PART 3 *KHAYALAN YANG TAK SEINDAH KENYATAAN*

1033 Words
Setelah mengobati kakiku, Frans kembali mengabaikanku, dia fokus pada lukisannya dan seolah menganggapku tiada, diam-diam aku penasaran seperti apa keluarganya, apakah dingin juga sama seperti dirinya?! Entahlah. "Apa puas memandangiku dengan cara seperti itu?! Kalau kaki mu sembuh, pulanglah! Besok saja belajar menggambarnya, percuma dari tadi kau tidak bisa-bisa," ucapnya masih fokus pada lukisannya. "Maaf, baru kali ini aku menggambar, biasanya selalu digambarkan teman saat masih sekolah," ucapku salah tingkah. "Dasar pemalas, kalau tidak niat menggambar! Tidak perlu datang kesini lagi! Membuang waktuku saja," tajamnya masih fokus pada lukisan pemandangan alamnya. "Aku tidak malas, kok. Lihatlah! Gambarku bagus, kan?" ucapku menunjukkan gambar yang tadi dia suruh kerjakan padaku. "Oh ya?! Itu gambar pegunungan atau gambar dadamu?! Jelek sekali," hinanya memanaskan hati. "Kalau aku pintar menggambar, tidak mungkin belajar padamu," ketusku mulai kesal. Frans mendegus pelan, dia letakkan kuas di tangannya secara kasar kemudian mendekat padaku. "Sini, biar aku ajarkan!" serunya dengan posisi duduk di belakangku dan seolah-olah memelukku dari belakang. Tangannya yang kekar memegang tanganku pelan, kondisi seperti ini membuatku mabuk kepayang. Dengan pelan aku menoleh ke samping pas di dekat wajahnya, bibirku ingin maju menciumnya tapi malu untuk melakukannya. "Apa kau benar-benar niat belajar," tajam Frans mengagetkan aku dari khayalan, wajahnya tetap menghadap depan, sebegitu tidak memesonakah diriku?! Tuhan .... "Ten-tentu saja niat," jawabku seakan tertahan. "Tatap buku gambarmu," perintah Frans. Dengan gemetar aku langsung menurutinya. Dengusan nafasnya di leherku diam-diam membuat basah area sensitif ku. Badannya yang bak Dewa Yunani itu melekat erat di tubuhku, suasana seperti ini benar-benar sayang kalau harus cepat berlalu, aku ingin waktu berhenti agar bisa di dekat Frans untuk waktu yang lama. Tangannya yang seolah-olah memiliki magnet itu menggerakkan tanganku sesuai keinginan hatinya, aku tidak sadar apa yang dilakukannya, yang pasti, aku menikmati setiap detik demi detik di dekat tubuhnya. "Kalau kau menggambar, pastikan jiwamu ada dalam gambar itu, anggap dia seolah anakmu, rawat dia dan percantik dia sesuai keinginan hatimu, meski kelihatan sepele, kalau tidak dikerjakan secara serius juga hasilnya akan buruk," ucap Frans, entah kenapa seolah sebuah rayuan untukku. Tanpa sadar aku kembali menoleh ke arahnya dan mencium paksa bibir tebalnya. Frans kelihatan tegang untuk waktu yang lama, setelah mengatur deru nafasnya, entah keajaiban dari mana Frans membalas ciumanku. Lumatan bibirnya di bibirku semakin menambah gairah cintaku, entah kenapa aku bertindak nekat seperti ini, tapi setiap dekat dengan Frans, aku nyaman dan tidak rela jika harus berpisah dengannya. "Aku pasti sudah gila," batinku masih menciumnya. "Eeuummhhh ... euh--" desahanku semakin membuat Frans bersemangat. Dia lempar kertas dan pensil yang ada di tanganku kemudian dia buang ke lantai. Aku yang sedari tadi duduk di ranjang dia baringkan dengan pelan. "Kau sungguh berani," gumamnya membuka bajuku dan menyingkap bra yang menutupi dadaku, setelah terbuka, Frans melahapnya. "Aaahhhh--" desahku tidak tahan dengan perlakuannya, pria yang dicintai banyak wanita ternyata bisa bersikap liar kepadaku. "Katakan, Jalang kecil. Sudah berapa pria yang kau goda?! Sepuluh?! Dua puluh?! Atau bahkan lebih?! Berapa harga dirimu?! Aku akan membayarmu," ucap Frans, bagai tusukan pisau di hatiku, perkataannya sukses memadamkan seluruh api cintaku, tubuhku seolah beku. "Mak-maksudmu?!" tanyaku gemetaran. Frans menjauh dariku dan bangkit meninggalkan tubuh hampir setengah telanjangku, tak lama kemudian dia lemparkan uang seratusan ribu ke wajahku, entah berapa jumlahnya aku tidak tahu, tubuhku serasa kaku. "Jangan pura-pura bodoh, Jalang. Ini tujuanmu mendekatiku, bukan?! Merayuku, kemudian mendapatkan uang dariku, setelah itu kau cari pria lain," tuduhnya seolah aku wanita hina, tanpa sengaja mataku berkaca-kaca. Inikah tujuan sikap manisnya?! "Apakah setiap wanita yang ingin dekat denganmu kau anggap hina?! Jika demikian, sendiri saja selamanya! Kalau tidak suka, lebih baik abaikan saja! Jangan menghina!! Pria yang suka merendahkan wanita sebenarnya tak ada bedanya dengan pria murahan," balasku mengambil uangnya dengan tangan gemetar. "Apakah hanya segini saja kau membayarku?! Miskin sekali dirimu!! Kau menganggapmu wanita hina bukan?! Kau benar!! Aku hina karna sudah berciuman denganmu, dengan pria yang memperlakukan wanita secara sopan saja tidak bisa, aku penasaran, bagaimana ibumu jika sampai tahu kelakuanmu," ejekku entah kenapa membuat dia semakin murka. "KELUAR!! JANGAN TEMUI AKU KALAU AKU TIDAK MEMANGGILMU!" teriaknya kali ini tidak membuatku takut. Setelah mengancingkan bajuku, aku berjalan keluar meski kaki ku pincang, Frans terlihat semakin seram. Sebelum membuka pintu, aku kembali menatapnya dan berkata. "Lain kali sikat gigimu dulu sebelum menciumku, nafasmu bau," hinaku sambil membuka pintu, sebelum aku menutupnya, aku kembali berkata. "Kalau tidak mau disebut pria murahan, tambah bayaranku, kau bukan pria miskin, bukan?! uang ini masih kurang," ucapku mengibaskan uang ratusan ribu yang tadi dia lemparkan ke wajahku, ke arahnya. Frans hanya mengetatkan kedua rahangnya tanda tidak terima. Persetan dengan kemarahannya, aku meninggalkannya. "Tunggu!" serunya menghentikan langkahku. Tanpa menoleh ke arahnya, aku bertanya. "Ada apa?" ketusku tidak suka. "Ternyata Frisly dan semua gadis di desa ini masih lebih baik darimu, setidaknya, mereka tidak bersikap rendah seperti dirimu," tajamnya masih saja menghinaku. "Baru tahu, ya?! Kita sama-sama rendahan, Frans. Kau membiarkan seorang wanita masuk rumahmu sementara aku rendahan karna sudah menciummu, itulah kesalahan terbesarku, dan apa tadi kau bilang?! Jangan temui aku kalau aku tidak memanggilmu!" ucapku meniru ucapannya. "Cuih! Jangankan menemuimu, menatapmu saja aku sudah tidak minat!! Menjijikkan!! Kukira kau pria terhormat, ternyata sama saja seperti p****************g di luaran sana!" hinaku kali ini benar-benar puas melihat kemarahannya. Aku sedikit lega setelah menghinanya. Meski aku tahu dalam pertengkaran ini akulah yang bersalah. Aku tidak bisa terima dengan hinaannya. Aku segera meninggalkan rumah dan membuka paksa pagarnya, karna terkunci, aku membuka gemboknya dengan sebuah batu, alhasil gembok itu rusak akibat ulahku, seenaknya aku lempar selembar uang ratusan ribu ke arahnya, Frans semakin menajamkan tatapannya. "Apa-apaan lagi ini?!" bentaknya geram. "Sebagai ganti rugi karna aku sudah merusakkan gembok pagarmu. Lain kali ingat untuk menambah bayaranku, jangan sampai pria di luaran sana membayar lebih mahal ciumanku! Aku bisa meninggalkanmu." "VASYA!! PULANGLAH!! KAU SUNGGUH BERANI!!" bentak Frans, kali ini penuh ancaman, matanya sampai memerah karna amarah, kedua tangannya terkepal erat, nafasnya bergerak naik turun, bahkan saking emosinya, dia membanting sesuatu yang ada di dekatnya. Karna takut, aku segera meninggalkan pagar, aku ingin menjauh secepat mungkin, meski pura-pura tenang di hadapannya, dalam hatiku ada rasa ketakutan juga. Ah entahlah .... *** JUDUL : BURUNG KECIL PENULIS : Dilla 909 ******** Klik tombol love, follow, komen and share ya, Sayaaaang. Papay ... wkwkwkwkwkwk TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD