi dilakukan. Raja ingin mengetahui banyak hal tentang jabatan yang sedang dia duduki saat ini. “Divisi Penanganan Hukum Pidana dan Perdata, di sana ada empat orang staf dan dua orang advokat magang yang baru bergabung satu tahun lalu, Pak.” Faris sebagai salah satu Pengacara di Bagian Hukum Pidana dan Perdata, menjelaskan isi sumber daya manusia yang ada di dalam divisi mereka. “Baik, sebagai ketua Divisi, saya akan coba beradabtasi sebaik mungkin. Tapi saya minta Pak Faris menjelskan kondisi divisi kita sekarang, maksud saya, bagaimana orang-orang di sana, supaya saya nggak salah menilai,” pinta Raja. “Oh begini Pak. Dua pengacara magang itu ada Ratu dan Dessy, mereka masuk secara bersamaan karena kebetulan mereka juga berasal dari kampus yang sama. Diantara Ratu dan Dessy, Ketua Divisi sebelumnya lebih banyak mengandalkan Ratu. Jujur aja Pak, saya juga menganggap Ratu lebih bisa diandalkan. Dia pintar, hafalannya juga bagus, terus yang paling penting, penurut,” jelas Faris. “Oh ya satu lagi, Pak. Dia juga cantik, tapi udah ada yang puny—“ “Saya nggak butuh info sedetil itu.” Raja langsung memotong kalimat lelaki di hadapannya. “Maaf Pak, saya terlalu semangat.” Faris terkekeh sementara lawan bicaranya masih menampilkan ekspresi datar. Ratu? yang mana orangnya? mungkin cewek yang punya motor butut itu? “Ada lagi Pak, yang mau ditanyakan?” Pertanyaan Faris membuyarkan lamunan Raja. “Oh nggak ada.” “Oke, Pak. Mari saya antar ke ruangan.” Faris mendorong pintu kaca, begitu melihat sosoknya, dia disambut oleh seluruh staf yang sangat bersemangat pagi itu karena atasan mereka yang lama sudah pindah. “Pagi semuanya.” “Pagi Mas Fa—“ Ratu yang awalnya begitu bersemangat, langsung lemas ketika melihat sosok yang berdiri tepat di belakang lelaki itu. “Ris,” sambungnya lalu kembali duduk di tempatnya tanpa berani melihat dan menatap ke depan. Apalagi ini? Batin Ratu. Sedangkan Raja, memberi tatapan penuh arti pada gadis berpakaian hitam putih itu. Tatapan yang seakan mengatakan kalau lelaki itu akan berbuat sesuka hati dan mengandalkan kekuasaannya di sini. “Baik, kalian semua, silakan memperkenalkan diri pada ketua Divisi kita yang baru. Ini Pak Rajasa Atma Gunadya yang akan memimpin kita selama beberapa tahun ke depan. Mohon kerjasamanya yang baik dan perlihatkan kinerja kalian sebaik mungkin.” ucap Faris. “Siap Mas,” sahut Nindy. Dia salah satu staf di sana, tapi selama ini dia juga terpilih sebagai asisten atau sekretaris Ketua. “Halo Pak Raja, perkenalkan saya Nindy Framana Sari, saya salah satu staf di divisi ini sekaligus yang akan membantu semua keperluan Bapak selama di kantor, karena saya juga menjabat sebagai sekretaris Ketua, selamat bergabung Pak.” Nindy menampilkan senyum terbaiknya, gadis itu terlihat cukup bersemangat karena atasan baru yang akan dia layani kali ini bukanlah seorang lelaki paruh baya, tapi lelaki muda nan gagah dengan sejuta pesona. Raja hanya mengangguk dan tersenyum tipis sebagai balasan perkenalan Nindy padanya. Kemudian dilanjutkan oleh staf-staf lain, dan Ratu mengambil bagian paling akhir, karena dia rasa hidupnya akan semakin rumit mulai sekarang. Diantara semua staf wanita yang sudah memperkenalkan diri, Raja belum mendengar ada yang memperkenalkan diri dengan nama Ratu, maka dia semakin yakin jika gadis yang sudah membuat mobilnya tergores itu adalah yang dimaksud Faris. “Ratu?” tegur Faris ketika gadis itu masih duduk diam tanpa terlihat berniat memperkenalkan diri. “Oh iya Mas.” gadis itu berdiri, mengambil napas dalam. “Perkenalkan saya—“ “Cukup, saya lelah dari tadi berdiri, saya pamit masuk ke ruangan, ya semuanya.” Ratu berhasil dibuat terdiam karena Raja langsung menyela kalimatnya ketika gadis itu akan memulai. Desy, Nindy dan beberapa staf lain langsung menatap ke arahnya. Dan Raja meninggalkan ruangan itu, lalu masuk ke ruangan pribadinya. “Lo sih, kelamaan.” Desy berdecak. “Gugup ya lihat cowok ganteng?” Nindy tertawa mengejek. Sumpah, bukan karena itu alasannya. Kepala Ratu ingin meledak rasanya, bagaimana dia akan menghadapi hari-harinya ke depan, di rumah, dan di kantor? lelaki kurang ajar yang udah mencium bibirnya sembarangan itu yang kini menjadi bosnya? jika begini, Pak Bun tentu lebih baik. Oh Tuhan, bisa nggak keadaan dikembalikan seperti semula? Do’a Ratu dalam hati. “Eh, ntar sore jadi, kan?” Desy menyenggol lengan Ratu dengan sikunya. “Apanya?” “Party dong, makan-makan. Katanya mau syukuran karena Pak Bun pindah.” bisik Desy. Ratu menghela napas. “Udah badmood gue, nggak deh.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD