Dia kembali?

1026 Words
Akan lebih sulit melupakan kenangan pahit dari pada kenangan indah.                                                                                               ~~~ Jasmine tersenyum sangat manis ketika Jere berlari ke arahnya sembari menggendong Jessie buah hati mereka. "Kenapa lari-lari, Jer?" "Jessie yang minta sayang," jawabnya. "Iyakan, Nak?" lanjut Jere bertanya pada Jessie. Gadis kecil itu tertawa dengan kedua tangan yang di kalungkan ke leher Jere. "Selu, Mama," jawab Gadis berumur empat tahun itu dengan logat anak kecilnya. Jasmine hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat dua manusia kesayangannya itu. "Kita pulang sekarang? Sebentar lagi, nenek sama kakek mau ke rumah," terang Jasmine yang membuat Jessie tersenyum sumringah dan mengangguk. "I Love You," bisik Jere tepat di telinga Jasmine, sebelum melangkah pergi bersama Jessie dan meninggalkannya dengan senyum malu di belakang. "KAK!!!" teriak Jasmine dengan napas yang memburu dan pandangan lurus ke depan. Tidak berapa lama tampak Ari dengan raut wajah cemas menghampiri Jasmine yang terduduk di atas tempat tidur king size mereka. “Mama kenapa?” suara lucu Jessie terdengar setelah melihat air mata jatuh ke pipi Jasmine. “Mama enggak papa sayang. Kamu sama Kakek Jamal dulu, ya, cantik.” Ari berucap dengan sangat lembut, mengelus pipi gembul Jessie penuh sayang. “Mama-“ “Enggak papa sayang. Kamu keluar dulu nanti papa susul kamu.” Jessie tersenyum manis melihat ke arah Ari. “Oke papa.” Sebelum pergi gadis kecil itu melirik ke arah mamanya sejenak. Lalu, berlari pergi keluar dari kamar. "Kamu kenapa, Sayang?" Jasmine yang ditanyai hanya diam. Setetes air mata jatuh ke pipi nya. Ari mengguncang tubuh Jasmine karena takut sesuatu yang tidak baik terjadi pada istrinya itu. "Sayang!" panggil Ari dengan volume suara yang sedikit meninggi. Berhasil. Jasmine memalingkan wajahnya ke arah Ari. Memandang suaminya dengan tatapan kosong. Ari mengusap pelan pipi Jasmine, meniup wajah gadis itu agar kembali ke dunia nyata. "K-kak," gumam Jasmine dengan suara bergetar. "Iya, Sayang?" Jasmine menghambur ke dalam pelukan Ari, mencari kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan yang biasa menenangkannya. Ia menarik napas lalu mengeluarkannya, melakukan hal itu tiga kali sambil menutup mata. Ari mengelus kepala istrinya lembut untuk menenangkannya. Setengah jam berlalu, mereka berdua tetap pada posisi yang sama dengan Jasmine yang berada di pelukan Ari dan Ari yang duduk tegak sembari mengelus kepala Jasmine. Terdengar helaan napas yang keluar dari mulut Jasmine, membuat Ari menunduk sedikit untuk melihat ekspresi wajah istrinya. “Aku mimpi Jere.” Pernyataan Jasmine membuat Ari menjadi khawatir. Ia sangat takut Jasmine masih menyimpan rasa pada Jere, melihat nama Jere masih berdampak besar pada keadaan Jasmine seperti sekarang. “Aku cuma takut dia kembali dan ngerebut kebahagiaan ku lagi, Kak. Takut dia ambil Jessie dari aku.” Ari semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Jasmine. “Aku enggak bakal biarin itu terjadi sayang.” Jasmine mendongakkan kepala melihat wajah suaminya. “Kakak janji?” “Iya, aku janji sama kamu!” “Aku sayang kakak.” “Aku juga sayang kamu,” ucap Ari sembari tersenyum, walau tidak bisa dilihat oleh Jasmine. “Sekarang kamu siap-siap, ya.” Jasmine mengangguk, melepas pelukannya pada tubuh Ari. Membiarkan suaminya itu menatap wajah sembabnya yang baru bangun tidur dan mata bengkaknya yang baru menangis. “Aku lihat Jessie dulu, ya.” Jasmine mengangguk lagi tanpa niat menjawab pertanyaan Ari. Tatapan matanya masih kosong menatap ke arah jendela besar yang ada di kamar nya. Ari yang melihat itu hanya menghela napas pasrah. Ia mengetahui bahwa keadaan Jasmine sedang tidak baik-baik saja saat ini. “Sayang...,” Jasmine bisa mendengar panggilan Ari padanya dari luar kamar, tapi ia tetap tidak menggubrinya. “Sayang?” terdengar lagi suara Ari yang sekarang sudah semakin dekat dengannya. Lagi-lagi Ari menghela napas melihat istrinya yang masih setia duduk menatap ke arah jendela besar di kamar mereka. “Kamu ngapain? Kok belum siap-siap?” Jasmine memutar kepala melihat ke arah Ari, hanya sejenak setelah itu ia kembali menatap jendela besar yang bisa melihat langsung taman samping rumah. “Kalau gitu aku siap-siap duluan.” “Hem.” Jasmine berdeham menjawab pertanyaan suaminya.                                                                                         ~~~ Sudah satu jam berlalu. Ari sudah siap dengan setelan celana jeans dan kemeja sebagai atasannya. Bahkan, ia sudah selesai memeriksa dan mengurus Jessie di kamarnya. “Sayang?” Ari memanggil Jasmine saat ia masuk. “Hem?” Ari mendekati Jasmine yang sekarang sudah duduk di pinggiran spring bed dengan setelan casual yang sama dengan Ari. “Kalau kamu enggak mau ikut enggak papa. Biar aku sama, Jessie, aja.” Jasmine melihat Ari. “Kamu yakin bisa urus, Jessie?” Ari tersenyum lalu mengangguk. “Kita mengurus dia sama-sama dari lahir. Enggak mungkin aku enggak bisa mengurusnya.” Tidak ada senyuman yang terbit di bibir Jasmine, ia hanya mengangguk lalu kembali mengangguk. “Kamu istirahat. Jangan sampai kamu sakit cuma karena bunga tidur.” “Iya, aku tahu. Mungkin setelah istirahat aku bisa merasa lebih baik.” “Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.” Jasmine kembali mengangguk sebagai jawaban tanpa melihat Ari. “Jessie....” Ari memanggil putri kecil mereka yang sedang bermain bersama Jamal di luar kamar. “Kamu pamit dulu sama mama,” perintah Ari setelah melihat gadis kecilnya itu berlari memasuki kamar, dengan tawa ceria yang tercipta di wajahnya. Jessie menuruti ucapan ayahnya. Ia memeluk sang mama dan mencium pipi Jasmine cukup lama. “Mama sayang, Jessie.” Jasmine mempererat pelukannya dengan putrinya. Ia sangat takut kehilangan putri semata wayangnya itu. Sejak kelahiran Jessie, Jasmine benar-benar berubah menjadi seorang Ibu yang sangat peduli pada anaknya. Suatu waktu, ketika Jessie terjatuh saat sedang belajar berjalan dan membuatnya menangis. Jasmine ikut menangis tidak tega melihat wajah dan mendengar tangisan Jessie. “Udah-udah. Nanti kita terlambat,” tegas Ari menghentikan keadaan yang penuh drama itu. Jasmine menurut, melepas pelukannya dengan Jessie. Memaksakan senyum pada putri kecilnya itu. Jessie kembali berlari keluar kamar menghampiri Jamal yang menunggunya di luar kamar. “Kalau gitu aku pergi dulu.” Setelah berpamitan, Ari mencium dahi istrinya cukup lama. Berharap agar istrinya menjadi lebih baik setelah mereka pulang nanti. Tapi di sisi lain, Ari juga senang karena Jasmine lah yang menginginkan dirinya tidak jadi pergi, sehingga Ari tidak perlu mencari alasan lagi agar Jasmine tidak ikut ke rumah om-nya. Jasmine diam menatap kepergian suaminya. “Aku sayang kamu, Jasmine,” ucap seseorang tepat di samping telinga Jasmine.                                                                                     ~~~ Ucapan saja tidak cukup untuk meyakinkan jika perbuatanmu sudah bertolak belakang dengan apa yang kau katakan. Mereka yang melihatmu tidak akan pernah tahu apa isi perasaanmu sebenarnya, walaupun hatimu tidak pernah berpikir demikian, tapi fakta yang terlebih dulu hadir di kepala adalah segala kemungkinan buruk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD