Xavier Son James

1082 Words
“Lucas ... Lucas!” Ruangan Lucas yang memang bersebelahan dengan Xavier tidak diberi pengedap suara dan sudah pasti teriakan Xavier pun terdengar jelas di telingannya, hingga ia pun dengan cepat bangkit dan seger keluar dari ruangannya untuk menemui sang bos. “Iya Pak. Maaf, ada yang bisa saya bantu?” “Kenapa ruangan saya bisa terbuka olebar seperti ini?” tanya Xavier dengan nada menahan emosi. Lucas pun langsung menoleh kearah ruangan sang bos yang memang sudah terbuka lebar. Dan tidak ada orang didalam. “Maaf, Pak. Saya tadi sudah menyuruh Xena untuk memberikan kuncinya pada saya kalau dia sudah selesi membereskan ruang kerja Bapak, mungkin dia lupa, Pak.” “Kamu cari Xena sekarang dan bawa ke ruangan saya,” titahnya Lucas pun langsung mengangguk. “Baik, Pak.” jawabnya dan langsung menuju lift ke lantai bawah untuk mencari Xena. 'Xena, Kenapa ia bisa teledor seperti ini. Aku yakin, pasti dia kelupaan akan pesan ku tadi. Kasihan, pasti nanti dia akan dimarahi oleh Pak Xavier.' batinnya. Xavier masuk ke dalam ruangan itu, matanya berkeliling melihat setiap sudut ruangan tersebut ia memerhatikan barang-barang yang berada di ruangannya dari letaknya juga. Ia duduk di kursi kerjanya senyuman tipis pun tersimpul diwajahnya. ‘Sepertinya Xena mengerjakan tugasnya dengan baik. Bahkan ini lebih rapih dan berish dari sebelumnya.’ batinnya. Tak lama, Lucas datang bersama dengan Xena, dengan cepat Xavier pun memerhatikan gadis cantik yang kini telah berdiri dihadapannya. Xena menunduk, ia sangat takut Xavier akan memarahinya, ini sungguh salahnya. Ia memang telah teledor membiarkan pintu ruangan ini masih terbuka, tapi sungguh ia benar-benar lupa. "Maaf, Pak. Ini Xena-nya," ucap Lucas. Xavier mengangguk. “Lucas, kamu bisa keluar sekarang.” ucap Xavier yang langsung dianggukan olehnya. Lucas pun segera keluar dari ruangan atasan tersebut menuju ke ruangannya yang berada tepat di sebelahnya. Xavier berdiri lalu berjalan menuju Xena dan kini berhenti tepat dihadapannya. Ia memerhatikan gadis itu secara keseluruhnya. Sedangkan Xena masih tertunduk, ia tertgeun dan sangat takut kalau baru pertama ia bekerja dirinya akan dipecat. Xavier tersenyum miring, ia tahu gadis didepannya ini merasa takut. Itu bisa tergambar jelas dari raut wajahnya serat gerak tubuhnya yang sedari tadi menunduk, bahkan ia meremas-remas kedua tangannya sendiri. “Xena,” “I-iya, Pak.” jawabnya namun masih tertunduk. “Kamu tahu kesalahan kamu itu apa?” Xena hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, gadis itu benar-benar takut dan tak berani menatap Xavier sama sekali. Xavier menghela napasnya sejenak seraya memasukkan kedua tangannya tepat disaku celananya. “Tadinya saya mau langsung memecat kamu. Tapi .... Ucapannya langsung terhenti ketika tiba-tiba Xena mengangkat wajahnya dan menatapnya dengan tatapan takut kalau benar perkataan Xavier itu akan memecat dirinya. Gadis cantik itu langsung memasang wajah melas dan itu membuat Xavier semakin ingin bermain-main dengan wanita ini. “Tapi saya jadi mengurungkan niat saja untuk memecat kamu. Karena, saya melihat kinerja kamu bagus. Kamu merapihkan ruangan saya dengan baik, bahkan semuanya benar-benar terlihat rapih dan bersih.” lanjutnya. Rasa perasaan lega dihati Xena ketika ia mendengar kalimat itu dari mulut sang bosnya namun jauh didalam hatinya masih ada rasa was-was jika dirinya benar-benar dipecat. Xena masih memerhatikan Xavier. "Maaf, Pak. Itu memang keteledoran saya, Pak Lucas sudah memberi tahu saya, tapi memang saya yang tidak ingat untuk mengunci pintu ruangan Bapak kembali. Sekali lagi saya minta maaf." Xavier memerhatikan wajah cantik Xena, dan ia pun menyeringai. “Xena,” “I-iya, Pak.” “Saya memaafkan kamu,” Seketika, Xena pun dpaat bernapa lega mendengar perkataan itu, ia benar-benar merasa lebih baik karena ternyata tak jadi dipecat. “Tapi, jangan sampai kamu ulangi itu ya. Kalau sampai terjadi seperti ini lagi, saya tidak suungkan untuk segera memecat kamu detik itu juga, bahkan tanpa uang pesangon.” Xena pun langsung mengangguk. “Iya, Pak. Saya janji saya tidak akan mengulanginya lagi.”ucapnya berjanji yang dianggukan oleh Xavier. “Yasudah Pak, kalau begitu saya pemisi." “Hey, tunggu." Xena pun tak jadi melangkahkan kakinya dan tetap berdiri disana, Xavier mendekatinya. “Ada apa, Pak? Ada yang bisa saya bantu?” “Saya hanya ingin tanya dengan kamu." “Iya, Pak. Kenapa?” “Bagian admin dari kantor ini, Sella. Berbicara dengan saya kalau kamu tidak punya nomor ponsel karena ponsel milikmu sedang rusak?” Xena tertegun, sebenarnya bukan rusak. Tapi memang dirinya tidak memilikinya. Namun gadsi itu menanggapinya dengan anggukan kepala. Xavier mengangguk. “Okeh, saya hanya ingin bertanya itu saja. Sekarang kamu silahkan kamu ke ruangan kamu.” “Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi.” pamitnya yang dianggukan oleh Xavier. Xena pun segera keluar dari ruangan itu dan menarik napasnya dalam-dalam dengan hembusan perlahan, ia benar-benar lega karena tak jadi dipecat. Lalu ia pun segera berjalan kembali menuju petri diberada dilantai bawah. ***** Di ruangannya, Xavier duduk di kursi kerjanya. Ia menyilangkan kaki serta menyandarkan tubuhnya di kursi tersebut. Pikirannya masih tertuju pada Xena, gadis cantik yang selalu membuatnya selalu memikirnya. Sungguh, Xavier tak bisa mengerti pada dirinya sendiri, kenapa bisa sampai seperti ini memikirkan seorang Xena. Memang Xavier adalah sosok lelaki yang sering gonta-ganti pacar, pergaulannya pun dibilang tidak terlalu baik. Apalagi setelah kepergian Ibu kandungnya, Caroline. Hidupnya jadi semakin bebas karena tak ada yang mengawasinya ditambah lagi ia mengenyam pendidikan kuliahnya di luar negri yang membuatnya pun mengalami pergaulan bebas. Mabuk-mabukkan hampir tiap hari ia lakukan untuk menghilangkan rasa stresnya, berpacaran dengan banyaknya wanita pun ia lakukan bukan karena cinta, tapi karena ingin bersenang-senang saja. Sampai ia bertemu Jovita, wanita pertama yang ia temui di Indonesia saat pertama kali ia kembali setelah kepergian sang Mamah. Xavier jatuh cinta dengan sikap lembut serta tutur kata lembut dari Jovita hingga akhirnya ia pun mulai luluh dan akan setia pada wanita itu. Namun, ternyata ia bertamu dengan wanita yang salah. Jovita bukanlah wanita baik-baik, ia sengaja mendekati Xavier hanya ingin menguras harta milikinya karena ia tahu Xavier adalah pewaris tunggal dari keluarga James. Sampai Xavier bertemu dengan Xena, wanita cantik yang memiliki bolamata coklat yang membuatnya benar-benar tak bisa melupakannya. Xavier mengaku dirinya memang bukan lelaki baik-baik, tapi satu hal yang tidak pernah ia lakukan pada seorang wanita. Ia tidak pernah meniduri wanita, karena Xavier adalah seseorang yang bisa menghargai wanita. Walaupun terkadang sering terbesit pikiran kotor dalam otaknya, Tapi percayalah, Xavier bukan tipe lelaki seperti itu, ia sangat menghargai wnaita sama seperti Mamahnya, walaupun sebenarnya wanita itu sudah jahat padanya seperti Jovita. Xavier mengusap seluruh wajahnya. “Xena Xena, apa yang kau miliki hingga kau benar-benat tidak bisa melupakanmu.” gumamnya. Di bab berikutnya, Xavier makin dominan terhadap Xena
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD