Pukul 12:00. Waktunya para karyawan di perusahaan tersebut memasuki jam makan siang.
Para OB yang lain pergi menuju ke kantin untuk makan siang, sedangkan Xena yang belum memiliki teman, memilih untuk berdiam di perti itu dan lagi ia memang membawa bekal dari rumah yang sudah ia siapkan tadi.
Gadis itu membuka kotak bekal yang ia letakkan di meja serta sebotol air mineral.
Sebelum makan ia membaca do’a terlebih dahulu, setelahnya mengambil sesendok nasi serta lauk yang ia bawa di bekal itu dan siap akan menyantapnya. Namun secara tiba-tiba, seseorang membuka pintu ruangan itu, yang membuatnya pun mengurungkan niatnya untuk makan.
Xena menaruh kembali sendok tersebut dan tertuju pada pintu tersebut.
“Om Ardi,” gummanya begitu tahu yang masuk ke ruangan itu adalah sang paman.
Ardi berjalan mengendap-endap menuju Xena dengan membawa sebungkus nasi kotak untuk keponakannya tersebut. Ia menarihnya di meja tersebut.
“Ini makanan untuk kamu, Xena.” ucapnya dengan mempelankan volume suaranya.
“Nggak usah Om, saya udah bawa bekal dari rumah.” jawabnya.
“Udah nggak papa ini terima aja. Om langsung pergi ya, nggak bisa lama-lama disini, nanti ada yang curiga.” pamitnya yang langsung dinaggukan oleh Xena.
Ardi pun kembali berjalan dengan mengendap-endap dan was-was karena takut ada yang melihatnya bertemu dengan Xena.
Karena kalau sampai ada yang tahu, entah apa yang akan ia katakan pada mereka, karena tidak mungkin Ardi berkata yang sejujurnya kalau Xena ini adalah keponakannya, anak dari Aron, Kakak angkatnya yang telah pergi karena tragedi tersebut.
Kalau sampai semua orang tahu, sia-sia selama ini ia mengyembunyikan Xena dari khalayak orang. Bahkan Ardi rela membayar semua media untuk menutup Akses yang berhubungan dengan kejadian pembantaian tersebut, sampai-sampai ia berkata kalau anak dari Aron diberitakan tak tahu lagi kelanjutannya seperti apa.
Seluruh media yang membahas tentang berita tersebut sudah ditutup rapat walaupun kasusnya belum slesai. Itu sengaja ia lakukan demi kesehatan mental sang keponakan, Xena.
Setelah keluar dari petri dan merasa sudah aman, tak ada yang melihatnya.
Ardi kembali ke kantin untuk memesan makanan dan bersikap biasa saja, seolah-olah ia tidak menuju ke pentri tadi.
'Aku harus ekstra hari-hati sekarang ini. Tak boleh gegabah jika bertemu dengan Xena.’ batinnya.
Setelah jam makan siang telah habis, seluruh karyawan pun segera menuju ke kantor kembali, begitupun pula dengan para OB dan Cleaning service disana, mereka pun kembali menuju pentri. Dan Xena yang tadi makan di ruangan itu sudah selesai membereskan semuanya.
Ia memberikan senyuman ketika semuanya telah masuk ke ruangan itu.
Salah satu OB wanita disana yang bernama Cika, itu bisa dilihat dari nametag yang dipakainya, berjalan menuju Xena dengan tatapan yang sepertinya tidak menyukainya. Namun Xena sebagai OB baru tetap beberikan senyuman pada Cika.
“Kamu OB baru ya?” tanyanya dengan nada bicara yang jutek.
Xena tersenyum seraya mengangguk. “Iya, saya baru. Baru hari ini bekerja."
Ara pandangan Cika tertuju pada sust kanan bajunya, tak terdapat nametag disana hingga ia pun bertanya padanya.
“Siapa nama kamu?”
“Xena,” jawabnya seraya memberikan jabat tangannya dengan senyuman ramah kearah Cika, namun sayanganya Cika hanya meliriknya saja dan tak membalas jabat tangan tersebut.
Perlahan, pun menarik kembali jabat tangannya masih dengan senyuman.
Cika memerhatikan Xena secara keseluruhan, ia memberikan senyuman kecut diwajahnya. “OB baru, tapi udah dikasih kepercayaan yang bagus ya sama Bos.”
Xena tak menjawab ucapan Cika, ia tahu kini dirinya tengah disindir oleh Cika, namun gadis cantik dengan rambut panjang itu tetap tersenyum manis, ia sama sekali tak menanggapi ocehan dari Cika.
“Saya yang sudah bekerja hampir 4 tahun disini. Tidak pernah diberi kepercayaan oleh Pak Xavier untuk membersihkan ruangan miliknya, jangankan membersihkan ruanganya, melihat dalamnya saja aku tidak pernah. Karena memang tidak diperbolehkan. Kamu, OB baru yang ditrima kemarin sudah diberi kepercayaan yang bagus disini. Kamu punya sesuatu ya, yang memikat hatinya Pak Xavier.” tuduhnya.
Xena langsung terkejut, ketika Cika mengatakan hal itu. Ia langsung berdiri didepan Cika.
Sungguh, ia sama sekali tidak tahu kenapa Pak Xavier memberikan tugas ini padanya, tapi perkataan Cika membuatnya sakit hati dituduh seperti itu.
“Maaf sebelumnya, bukan saya lancang. Tapi memang itu adalah tugas yang dberikan Pak Xavier kepada saya. Awalanya juga saya berpikir tidka mungkin OB baru seperti saya diberi tugas seperti itu, tetapi ini memang peirntah Pak Xavier dan saya tidak meminta hal itu.” terangnya yang memang berkata jujur.
Cika memerhatikan Xena dari ujung kaki hingga ujung rambut, ia tersenyum miring disudut bibirnya.
“Pantas. Kamu cantik. Pasti kamu memanfaatkan kecantikan kamu untuk menggoda Pak Xavier untuk bisa bekerja diruangannya kan.” sindirnya.
Xena menggeleng, semua perkataan itu tidak benar.
“Maaf, saya disini hanya ingin bekerja. Bukan mencari musuh.” ujar Xena lalu lekas pergi dari tempat itu, namun Cika malah menarik tangannya yang membuat dirinya pun secara taka sengaja terbentuk dinding didekatnya.
Bugh.
Suara itu terdengar jelas hingga membuat Cika pun syok dan langsung melepaskan genggaman tangannya pada tangan Xena.
Gadis cantik dengan manik mata coklat itu langsung memegang dahinya yang terasa sakit dan pedih.
Ternyata dahinya sedikit berdarah, dengan cepat ia pun langsung menatap pada Cika, namun Cika malah mengalihkan pandangannya dan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Xena ingin marah, tapi percuma ia tak akan menang melawan Cika, dan pula ia tak ingin mencari masalah dengan Cika karena statusnya yang masih baru.
Xena hanya berlari kecil menuju toilet dilantai bawah.
Ia bercermin di toilet tersebut terlihat luka di sudut dahinya, memang tidak terlalu parah hanya tergores sedikit saja hingga terdapat rona kebiruan dan setitik darah, namun rasanya memang pedih.
Dengan cepat, ia membasuh dahinya dengan air dari wastafel tersebut menggunakan tissu yang ada di toilet tersebut smabil meringis kesakitan, Xena mengusapnya secara perlahan.
Dirasa sudah lebih baik, ia pun segera keluar dari toilet tersebut dan hendak melangkahkan kakinya menuju ke pentri, namun belum sempat ia melangkah Lucas sudah menghampirinya.
“Xena.” panggilnya yang membuat Xena menoleh kearah Lucas.
“Kamu dipanggil dan segera ke ruangannya P-ak Xavier sekarang.”
Xena mengangguk. “Baik, Pak.”
Xena pun berjalan menuju lift khusus OB.
“Hey, kamu bareng bersama saya saja, saya juga mau ke lantai atas ke ruangan saya.”
“Tapi, bukannya lift OB itu diujung koridor ini, Pak.”
Lucas mengangguk kecil. “Iya. Tapi Pak Xavier menyuruh kamu untuk bersama saya, jadi kamu masuk satu lift yang sama dengan saya saja.”
“Tapi saya tidak enak dilihat dengan karyawan yang lain, Pak.”
“Ini perintah dari Pak Xavier. Sudah ayo cepat, Pak Xavier paling tidak suka menunggu.” ucapnya dam langsung berjalan menuju lift tak bisa menolak lagi.
Xena pun berjalan dibelakang Lucas dan mengikutinya masuk kedalam lift tersebut.
'Kira-kira, apa yang akan Pak Xavier sampaikan padaku ya.' batinnya yang cemas.
Konfirmasi