“Apa itu Om?”
“Selama kamu bekerja disini, kita jangan pernah terlihat dekat atau kenal sekali pun. Anggap saja kita kenal, kamu mengerti kan maksud Om?”
Xena mengangguk, karena ia tahu maksud dari Ardi adalah untuk melindungi dirinya dari pelaku pembantaian tersebut.
Ardi sudah mengatakan ini sejak dulu, dan menurut Xena apa yang dilakukan Ardi itu memang benar, ia harus menyembunyikan identitas aslinya.
“Bukan Om tidak mengakui kamu sebagai keponakan Om, tapi ini demi kepentingan kita semua, Xena. Kamu paham kan?”
“Iya, Om. Xena mengerti.”
Ardi tersenyum seraya mengangguk kecil. “Yasudah, kalau begitu kamu hati-hati ya.” ucapnya yang dianggukan oleh Xena.
.*****
Di ruang kerjanya, Xavier masih memikirkan wajah cantik Xena. Ia duduk disofa seraya memainkan dagunya dengan jari-jemarinya.
“Aurellia Xena. Tidak asing nama itu bagiku, seperti aku pernah mendengarnya. Tapi siapa?” gumamnya.
Xavier membenarkan posisinya dan mengambil foto ukuran 3x4 milik Xena, lalu ia perhatikan lagi wajah cantik gadis itu secara kseluruhan.
Dari bentuk wajahnya, matanya, hidung serta bibir dan senyumnya. Bahkan, ia memerhatikannya dengan detail.
“Bola mata itu, nama itu serta bentuk bibirnya mengingatku pada ....”
Ucapannya terhenti, ketika ia sepertinya mulai mengingat seorang anak kecil yang pernah ia bopong menuju sofa.
“Hey gadis kecil. Siapa namamu?”
“Xena.”
Seketika, ia terkejut lantaran seseorang menepuk pundaknya.
Dengan cepat, ia tersadar dari lamunannya dan menoleh pada seseorang tersebut yang tak lain adalah Lucas, sang asisten pribadinya.
“Lucas kamu menganggetkan saya, kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu,” tegasnya.
“Maaf, Pak. Dari tadi saya mengetuk pintu, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Karena saya kahwatir terjadi sesuatu pada Bapak, maka saya memutuskan untuk masuk, Pak. Sekali lagi saya minta maaf atas perlakuan saya."
Xavier menghela napasnya, itu memang salahnya. Ia tidak mendengar ketukan pintu dari Lucas karena pasti memikirkan tentang Xena.
Xavier menaruh foto Xena dimeja depannya dna berhasil membuat Atensi Lucas pun tertuju pada foto itu, hingga ia membatin. 'Itu foto wanita itu kan.’
“Duduk Lucas.”
Lucas pun segera duduk. “Maaf, Bapak memanggil saya, ada yang bisa saya bantu?”
Xavier mengangguk, lalu memberikan foto Xena pada Lucas. “Cari informasi tentang Aurellia Xena. Tidak perlu detail, saya hanya ingin tahu apakah alamat yang ia cantumkan ini benar alamatnya atau bukan, dan kalau bisa cari tahu tentang keluarganya juga.”
"Baik, Pak. Nanti saya akan menyuruh orang suruhan saya untuk menyelidikinya."
*****
Xena baru saja sampai di rumah, ia sudah disambut oleh Tania yang berdiri didepan pintu rumah seraya melipat kedua tangannya memerhatikan Xena secara keseluruhan.
Gadis cantik dengan bolamata coklat itu pun tersenyum kearah sang Tante. Pandangan Tania langsung tertuju pada seragam yang dipegang oleh Xena.
“Kamu ketrima?”
Xena memberikan senyuman manis pada sang Tante. “Iya Tante, Xena diterima dan besok sudah boleh kerja."
“Bagus. Kalau begitu besok kamu harus bangun lebih pagi lagi, karena harus membantu saya membereskan rumah, setelah itu baru kamu boleh berangkat bekerja.”
Xena tersenyum tipis sembari memgangguk, paham akan maksud sang Tante. Setelah itu, Tania pun langsung berjalan masuk kedalam rumah, diikuti oleh Xena dibelakangnya dan langusng menuju kearah kamar.
Gadis cantik itu menaruh tas serta seragam tersebut dimeja dalam kamarnya, ia duduk dikasur dan menghela napasnya sejenak, seraya menatap langit-langit diatasnya.
Seperdetik pikirannya teringat akan tindakan yang dilakukan oleh atasannya tadi pada dirinya di kantor. Lelaki itu hampir saja menciumnya.
Xena mendengus pelan, lalu merebahkan tubuhnya dikasur masih dengan tatapan yang fokus melihat keatas langit-langit di kamarnya.
“Dia memintaku untuk bekerja hanya di ruangannya saja? Apa dia tidak akan melakukan sesuatu padaku nanti?” gumamnya.
Dengan cepat, Xena menggeleng ia mengalihkan pikiran anehnya itu dnoa kembali fokus tujuan utamannya untuk bekerja karena agar dapat membantu perekonomian keluarga pamannya tersebut.
“Nggak, aku nggak boleh berpikiran yang macam-macam. Aku harus fokus pada tujuan utamaku bekerja.” monolognya.
Xena pun kembali bangkit dan duduk diatas kasurnya.
“Xena ....”
Suara teriakan dari sang Tante, membuat gadis itu pun dengan cepat keluar dari kamarnya, ia segera berlari menghampiri Tania yang ada di ruang tengah.
Dengan napas yang terengah-engah karena lari, ia bertanya pada sang Tante.
“Ada apa Tante?”
“Nih, ada telpon buat kamu.” ucapnya seraya memberikan gangangg telpon itu pada Xena dan langsung diterima olehnya. Tania pun segera pergi.
“Hallo”
“Hallo, apa benar ini dengan saudari Xena?”
“Iya saya sendiri, maaf ini siapa ya? Dan ada keperluan apa menghubungi saya?”
“Saya Sella, admin dari PT. Good Property.”
“Oh iya, Mba. Ada apa ya menghubungi saya?”
“Jadi begini, atasan kami membaca berkas yang anda antarkan kesini itu tidak terdapat nomor ponselnya, hanya ada nomor telpon ini yang bisa dihubungi. Apakah anda memiliki nomor ponsel, karena setiap karyawan dibagian manapun, harus memliki nomor ponsel agar dimasukan dalam grup perusahaan ini sesuai dengan bidang pekerjaannya.”
Xena terdiam sejenak. Jujur, ia memang tidak memiliki ponsel, itu memang sengaja dilakukan oleh Ardi karena takut jika dirinya diberi ponsel, maka dikahwatirkan melihat sesuatu yang ada dalam ponsel itu yang dapat membahayakan kondisi mental yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
‘Aku memang tidak memiliki ponsel. Bahkan memakai ponsel pun mungkin aku sudah lupa.’ batinnya.
“Hallo, anda masih ada disana?” tanya Sella.
Xena segera tersadar. “Iya, maaf-maaf saya tadi sedang tidak fokus,”
“Iya, jadi bagaimana, apakah anda memiliki nomor ponsel?”
“Eum ... ponsel saya sedang rusak jadi untuk saat ini saya tidak memilikinya,”
“Baik, kalau begitu nanti saya akan beritahu kepada atasan kami dulu ya. Pak Xavier. Biar beliau yang akan berbicara pada anda langsung. Kalau begitu saya akhiri panggilan ini ya, selamat sore.”
“Iya selamat sore.”
Mereka pun mengakhiri panggilan mereka, dan Xena segera menutup telpon tersebut.
Ia berdiam diri memikirkan bagaimana caranya mempunyai ponsel, karena tak mungkin baginya untuk meminta uang pada sang paman.
‘Aku harus bagaimana kalau begini?’ batinnya.
Xena yang masih berdiam diri di ruang tengah tak tahu kalau sudah ada Arabelle yang baru pulang sekolah berdiri dihadapannya. Ia melamun karena memikirkan pasal ponsel tersebut.
“Kak Xena,” panggil Ara seraya menepuk pelan pundaknya dan berhasil membuat Xena pun tersadar dan langsung menoleh kearah sepupunya tersebut.
“Iya Ara. Hey kamu sudah pulang?”
Dahi Ara berkerut. “Kak Xena kenapa? Kok melamun,”
Xena menggeleng. “Nggak, Kakak nggak papa kok.”
Arabelle mengangguk. “Yasudah,Yasudah, kalau begitu Ara ke kamar duluan ya Kak.” ucapnya yang langsung dianggukan oleh Xena.
'Bagaimana ya. Apa aku harus membeli ponsel sendiri?' batinnya.
Konfirmasi