BAB 3 : Bertemu

2567 Words
"Kau sudah gila?." "Aku melihatmu berbicara dengan ikan-ikan itu." Kening Yura samar-samar mengerut heran, dengan tangkas tangan kecilnya mendorong dad4 Julian agar mundur. "Urusi saja urusanmu sendiri.  Kau sudah berterima kasih padaku, dan aku tidak terluka parah. Jadi urusan kita selesai." Julian menarik napasnya dalam-dalam menatap punggung Yura yang semakin menjauh dari pandangannya. "Dia benar, untuk apa aku melakukan ini" sesalnya. Julian memutuskan untuk membayar makanan yang telah di pesannya dan langsung kembali ke dalam mobilnya. Sesaat dia kembali di buat penasaran melihat Yura memasuki mobil ferrari 458, Yura mengendarainya dan pergi meninggalkan parkiran. Julian sedikit tidak percaya. Neydish memiliki biaya pajak dan harga yang sangat tinggi jika urusan dengan kendaraan untuk menekan angka kemacetan. Mobil yang  mahal dan untuk seorang penjaga kasir?. Perlu lima sampai enam tahun menabung. Atau tidak terbeli sama sekali. "Sial, kenapa aku harus ingin tahu?.  Bodoh! Urusannya bukan urusanku!" maki Julian pada dirinya sendiri.   *** Suara alunan musik terdengar mendayu indah antara violin dan piano, orang-orang berdiri dengan penampilan mewah mereka yang mencerminkan kumpulan orang penting. Dua orang artis terkenal bernyanyi dengan indah menghibur tamu, para pelayan hilir mudik membawa nampan minuman membawa pesanan tamu. Para isteri konglomerat menenteng tas mahal dan jaket berbulu mereka, perhiasan berlian, mutiara dan emas hasil pelelangan dengan barang terbatas, berkilauan menghiasi tubuh mereka. Pakaian yang di buat langsung oleh desainer pribadi mereka untuk menjadi kompetisi fashion di kalangan aristokrat. Mereka melenggang dengan percaya diri terkesan menantang siapa yang berpakaian lebih mahal. Karpet merah panjang terlihat mencolok di lantai sampai menelusuri tangga, sementara ruangan di dekorasi kuning keemasan dan lampu kristal raksasa yang tergantung di mansion mewah tersebut. Malam itu adalah malam perayaan hari ulang tahun Yang Mulia Ratu Ema Giedon, nenek Julian. Ema Giedon adalah seorang ratu kerajaan Neydish generasi ke enam.  Julian adalah cucu generasi ke delapan dengan gelar Pangeran, karena itu Julian di gadang-gadang untuk menjadi seorang presiden. Banyak pihak yang menginginkan kerjaan kembali mengambil alih pemerintahan sepenuhnya jika Julian bisa menjadi presiden. Thomas Giedon nampak sudah ada bersama Rebeca kekasihnya yang masih muda dan seksi. Jasen Gideon, adik dari Thomas berdiri di samping Ema dan membantu wanita itu menuruni tangga melewati cucu-cucunya yang satu persatu memeluk dan mengucapkan do'a. "Di mana Julian?" tanya Ema dengan tatapan kecewa karena yang ada hanya Nick, Scarlet dan Zicola. Sementara cucu kesayangannya tidak muncul. "Dia sedang dalam perjalanan, nenek" Zicola tersenyum lembut menjawab. Ema tersenyum samar, dia meremas bahu kokoh Zicola. "Kau terlihat sangat bahagia sekarang. Di mana adikmu?, harusnya kau membawanya, aku sangat penasaran." Zicola mengusap tengkuknya dan tersenyum malu. "Aku akan membawanya nanti nek. Tapi sekarang aku membawa kekasihku" Senyuman yang sempat pudar dengan kekecewaan Ema, kini kembali melengkung membentuk senyuman bahagia, "Di mana dia?" "Disana." Zicola menunjuk seorang wanita yang sejak tadi diam duduk sendirian. "Bawa kemari sayang, jangan mendiamkannya"   *** Julian mengancingkan kemeja putih yang terpasang di tubuh atletisnya, dia menatap dingin cermin besar yang memenuhi dinding di depannya. Julian menarik laci panjang yang di isi ratusan model dasi, kali ini dia memilih mengambil dan mengenakan dasi biru tua. Julian membalikan tubuhnya hanya untuk menatap para pelayan yang berdiri rapi di belakangnya. Langkah Julian mendekati kursi, lalu dia duduk, seorang pelayan wanita membungkuk di hadapannya untuk memakaikan kaus kaki dan sepatu di kaki Julian. Sementara seorang pelayan lainnya menyisir dan menata rambutnya dengan rapi. Setelah selesai, Julian berdiri membiarkan pelayan pria memakaikan jass yang senada dengan warna dasinya. julian mengulurkan tangannya mengambil salah satu jam tangan Rolex Daytona yang menunjang penampilannya menjadi semakin sempurna dan berkelas. "Terima kasih" ucap Julian sebelum dia pergi keluar dari ruangan. Langkah Julian melebar dan cepat melewati banyak ruangan dan tangga menuju pintu terakhir atap rumahnya. Suara mesin helikopter terdengar bising dengan baling-baling berputar, sudah siap untuk di terbangkan. "Pesawat sudah siap Tuan" Robin mempersilahkan. Julian mengangguk dengan senyuman singkat, "Terima kasih Robin." Julian memasuki pesawat kecilnya sendirian, malam ini dia akan membawa sendiri tanpa pilot. Terbang menuju mansion Yang Mulia Ratu Ema Giedon.   *** "Mengapa kau tidak ikut, Yu?" Daniel menggeleng heran dan tidak mengerti dengan keputusan Yura yang tidak pergi ke pesta. Yura tersenyum seadanya, irish matanya terlihat berbinar terselimuti air mata yang hampir jatuh, "Tidak apa-apa Daniel, aku perlu waktu menerima kehidupanku yang dulu." "Jangan sedih sayang" Nately memeluknya dengan erat. "Kami mengerti. Aku akan pergi sebentar, nanti kita bertemu lagi di Tereskop Gold." "Iya" Nately tersenyum lebar, "Nanti aku akan memperkenalkan dirimu dengan pria yang selama ini aku kejar" bisiknya dengan semangat. "Cepatlah keluar Nat!" teriak Daniel mulai kesal. Nately mencebikan bibirnya, dia langsung keluar mobil dan pergi melenggang menuju mansion Ema Giedon. Daniel melajukan mobilnya lagi keluar dari dari area mansion. "Apakah Nately yakin dengan keputusannya melamar pria?" Yura bergerak melewati porseneling dan duduk di kursi depan. Daniel menyerigai geli. Kakaknya, Nately sudah terbiasa melamar pria yang selama ini di kejarnya tanpa melihat harga dirinya sebagai wanita, bahkan ini bukan untuk yang pertama kalinya Nately melakukannya. Dan hasilnya sama, pria itu mengacuhkan dan menolaknya. "Lupakan saja Yu, Nat tidak akan pernah mendapatkannya. Pria gila itu terlalu tinggi untuk di raih" decih Daniel setengah kesal. "Siapa pria itu?, aku sangat penasaran." "Nanti juga kau tahu"   *** Julian melompat turun dari pesawat, dia berdiri sejenak untuk mengancingkan jassnya. Julian melangkah lebar melewati hamparan rumput yang sangat luas, mobil-mobil berjajar rapi mengkilap dan mewah terparkir rapi di samping mansion. "Selamat datang Tuan muda" seorang pelayan yang berjaga di depan pintu utama mansion membungkuk memberi hormat dan mempersilahkannya masuk. “Selamat malam” Julian melewatinya dengan senyuman menawan, sama sekali tidak menunjukan kesombongan dan keangkuhannya seperti yang dia biasa lakukan. Julian hanya akan sombong dan angkuh kepada sesama  rekan kerjanya, tetapi tidak kepada orang-orang kecil. Bagi dirinya dalam permasalahan menghasilkan uang, orang kaya adalah virus, dan orang miskin adalah vitamin. Kerumanan orang berkumpul perlahan membelah memberi jalan, mereka tersenyum dan memberi hormat melihat kedatangan Julian. Ema yang sedang duduk berkumpul dengan anak dan cucu-cucunya langsung tersenyum lebar melihat kedatangan Julian. “Selamat ulang tahun nenek” Julian memeluk Ema cukup lama lalu duduk bergabung dengan orang lainnya. “Aku pikir kau tidak akan datang” ucap Ema masih dengan senyuman yang menghiasi bibirnya yang sudah  keriput, kini usianya sudah Sembilan puluh tujuh tahun. “Mana mungkin aku mengabaikan hari ulang tahun wanita tercantik di dunia ini” puji Julian yang langsung membuat Ema tertawa. "Duduklah, jarang sekali keluarga kita bisa berkumpul seperti ini." "Terima kasih nenek." Julian menegakan tubuhnya mendengarkan percakapan kecil keluarganya, pria itu lebih irit bicara sejak duduk bergabung karena ada Rebeca dan Jaselyn yang ikut bersama Thomas. Di tambah dengan keberadaan Jasen Giedon pamannya yang menyebalkan. “Aku tidak menyangka kau membawa Jane kemari” bisik Julian yang duduk di samping Zicola, dia tidak tahan untuk tidak menggoda kakaknya yang pada akhirnya membawa Jane dan memperkenalkan wanita itu secara resmi. “Diamlah brings*k. Kau sendiri ke mana saja?, kau tahu kan adikku sudah kembali.” Umpat Zicola membalas. Julian dan Zicola  memang bukanlah saudara kandung, Zicola tidak memiliki darah keluarga Giedon sama sekali. Zicola adalah anak dari Alexander Franklin seorang penasihat terbaik kerajaan sekaligus sahabat Thomas, namun sejak aksi kudeta di masa lalu, Zicola harus kehilangan ayah dan ibunya, juga adiknya. Kini adik Zicola sudah kembali, dan Julian belum melihatnya karena terlalu sibuk. “Whoa.. santailah, aku juga adikmu. Kau langsung pilih kasih sekarang” rajuk Julian tidak suka. “Akhir minggu nanti datanglah ke rumah, aku membuat pesta untuk adikku.” Jesen yang duduk di ujung meja menatap tajam interaksi antara Julian dan Zicola, ada senyuman sinis yang menggambarkan ketidak sukaan di wajahnya. Namun, Jasen tahan karena ada Nick dan Scarlet anaknya yang sama sekali tidak bisa dia andalkan. Nick dan Scarlet tidak pernah tertarik dalam berbisnis, mereka lebih suka menjadi selebiriti. “Aku dengar kau memasok misil kepada teroris, tiga ratus orang berdemo di depan gedung karena penduduk mereka terluka dan rumah mereka hancur. Jadi bagaimana perkembangannya sekarang?” tanya Jesen dengan lembut namun menekan setiap kata-katanya. “Baik” Julian tersenyum lebar, dia mengambil segelas anggur dan menegaknya sampai tandas. “Semuanya sudah selesai. Itu misil bukan buatan Giedon Junior, jadi sudah tidak ada urusannya lagi denganku.” “Tetap saja bukan, citramu tercoreng, kau kan calon presiden.” timpal Jasen yang belum puas untuk menjatuhkan harga diri Julian. “Tidak masalah. Aku bisa membangun Negara di pulauku sendiri” jawab Julian enteng dan menohok, hampir saja Jasen tersedak dengan makanannya sendiri.   ***   Julian Pov   Sudah hampir satu jam aku di sini, berdansa dengan beberapa gadis dan bicara basa basi. Rasanya sangat bosan dan membuat otakku terpenjara.   Aku butuh rokok. Atau mungkin seks.   “Juls” sebuah tangan bergerak memeluk pinggangku dengan erat. “Lepaskan Nat” ya, aku tahu dia Nately. Parfum vanilla atau lavendernya terlalu familiar, dan kebiasaannya memeluk atau menciumku sembarangan, dia adalah wanita yang kacau. Malam ini Nately memakai gaun warna toska, aku tidak tahu desainer mana lagi yang membuatnya hingga membuat dia berpakaian hampir terbuka seutuhnya. Nately berdiri di depanku, dia membuka sebuah kotak hitam beludru dalam genggamannya.   Sial, jangan lagi! Itu menjijikan   “Menikahlah denganku Juls” Nately kembali melamarku. Wanita gila ini sudah hampir kehilangan akal sehatnya, aku sudah bosan menekan kata-kata ‘teman’ kepadanya. Aku sama sekali tidak tertarik padanya meski dia cantik, baik, ceria dan seksi. Aku tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan siapapun, apalagi menikah. Semua yang aku butuhkan sudah aku miliki, kejayaan, uang, tahta, popularitas, wanita. Kecuali keluraga. “Menjauhlah Nat, jangan membuatku menjadi pria baj*ngan” aku memperingatkan, walau bagaimanapun aku tidak ingin bersikap kasar padanya. “Juls.. ayolah, menikah denganku.” “Kau berlebihan Nat” Aku pergi secepatnya untuk menjauh, sudah cukup Rebeca dan Jeslyn yang membuatku muak, aku tidak ingin Nately menambah daftar kemarahnku di pesta ini.   *** Author Pov   Julian mengambil sebatang rokok dan pemantik dari saku jassnya, sejenak dia menyandarkan punggungnya di dinding menatap danau yang membentang luas cukup jauh dari mansion sambil menghisap sebatang rokok dalam kesunyian, jauh dari pesta. “Mengapa kau menolak?, apa kau benar-benar sudah jatuh cinta pada wanita itu?” samar-samar terdengar suara wanita di belakang tembok yang Julian sandari. “Sial jangan menyentuhku!” sahut seorang pria dengan suara yang sangat familiar di telinga Julian. “Oke oke, maafkan aku. aku hanya merasa cemburu melihatmu dekat dengannya, kau selalu terbiasa menolaknya.” "Sialan, kau memata-mataiku?." "Aku mencintaimu, apa aku salah jika aku ingin tahu segalanya?." Julian membuang asap rokok di dalam mulutnya, dia memilih membuang rokok itu meski hanya baru dua hisapan dia nikmati. Julian lebih tertarik melihat siapa yang sedang berbicara. Dengan gerakan halusnya Julian menggeserkan punggunya dan melihat siapa yang sedang bercakap. “Jangan macam-macam dengan keluargaku!, enyahlah!.” Zicola menatap tajam, sepenuhnya menolak sentuhan Rebeca. “Aku mencintaimu” ucap Rebeca tidak tahu malu, dia tetap mendekati Zicola dan menyentuh wajah pria itu dengan tatapan memuja,l. “Aku mengerti kau menolakku karena ada ayahmu Thomas. Tapi aku sangat mencintaimu” “Jangan terlalu percaya diri sialan” Zicola menepis dan mendorong Rebeca dengan kasar. Zicola langsung pergi tanpa rasa bersalah sedikit pun meninggalkan Rebeca sendirian. “Menyedihkan” gumam Julian dengan jijik. Rebeca terperanjat kaget, "Juls.." ucapnya dengan waspada. Julian berdecih seraya mengedikan bahunya dengan acuh. Wajah Rebeca memucat nampak ketakutan, melihat Julian yang melewatinya dengan angkuh tanpa sepatah kata pun.   *** Suara musik terdengar menghentak penuh semangat semakin membakar kegilaan orang-orang, Yura menari dengan seorang pria yang baru di temuinya, dia terlihat senang dan sedikit mabuk karena terlalu banyak minum. “Di mana Nat?, kenapa dia lama sekali?” teriak Yura. Daniel bergerak pelan mendekati meja, dia menuangakan segelas sampanye dan meminumnya untuk meredakan tenggorokannya yang mulai mengering. “Dia pasti sedang menangis.” “Mengapa dia harus merendahkan harga dirinya sebagai perempuan?” tanya Yura lagi semakin di buat penasaran. “Ini Neydish Yu, bukan Hong Kong. Wanita melamar pria itu hal yang sangat biasa” jelas Daniel dengan serigaian nakalnya. “Terima kasih” Yura melepaskan pelukannya dari pria asing yang menari dengannya, dia bergerak mendekati Daniel dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa. “Kau mabuk Yu?” “Tidak. Aku hanya lelah.” "Jangan mabuk, aku bisa babak belur di pukul kakakmu." *** Pandangan Julian mengedar di antara remang-remang cahaya yang berkerlap-kerlip, dia mencari teman-temannya yang sudah menunggu. Namun yang menjadi perhatian pertamanya bukan teman-temannya lagi, melainkan adik Nately dan gadis yang sedang bersamanya. Julian sudah cukup kenal baik dengan bentuk tubuh dan kecantikan Yura meski jarak mereka cukup jauh. Langkah Julian langsung tertuju kepada dua orang yang sedang berbincang dan tertawa sangat akrab di depannya. Menyadari kedatangan Julian, Daniel langsung mengalihkan perhatiannya dari Yura “Juls, di mana Nat?.” “Bukan urusanku” jawab Julian dingin, matanya mengunci dan bergerak menelusuri pakaian yang di kenakan Yura, kali ini gadis itu memaki gaun hitam selutut yang menambah kesan berkelas. Julian berdecih merasa terhina, Yura sudah bersikap kasar dan menolaknya tiga hari yang lalu, namun gadis itu kini sangat akrab dan dekat dengan Daniel yang jelas-jelas tidak ada apa-apanya bila di bandingkan dengan Julian. Yura kembali duduk dan merapikan rambutnya, dia tertunduk di bawah tatapan Julian yang mengintimidasi. “Aku tidak menyangka, kau sudah menolak kebaikan hatiku dengan cara yang menyebalkan. Ternyata seleramu sebatas ini” ejek Julian menyembunyikan rasa kesal dan harga dirinya. "Aku pikir kelasmu cukup tinggi." “Apa yang dia bicarakan?” bisik Daniel tidak mengerti. “Aku ke toilet dulu” Yura beranjak dari duduknya, dia memilih menghindari masalah sekecil apapun kemungkinannya. Namun langkahnya terhenti karena Julian lebih cepat menahan lengannya. “Lepaskan aku” “Aku akan melepaskanmu jika kau bersikap baik padaku” Julian tidak terima di acuhkan saat dia berbicara. “Lepas” Yura menghempaskan tangan Julian, gadis itu menatap tajam dan dingin membuat kekuasaan dan segalanya yang Julian miliki, sama sekali tidak berpengaruh baginya. Perasaan terhina semakin melukai hati Julian, dengan sedikit amarah di dalam hatinya dia mendorong bahu Yura hingga membentur di dinding. “Mengapa kau membenciku?, apa salahku padamu?.” “Kau tidak punya salah.” “Kalau begitu bersikap baiklah, layaknya gadis baik-baik” “Lepas! Jangan menggangguku” Yura kembali mendorong d**a Julian sekuat tenaganya, namun bukannya mundur Julian malah menghimpit tubuh kecilnya hingga d**a mereka bersentuhan. “Kau tahu, karena uang sialan dua ratus dollar itu. Aku tidak bisa tidur dan terus memikirkanmu sepanjang malam, dan kau seenaknya bersikap seperti ini padaku setelah apa yang kau lakukan” “Dasar gila” umpat Yura dengan bentakan, dia sudah tidak tahan karena mulai menjadi pusat perhatian semua orang. “Sudah aku bilang jang__” Suara Yura menghilang di udara, bibirnya terbungkam oleh bibir Julian yang menciumnya dengan rakus, Yura berusaha memukul bahu Julian dan memberontak. Namun, pria itu tidak bergeming sama sekali dan lebih menarik tengkuk Yura memperdalam ciuamnnya, menikmati setiap sudut mulutnya dengan rakus dan menghisap lidah dan bibirnya, merasakan sisa-sisa anggur bercampur rasa strawberry di lipstick yang di pakaianya. Julian melepaskan ciumannya dan menyerigai puas, melihat api kemarahan di wajah cantik Yura yang semakin membuatnya berga*rah dan gemas dengan bibirnya yang membengkak karena ulahnya. Plak Tangan kecil Yura mendarat keras di pipi Julian, semua orang terhenyak kaget melihat keberanian gadis itu pada seorang Julian Giedon. “Brengs*k” isak Yura dengan derai air mata yang membasahi pipinya, dia berlari keluar membelah kerumunan dengan sisa harga dirinya. Sungguh Yura sangat malu dan jijik karena di perlakukan seperti wanita mur*han yang mudah di sentuh siapapun. “Kau keterlaluan Juls. Kau akan menyesal” Daniel membanting botol sampanye di tangannya ke lantai, dia berlari menyusul kepergian Yura. To be continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD