PART 2 *HARI PERTAMA DI RUMAH FRANS*

1381 Words
Aku sangat bahagia, diantara semua wanita yang pernah ditolaknya, aku dia terima jadi muridnya. Frisly yang baru saja melamar jadi buruh cucinya juga dia tolak, oh astaga! Aku sangat bahagia. Aku menang melawan mereka semua, sombong sedikit apa salahnya. "Em ... maaf ya, Frisly. Mau bagaimana lagi? Frans memilihku," ucapku pura-pura tidak enak hati. "Ck, jangan besar kepala, Bodoh. Frans hanya menjadikanmu muridnya, bukan kekasihnya, itu artinya, kesempatan kami para wanita masih ada. Lihat saja, aku akan membuatnya mabuk kebayang besok," ucap Frisly, berapi-api. "Yah ... sebenarnya aku tidak mau membuatmu sedih. Tapi ya sudahlah, kau masih bisa merebut hatinya besok, sementara aku, aku akan nyaman dalam pelukannya, memegang kuas bersamanya, oh, Tuhan! Aku sangat bahagia!" seruku membuat Frisly kecewa. "Sudahlah! Lihat saja besok! Aku pasti akan melawanmu! Ayo pulang," ajak Frisly, menarik tanganku. Dia sepertinya geram dengan nasibku. "Ah elah ... santai, Sayang." "Sayang gundulmu." "Iya-iya, pulang. Tapi pelan-pelan." "Kau lemot, Vasya. Cepat atau lambat Frans akan bosan kepadamu." "Ck! Sirik," godaku mentertawakan Frisly. "Emang aku sirik! Mau apa? Ha?!" "Tidak, tidak apa-apa." Kami pun berjalan menuju rumah sambil sesekali bercanda. ****** Hari yang kutunggu-tunggu telah tiba, setelah beres membersihkan rumah tante, aku bersiap dan pergi ke rumah Frans, tak disangka Frisly sudah ada di sana dengan membawa bekal di tangannya. Dan penampilannya .... "Astaga! Itu anak ada-ada saja, lihat pakaiannya! Huh! Terlihat belahan d**a," batinku menepok jidat melihatnya. Haruskah aku berdandan seksi seperti dia. "Selamat pagi, Vasya!!" seru beberapa wanita, sambil keluar dari persembunyiannya. "Kalian?! Mau apa kalian datang kemari?! Banyak sekali!" seruku menggeleng-gelengkan kepala. Aku sangat kesal, kukira hanya Frisly saja sainganku, ternyata tidak. "Huft ...." "Oh, ayolah ... jangan terlihat kesal begitu, kau anak baru di desa ini, bukan? Bawa kami ke dalam dan biarkan kami semua belajar melukis dengan si tampan Frans," ucap salah satu dari mereka merayuku. "Haah ... baiklah," ucapku lelah. Frisly beserta mereka semua tersenyum lega, tapi diantara mereka semua, akulah yang paling buruk penampilannya. Meski sudah dandan, entah kenapa aku terlihat aneh. Apakah hanya perasaanku saja?! Ah entahlah! Terlalu banyak mengeluh juga tidak baik. "Se-selamat pagi, Guru Frans," sapaku setelah sampai di dalam rumahnya. Frans menajamkan tatapannya melihat kami semua. "Ada apa ini?!" bentaknya marah seperti biasanya. "Eh, Frans! Aku membawa makanan dari rumah, cobalah," sela salah satu wanita, sangat besar dadanya. Aku penasaran apa benar itu d**a asli atau bukan, Frans pun sedikit terkejut melihat wanita di depannya. "Aku tidak lapar! Aku tidak butuh makanan! Pulanglah!" usir Frans, lagi-lagi membuat gadis terluka. "Heh! Minggir kau! sekarang giliranku!" seru wanita di belakang wanita yang baru saja memberikan bekal pada Frans, tidak sabar. Wanita yang membawa bekal itupun terjatuh akibat dorongan dari wanita yang ingin merayu Frans. "Akh!" rintihnya tanpa diduga sesuatu dari balik bajunya terlepas, rupanya balon berisi air. "Astaga! Lihatlah! Dadanya palsu!" seru wanita di belakangnya, membuat semua wanita di sana tertawa. Wanita pembawa bekal itupun meneteskan airmata. Saat aku akan menghentikan tertawaan mereka. Frans lebih dulu mengeraskan suaranya. "DIAM!! APAKAH SEPERTI INI CARA KALIAN MENTERTAWAKAN KEKURANGAN ORANG?! PERGI SEMUANYA!!" bentaknya bak halilintar di pagi hari. Semua wanita di rumahnya terdiam dan langsung mengundurkan diri sedikit demi sedikit. Demikian pula aku dengan Frisly, kami takut untuk mendekat pada Frans yang saat ini tengah emosi. Dibalik sikapnya yang dingin, rupanya ada perhatian juga pada orang yang teraniaya. "Fris ... ayo pergi. Aku takut," lirihku gemetar. "Ayo," ajak Frisly, menarik tanganku. Gadis yang jatuh tadi ditolong oleh Frans. "Lain kali jangan mempermalukan dirimu sendiri dan bersikaplah apa adanya. Seorang pria tidak selalu menyukai d**a besar tapi pengertian! Kau pulanglah, aku tidak mau seseorang mengganggu pekerjaanku!" gadis itu seketika tersenyum sambil membenahi pakaiannya yang berantakan. "Terima kasih, Frans. Kau ternyata pria baik. Aku tidak akan menggangumu lagi kalau kau tidak nyaman. Sungguh! Hanya kau perhatikan seperti ini saja aku sudah bahagia. Selamat tinggal," ucapnya tak lama kemudian pergi menyusul wanita yang lainnya. Aku dan Frisly mengintip dari balik pagar. "Sudah, ayo pergi," ajakku ketakutan. "Hey! Bukannya kau tadi mau jadi muridnya, Frans?" ucap Frisly memperingatkanku. "Eh! Tidak-tidak. Kita pulang saja," jawabku blingsatan. "Haiyaa! Kau harus kesana, kapan lagi bisa dekat dengannya! Ayo!" antusias Frisly, kembali menarik tanganku. "Eh! Apa-apaan ini?! Aku takut, Frish! Lepaskan Aku!" seruku berusaha melepaskan tangannya. "Jangan seperti kucing! Ayo masuk! Kau harus berani." "Tidak mau, Fris! Kita pulang saja. Aku tidak mau jadi sasaran emosinya! Kau saja!" ucapku berusaha meronta, tapi Frisly terus memaksa dengan cara mendorong badanku dari belakang. Frans yang merasa terganggu dengan kedatangan kami berdua langsung mendekat dan siap melontarkan makian, rahangnya mengetat, matanya menggelap, auranya benar-benar menyeramkan. Karna ketakutan, aku terjatuh dan langsung menimpa badan Frans, kebetulan dia menangkapku. Yang jadi masalah, Frisly kabur sementara bibirku menyentuh bibir Frans. "Tuhan!! Aku pasti dihajar," batinku gemetaran. Jantungku berdetak tidak karuan, keringat dingin mulai terasa membasahi badan, mencium Frans bukanlah perkara yang membahagiakan, melainkan menakutkan. "Ma-maafkan, Aku. Aku akan pergi dan tidak menganggumu," ucapku berusaha bangkit dari badannya tapi jatuh lagi, tubuhku terlalu lemas karna ketakutan. "Apakah ini yang dinamakan bangun?! Terus berada di atas tubuhku?!" seru Frans, mengejekku. "T-tidak!" seruku bangkit berdiri tapi sialnya jatuh lagi. "Tuhan, aku benar-benar tidak ingin cari perhatian! Tapi kenapa aku jatuh berulangkali?! Frans pasti mengira aku sengaja," batinku putus asa. Saking kesalnya mataku berkaca-kaca. "Apa ingin cari perhatian seperti wanita tadi?! Pura-pura jatuh, lalu menangis. Sayangnya aku tidak percaya, Vasya!" tajam Frans, perkataannya benar-benar angkuh. "Jangan sembarangan, aku tidak mencari perhatian," lirihku kesal. "Kalau begitu masuk rumahku dan laksanakan tugasmu!! Kau ingin jadi muridku, bukan?!" seru Frans, tanpa perasaan. "I-iya," ucapku berharap kaki-ku tidak apa-apa. Setelah digerakkan agak lama, kenyataannya memang sakit. Aku baru menyadarinya karna dari tadi sibuk ketakutan dengan Frans. "Kenapa?!" tekan Frans, lagi-lagi ingin menghinaku. Ibarat pisau, ucapannya sangat tajam. "Ini benar-benar sakit. Aku tidak berbohong," tanpa sengaja aku cengkeram d**a bidangnya. Jatuh di atas tubuhnya ibarat jatuh di kandang ular, mengerikan. "Heh! Merepotkan saja!" Frans membangkitkan badannya sambil membawaku dalam pelukannya. Dia menggendongku dari depan seperti anak kecil yang bermanja pada ayahnya. Gendongan seperti ini benar-benar intim, bagaimana tidak? Milik kami berdekatan, badan kami berhadapan, dan nafas Frans, menghembus pelan di leherku. Ah ... aku merasa aneh, belum lagi tangannya yang kuat itu memegangi p****t dan punggungku agar tidak terjatuh, wanita yang sempat menggodanya tadi pasti akan menyakitiku jika tahu. Untunglah sudah pada bubar, jadi aku aman. Frans menuju pagar dan langsung mengunci pintunya agar para gadis tidak masuk apalagi mengganggu pekerjaannya, Frisly yang kabur juga tidak terlihat batang hidungnya. "Dasar menyebalkan, tidak setia kawan," batinku geram. Setelah dipastikan terkunci, Frans membawaku ke dalam kamar, aku semakin gelisah dan was-was jika terjadi sesuatu. Tapi sebagai wanita yang sudah berusia dua puluh tahun, aku pura-pura berani. "Apa kau begitu tidak sabar dan ingin mencumbuku di kamar?" godaku pelan. Frans sepertinya terkejut dengan ucapanku, dia melemparku dengan geram ke atas ranjang. "Aakh ... sakit ...." "Rupanya kau liar juga, w*************a," tajam Frans, tembus ke dalam hatiku. "Cih! w*************a?! Enak saja. Kalau wanita tadi bisa menggodamu, kenapa aku tidak?" protesku berusaha bersikap biasa. Padahal dalam hati takut luar biasa. "Jadi kau ingin bersikap murahan sama seperti mereka?!" Frans menatapku tidak suka. "Ti-tidak! Tentu saja tidak, aku berbeda, aku punya harga diri yang tinggi--" "Kalau kau punya harga diri yang tinggi! Sebaiknya jaga sikapmu dan jangan menggodaku! Kau bukan tipeku!" sahut Frans, memotong ucapanku. Lidahnya beracun sekali. "Tentu saja. Kalau begitu biarkan aku pulang," gerutuku kesal. "Dengan kaki mu yang seperti itu?! Kau ingin warga desa menuduhku telah berbuat hal yang tidak baik padamu?!" tuduh Frans, memaki ku. "Ya sudah! Terus apa maumu?!" ucapku semakin kesal. "Biarkan aku obati lukamu, setelah itu mengambarlah sesuatu untuk melentikkan jarimu, kalau sudah sehat besok, kau bisa jadi pelayan di rumahku setelah itu melukis bersamaku! Satu lagi!! Usir semua wanita yang ingin menggodaku!! Mengerti?!" intruksi Frans, layaknya seorang majikan. Tapi kalau belajar melukis dengannya bisa menghasilkan sesuatu, kenapa aku tidak mencobanya. "Ok, tentu saja," jawabku menyetujui usulnya, meski ditolak olehnya, aku tidak boleh gagal mengambil ilmunya. Frans mengobati luka ku, dia juga memijat kaki ku yang rupanya ada lebam. Perhatiannya kembali membuatku tertarik, andai aku jadi kekasihnya, pasti takkan kubiarkan wanita lain masuk dalam kehidupannya, meski hanya sedikit, tidak akan. Berhubung dia tidak mencintaiku, ya sudahlah .... Aku pasrah. *** JUDUL : BURUNG KECIL PENULIS : Dilla 909 ******* Klik tombol love, follow, komen and share, Sayaaang. Semoga suka yaaaa. Muuaaaaaaccchhhh hahahahahahaha TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD