James berjalan menuju ke kamar sang anak. Ia melihat kalau Xavier sudah terbaring di kasur masih dengan menggunakan baju kerjanya.
Tapi, kemeja serta sepatunya sudah di buka, dan itu pasti para dua bodyguard tadi yang membawa anaknya ke kamar.
James menghelah nafasnya. 'Walaupun Papah sangat menyayangi kamu. Tapi kamu akan tetap Papah hukum, Nak. Besok kamu akan mendapatkan hal yang setimpal atas perbuatan kamu hari ini.' batinnya.
*****
Pukul 06:00. Arabelle terbangun dari tidurnya, ia menoleh kearah samping dan tidak melihat sosok Xena disana.
Dengan segera, gadis berambut sebahu itu pun bangkit dan langsung mencai keberadaan sepupunya.
“Kak Xena ... Kak? Kak Xena ... Aduh, Kak Xena kemana?”
Dengan perasaan mecemaskan Xena. Arabelle, menyusuri kamar itu. Ia takut kalau sepupunya itu akan melakukan sesuatu yang nekad. Karena, kalau trauma yang dialaminya kambuh, Xena bisa melakukan apapun, bahkan dulu saat dirinya menjenguk Xena di panti rehabilitasi.
Arabelle melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Xena menyayat tangan sendiri dengan silet, bahkan Xena juga pernah hampir lompat dari balkon akibat pusing karena selalu terbayang-bayang akan tergedi mengenaskan tersebut.
Sungguh, semua itu membuat Arabelle sangat takut kalau Xena akan melakukan hal seperti itu lagi.
“Kak Xena ... Kak ... Kak Xena kemana?”
"Aduh ... Aku takut Kak Xena melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri."
"Kak ... Kaka Xena ...."
Panggilanya berkali-kali, namun jangankan wujudnya suaranya saja tidak ia dengar.
Sungguh, ini benar-benar membuat Arabelle sangat mengkahwatirkan keadaan sepupunya itu. Ia mengusap seluruh wajahnya, bingung mencari Xena kemana lagi.
“Di kamar mandi nggak ada, di balkon juga nggak ada. Kak Xena kemana? Apa Kak Xena udah keluar?” monolognya.
Arabelle pun segera menuju pintu kamar dan keluar dari kamar itu. Ia langsung terkejut, melihat Xena yang sudah berdiri didepannya dengan tersenyum.
“Kak Xena?”
Xena berdiri hanya tersenyum kearah Arabelle.
“Kak Xena kemana aja sih? Ara nyariin Kak Xena dari tadi, Ara kawatir banget sama Kak Xena,” ucapnya dengan menyentuh kedua pundak Xena.
Xena tersenyum tipis. “Maafin Kak Xena ya, nggak bilang sama kamu. Melihat kamu tidurnya nyenyak buat Kakak nggak tega jadi nggak tega bangunin kamu, jadi Kakak bangun duluan deh."
Arabelle bernapas lega, kini ia sudah melihat Xena dalam keadaan baik-baik saja. Ia pun tersenyum pada Xena.
“Iya nggak papa Kak. Ara sudah bisa bernapas lega, karena melihat Kak Xena baik-baik saja. Oiya, Kak Xena habis darimana?”
“Kakak tadi habis beres-beres bantuin Tante Tania."
“Yaudah, kalau gitu. Ara ke kamar ya Kak, mau siap-siap sekolah dulu.” ucapnya yang dianggukan oleh Xena.
*****
Byur ....
James menyiram segayung air kearah anaknya. Sontak, Xavier pun langsung membuka kedua matanya dengan pandangan yang masih buram.
Samar-samar, ia melihat bahwa sang Papah sudah berdiri dihadapannya, membuat lelaki beralis tebal itu memfokuskan penglihatannya.
“Papah?”
Masih dengan wajah marah pada sang anak, membuat James menatapnya tajam.
“Apa yang Papah lakukan pada Xavier?! Kenapa Papah siram aku Pah?”
“Kamu lupa apa yang kamu lakukan semalam, hah?! Kamu mabuk Sampai lupa pada diri kamu sendiri."
Xavier menyentuh kepalanya yang terasa pusing, ia mencoba mengingat kejadian apa yang dilakukannya semalam itu.
Seperdetik ia mengingat bahwa semalam dirinya mabuk berat, dan ini semua ulah Jovita, wanita sialan itu. Setelah ia mengingat itu semua, Xavier melirik Papahnya.
“Apa kamu sudah ingat?” tanyanya dengan tegas.
Xavier tak menjawab, namun ia berusaha untuk bangkit dari posisinya dan berdiri tepat didepan Papahnya.
“Kamu tahu apa yang kamu lakukan semalam itu salah?”
“Iya. Xavier tahu tindakan Xavier itu salah. Tapi Papah tidak perlu menyiram Xavier seperti ini."
James menggeleng. “Saya Papah kandung kamu, Xavier. Saya berhak memberitahu kamu akan perbuataan yang kamu lakukan!”
“Saya tahu itu! Tapi saya sudah dewasa, usia saya sudah kepala tiga. Saya bisa menentukan mana yang terbaik untuk diri saya sendiri!” balas Xavier dengan nada tinggi.
Plak!
James sangat emosi, ia benar-benar sudah tak tahan lagi melihat sikap kurang ajayt sang anak yang semakin hari semakin tidak ia pahaim. Hingga tamparan keras itu mendarat mulus tepat dipipinya, dan berhasil membuat Xavier syok akan hal itu.
Perlahan, ia melihat kearah James, dengan rahang mengeras. Xavier mencoba untuk meredam amarahnya.
“Kamu benar-benar sudah kelewatan, Xavier. Tindakan kamu semalam itu tidak hanya membuat nama kamu tercoreng. Tapi juga Papah sebagai Papah kandung kamu," desis James menatap anaknya.
Xavier menatap Papahnya dengan mata memerah menahan amarah sekaligus tangis karena mengingat pasal kematian Mamahnya.
“Papah yang kelewatan. Sampai sekarang, Papah tidak memberitahu tentang kematian Mamah.” sahutnya, lalu Xavier langsung bergegas pergi menuju toilet.
James mengerjapkan kedua matanya. 'Xavier kepergian mamah kamu sudah berlalu 8 tahun yang lalu. Dan kamu maaih saja tidak bisa mengikhlaskan itu semua, Nak.' batinnya.
*****
Di Rumah Ardi. Arabelle sudah berangkat menuju sekolah bersama dengan Papahnya. Sedangkan Tania masih sibuk di taman belakang menyirami tanamannya.
Xena pun yang sedari berada di dapur baru selesai membereskan rumah itu.
“Xena,” panggil Tania dari arah taman.
“Iya Tante.” jawabnya dan langsung menghampiri Tania.
Tania mematikan keran air itu lalu berbicara pada Xena.
“Jadi kapan kamu melamar pekerjaan di perusahan tersebut?”
Xena tertegun, sungguh akibat kejadian semalam membuatnya saat ini belum memikirkan lagi pasak tawaran tersebut.
Tak mendapat respon dari Xena membuat Tania sedirykit emosi.
“Hei! Kamu tuli?”
Xena langsung menatap sang Tante seraya menggelengkan kepalanya.
“Jadi kapan?”
“Xena belum tau, Tante.”
Tania menghela napasnya denagn gusar lalu melipat kedua tangannya seraya menatap Xena. “Kamu tidak mau bekerja? Kamu hanya ingin menyusahkan keluarga saya ya. Iya?!”
Xena kembali menggeleng. “Nggak, Tante.”
“Yaudah, kalau sekarang kamu bersih-bersih. Kamu ganti pakaian kamu dan segera pergi untuk mendaftar pekerjaan itu. Cepat!” tegasnya.
Dengan cepat, Xena pun langsung mengangguk dan segera berlari menuju kamarnya.
Gadis berambut panjang itu mandi, memakai baju kemeja putih lengan pendek dengan rok hitam sebatas lutut. Ia bercermin dan memerhatikan dirinya dicermin tersebut.
Rambut panjangnya diurai dengan aksen make up natural membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat manis.
Xena menghela napasnya. ‘Aku harus melamar pekerjaan tersebut. Aku tidak mau hanya dianggap parasit di rumah ini.’ batinnya.
Tak lama, ia pun membawa beberapa berkas miliknya serayt tas slempang berwarna coklat yang ia taruh dipundaknya.
Dengan tekad dan keberanian, gadis berhidung mancung itu berangkat menggunakan ojek online menuju ke perusahaan tersebut untuk melamar pekerjaan disana.
Beberapa menit kemudian, ia telah sampai di perusahaan tersebut. PT. Good Property. Nama itu yang pertama kali ia baca didepan gedung mewah sekitar lebih dari 50 lantai itu.
Xena menghela napasnya. ‘Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan disini.’ batinnya.