Pertanyaan James pada Lucas

1055 Words
Arabelle mengusap lembut rambut Xena, ia menenangkan sepupunya itu. “Kakak jangan takut lagi ya, disini ada Ara dan juga Papah.” Masih dengan ketukatan, Xena memeluk erat Arabelle dengan eart. Matanya berkeliling menyusuri ruangan kamarnya, napasnya pun masih berderu tak beraturan mengingat kejadian mengenasnya itu. Sungguh, Xena benar-benar takut hingga membuatnya menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Arabelle. "Mereka ada dimana-mana, mereka orang jahat. Mereka yang telah membuat mamah dan papah pergi untuk selamanya," ucapnya lirih. "Iya, Kak. Kak Xena tenang ya. Mereka semua udah ga ada disini. Kakak tenang ya. Disini ada Ara dan Papah," ucapnya seraya mengusap punggung Xena seng lembut. Perlahan, dengan sikap lembut Arabelle, membuat Xena merasa lebih tenang. Napasnya mulai beraturan serta pikiranya tak lagi terfokus pada kejadian tersebut. Arabelle pun melonggarkan pelukannya dan menatap sepupunya itu. Terlihat airmata yang masih tersisa dipipinya, membuat gadis berambut sebahu itupun mengusap airmata sepupunya tersebut. "Kakak tenang ya. Kakak nggak perlu takut." Xena terdiam, tatapannya kosong lurus kedepan, membuat Ardi dan Arabelle tak tega meninggalkan Xena sendirian di kamar, hingga Arbelle pun memutuskan untuk tidur dengan Xena, menemaninya. “Pah, sepertinya Ara, harus menemani Kak Xena." Ardi mengangguk. “Iya Nak. Papah tidak tega meninggalkan dia sendirian dalam keadaan yang seperti ini." Arabelle mengangguk, lalu mereka pun segera membantu Xena untuk berdiri berjalan menuju kasurnya. Xena duduk dikasurnya masih dengan tatapan mata yang kosong, Arabelle pun ikut duduk tepat disampingnya. “Yasudah Ara, kalau gitu Papah keluar ya." “Iya Pah." “Tapi kamu ingat ya, kalau sampai terjadi sesuatu, kamu langsung beritahu Papah ya." Arabelle mengangguk dengan senyuman tipis diwajahnya. “Iya Pah, pasti.” Tak lama, Ardi pun segera keluar dari kamar Xena dan menuju ke kamarnya. Arabelle memeluk Xena dari samping, seraya mengusap pundaknya dengan lembut ia terus menenangkan sepupunya itu. Sungguh, melihat trauma yang dialami sepupunya ini benar-benar membuat Arabelle merasa sangat sedih. Mungkin, kalau dirinya yang berada diposisi Xena, ia akan mengalami trauma yang sama atau bahkan lebih buruk. “Kak Xena. Kakak harus kuat, Kakak pasti bisa sembuh. Ara ingin Kakak yang dulu yang selalu ceria dengan senyuman manis Kakak. Kakak inget kan, dulu Kak Xena pernah janji, kalau Kakak akan terus melindungi Ara, karena Kak Xena adalah seorang Kakak.” ucap Ara dengan suara lirih menahan tangis. Namun, Xena masih terdiam dengan tatapan kosongnya. ****** Di lain tempat, Lucas yang sudah tak kuat memapah Xavier, tiba-tiba terjatuh bersama saat dirinya ingin mengetuk pintu rumah mewah seperti istana yang didominasi warna Gold dan juga hitam yang tak lain adalah rumah milik Xavier. Ia mendudukan bosnya itu di dekat pintu. “Saya tidak mungkin meninggalkan Pak Xavier disini, saya harus segera membawa Pak Xavier ke kamarnya.” gumam Lucas. Tok ... Tok ... Tok ... Tak lama, seseorang membukakan pintu rumah Xavier. Lucas langsung terkejut, bahwa ternyata yang membukakan pintu itu bukan asisiten rumah tangga Xavier, melainkan James, Papah kandung Xavier. Lucas langsung menghela napasnya, ia tahu pasti setelah ini dirinya akan dicecar pertanyaan-pertanyaan yang membuat dirinya harus jujur pada James pasal Xavier. “Pak James,” sapa Lucas dengan senyuman tipis. James hanya mengangguk lalu terfokus pada sang anak yang tengah menutup matanya didekat pintu itu. Mencium aroma wine yang sangat menyengat membuatnya sudah tahu, kalau anaknya ini tengah mabuk berat. James, menghela napasnya dengan gusar, ia memberi kode pada beberapa bodygruadnya yang bekerja di rumah itu dengan menepuk tangannya sebanyak dua kali. Tak lama, dua orang bertubuh besar dan tinggi menghampiri James. “Maaf Tuan, ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu dari mereka. “Bawa Xavier ke kamarnya.” titahnya yang langsung dianggukan oleh mereka berdua. Dua bodygruad itu pun langsung membawa Xavier segera menuju ke kamarnya, sedang Lucas masih berdiri disana dengan terus memberikan wajah ramah pada James. karena ia tahu James akan mendesak dirinya untuk berkata jujur. “Lucas, kamu ikut saya,” ucapnya dan langsung berbalik masuk kedalam rumah. Lucas pun mengangguk dan mengikuti James dari belakang. Ia pasrah apapun yang akan dilontarkan oleh James pada dirinya. Tak lama, mereka duduk di ruang kerja milik Xavier. James memerhatikan Lucas lalu menghela napasnya sejenak sebelum ia berbicara. “Saya tahu, Xavier mabuk pasti karena sesuatu,” ucapnya yang langsung dianggukan oleh Lucas. “Apa masalahnya?” tanya James tegas. 'Apakah aku harus jujur, kalau ini semua karena Pak Xaver yang kecewa pada Jovita.' batinnya bingung. "Lucas?" Panggil James lagi. Perlahan, Lucas yang awalnya menunduk menatap James. Namun, ia masih terdiam dan belum berbicara. Karena Lucas tahu, dari dulu James tidak suka akan kehadiran Jovita, wanita yang telah membuat Xavier seperti ini. “Lucas?” “Iya Pak." “Jawab pertanyaan saya,” tegasnya Lucas masih terdiam. “Karena Jovita?” Lucas menghela napasnya sejenak. Ketika ia ingin mengucapkan sesuatu namun James telah lebih dulu mengatakannya, hingga membuat Lucas pun mau tidak mau mengangguk membenarkan perkataan dari James. James mengerjapkan matanya sejenak seraya mendengus pelan. “Saya sudah duga dari awal. Ini semua pasti gara-gara wanita itu.” gumamnya. “Maaf Pak. Saya tidak bisa mencegah Pak Xavier untuk tidak mabuk." “Tak apa, saya tahu itu. Xavier memang keras kepala, ia arogan. Jangankan kamu, saya sebagai Papah kandungnya pun sulit untuk memberitahu dia. Kecuali Mamahnya, ia sangat sangat sayang dengan Mamahnya, maka dari itu apapun yang dikatakan Mamahnya pasti ia turuti.” Lucas megangguk, ia tidak terlalu banyak tahu pasal kematian Caroline, Mamah kandung Xavier. Namun, mendengar sedikit cerita dari James dan juga Xavier yang membicarakan pasal wanita itu membuat Lucas paham, kalau Xavier memang benar-benar menyayangi Mamahnya. James mengusap seluruh wajahnya. “Bahkan sifat Xavier yang menjadi pemabuk seperti ini juga karena dia depresi pasal kehilangan Mamahnya. Saya berharap ia menemukan sosok wanita yang baik seperti Mamahnya, yang bisa membuat Xavier menjadi seseorang yang lebih baik lagi.” Lucas mengangguk. “Yasudah Lucas, kamu boleh pulang sekarang." “Baik Pak. Kalau begitu saya permisi.” pamitnya yang langsung dianggukan James. Lucas pun segera bangkit dan berlalu pergi dari ruangan tersebut. James masih berada di ruangan itu menyandarkan kepalanya pada sofa itu dan menatap langit-langit diatasnya. ‘Caroline, aku tidak bisa menjaga anak kita. Hanya kamu yang bisa mengubah sifat kasar Xavier.’ batinnya. James menghela napasnya, ia mengusap seluruh wajahnya mengusap kedua matanya yang sudah berkaca-kaca lalu segera bangkit dari posisinya dan berjalan keluar dari ruangan itu. Sekali lagi, James menghela napasnya, ia mencoba untuk tenang menghadapi sikap Xavier yang seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD