Part 3

942 Words
Flashback "Hallo ini kak Thomas?" Sapa suara disebrang telepon. "Siapa ini?" tanya Thomas. "Hai kak aku Alin..." Thomas menyerengitkan dahinya setelah tau siapa yang menghubungi ponselnya dan akan memutuskan hubungan teleponnya. "Kak please jangan di matiin dulu, tolong aku kak,"  "Kamu kenapa?" "Mobil aku kak, mesinnya tiba-tiba mati," "Telepon bengkel aja," ujar Thomas  Alin jadi bingung harus mencari alasan apa lagi sekarang. "Tapi aku takut kak," "Takut kenapa?" "Kak tolong aku kak hiks... hiks... kak aku takut sendirian di sini kak hiks." Alin berpura pura menangis. "Hubungi polisi bukan aku." Thomas lalu memutuskan komunikasinya dengan Alin.  Thomas menggelengkan kepalanya sendiri Alin sengaja mencari alasan agar bisa bertemu dengan dirinya dan Alin sangat kesal rencananya gagal. Alin menghubungin Erik... "Rik rencana gue gagal nih," ujar Alin pada Erik. "Emang rencana lo apa?" Alin menceritakan rencananya pada Erik. "Lo sih kebanyakan nonton sinetron dah ini jadilah otak lo penuh dengan sinetronisasi begitu dah hahaha." Erik mendengarkan rencana Alin yang baginya receh dan sinetron banget. "Nih dengerin rencana gue yang sudah master dalam hal bersilat lidah," "Buset dah canggih bener lidah lo bisa silat, lidah lo dari perguruan mana?"  mulut Erik menganga saat mendengarkan perkatan Alin. "Lin lo sehat kan? Sumpah omongan lo bener bener super polos dan lugu." Erik menggelengkan kepalanya saat mengementari omongan Alin. "Aah diam lo berisik amat kayak emak emak sibuk ngerumpi sambil kasih makan anaknya di keliling kompleks perumahan deh," sahut Alin dengan ketus. "Jiaah lo kate gue emak emak berdaster apa, denger ya gue tuh bukan emak emak berdaster tapi berpiyama." Erik tak mau kalah dari Alin. "Heh penting ga sih bahas beginian, unfaedah banget sih lo." Alin mulai kesal pada Erik yang tidak to the point menjelaskan rencananya malah muter muter kesana kesini. "Lah lo sendiri yang mulai, yaa nih gue bilangin rencana gue supaya bang Thomas bisa ngelirik boneka kayak lo." "Aduuh makasih banget Rik udah bilang kalo gue kayak boneka," ujar Alin dengan bahagia. "Boneka santet maksudnya." "Eriiiiik kurang ajar lo gue bilangin kak Erika lo!! Gue bilangin mama Ella lo, lo liat aja," ancam Alin pada Erik. "Akh ga asyik lo main lapor nyokap. Yaa udah sini gue jelasin rencana gue." Erik menjelaskan rencanya pada Alin.  Walau Erik dan Alin bertengkar tapi mereka selalu bersama, saling bercanda, bertengkar tapi saling membantu. Alin tak sabar menunggu besok dengan segala rencana yang Erik ceritakan padanya dan berharap rencana tersebut berhasil.  Keesokan harinya... Thomas datang di salah satu kafe tempat dia janjian dengan Erik. Thomas melihat Erik melambaikan tangannya dan dia menghmpiri Erik. "Hai Rik, Ada apa manggil gw," sapa Thomas. "Gue kangen sama lo bang hehe." "Haha alay lo." Erik dan Thomas ngobrol sambil bercanda tak lama Alin datang dengan senyuman sumringah di wajahnya.  "Hai Lin lo ada disini juga?" Erik berpura pura terkejut bisa bertemu dengan Alin. "Gue juga kaget ada lo disini Rik, eeh ada kak Thomas... Hai kak kita bertemu lagi? Kita sering banget loh bertemu apakah ini pertanda?" ujar Alin dengan pura-pura memikirkan sesuatu. "Kenapa lagi-lagi gue harus ketemu sama lo ya Lin." Thomas melihat curiga pada Erik. Dia mengenal Erik yang suka jahilnya diatas rata-rata, Alden saja pernah dikerjai saat akan melamar Erika. "Mungkin kah ini pertanda kalau kalian sebenarnya berjodoh bang," jawab Erik dengan santai. Thomas hanya bisa diam, melihat Erik dengan tatapan tajam.  Alin akhirnya duduk bersama dengan mereka, bercanda dan saling tukar cerita. Alin melihat Thomas begitu berbeda dengan senyuman dan canda tawa. Alin biasanya melihat wajah Thomas yang selalu datar tanpa ekspresi tapi sekarang berbeda Alin makin tergila-gila pada Thomas. Tanpa terasa hari semakin larut dan sudah menunjukan waktu jam 8 malam. "Bang gue balik duluan yaa, ada janjian sama orang nih." Erik pergi begitu saja meninggalkan Alin dan Thomas berdua di kafe tersebut.  Suasana mendadak menjadi canggung, Alin tanpa Erik bingung harus memulai pembicaraan apa dengan Thomas. "Mau pulang jam berapa Lin?" tanya Thomas pada Alin. "Sekarang sih kak tapi aku tadi ga bawa mobil." Alin tadi datang bersama Erik dan memang sudah rencana Erik agar Thomas mengantarkan Alin pulang agar hubungan mereka jadi lebih dekat. "Lalu kamu pulang baik apa?"   "Mungkin taksi." "Ooh yaa udah." Thomas langsung pergi dari meja setelah membayar semuanya. Alin tertegun betapa tega nya Thomas meninggalkannya sendirian di kafe tersebut.  Alin berjalan keluar kafe dengan menudukkan kepalanya, Alin sangat sedih biarlah dia dibilang terlalu terbawa suasana tapi memang sekarang dia lagi kecewa. Brugh Alin menabrak d**a seorang pria sampai terjatuh. "Maaf aku ga sengaja," ujar Alin lalu berdiri  tanpa melihat siapa yang dia tabrak. Alin melanjutkan jalannya sendiri di trotoar tak memperdulikan keadaan sekitar. Alin berjalan terus dengan menunduk hingga Alin merasa lelah tak sanggup lagi berjalan, dia jongkok dan menangis sendiri. "Sudah capek kan jalannya, ayo berdiri aku antar kan pulang tak baik seorang gadis cantik berjalan sendirian dimalam hari." Alin mendengar suara yang familier ditelinganya dan menengadahkan kepalanya melihat Thomas berada tepat diatasnya. Alin tak percaya Thomas mengikutinya sepanjang jalan. Alin mencoba berdiri tapi kakinya terasa kram, Alin meringis merasakan kakinya yang sakit. "Ayo naik kepunggungku." Thomas berjongkong didepan Alin memutar badannya sehingga punggungnya di hadapan Alin. Alin sangat senang Thomas mau menggendongnya. "Tapi aku berat kak," ucap Alin dengan malu-malu tapi sebenarnya dia sangat bahagia. "Naik ga nih atau aku pergi aja deh kalo gitu," Thomas akan berdiri. Alin langsung menarik baju Thomas, Thomas yang mendadak ditarik secara tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh terduduk. "Aduuh pantatku." Thomas mengelus pantatnya. "Mamamaafkan aku kak." Alin menjadi tak enak sendiri. Thomas kembali keposisinya berjongkok dengan punggungnya menghadap Alin. Alin lalu naik keatas punggung Thomas, Thomas menggendong Alin dibelakang menuju parkiran mobil di kafe yang tadi mereka makan bersama. Sepenjang perjalanan yang singkat itu mereka hanya diam tapi senyum ceria terukir di bibir Alin, Thomas ternyata memperdulikannya dan tidak meninggalkannya. Thomas pun tersenyum kecil saat dia menggendong Alin, Thomas merasakan ada desiran aneh di dalam hatinya.  Flashback off Alin tersenyum sendiri mengingat kenangan manisnya 4 tahun yang lalu bersama Thomas. Walau hanya hal kecil seperti itu tapi mampu membuat Alin tak dapat melupakan Thomas sampai sekarang. Walau dia sudah berpisah dari Thomas tapi lelaki itu selalu ada dalam ingatannya. *•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•*•
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD