Bab 4

2100 Words
An langsung merebahkan diri ke senderan sofa begitu sampai di rumah keluarganya. Hari ini Abangnya akan datang dan hendak membicarakan tentang sesuatu dengannya. “Baru pulang, An?” tanya Eva, Ibu An yang sudah menduduki sisi kosong di sebelah anaknya itu. “Iya, Bu. Tangan An pegel.” lapor wanita itu dengan nada manja kepada sang Ibu. Eva tersenyum hangat dan membelai rambut anak perempuan satu-satunya itu. “Tapi seneng kan?” Kali ini An yang tersenyum lebar seraya mengangguk dengan semangat untuk menjawab pertanyaan ibunya barusan. “Kalau kamu senang dengan apa yang kamu lakuin, pasti capeknya nggak bakal kerasa.” “Iya, kayak kamu yang sekarang ampe begadang ngerajut baju buat Khandra.” kata Valdi, suami Eva yang baru saja muncul di depan kedua wanita penting dalam hidupnya. “Emangnya situ nggak, Pak? Kamu bahkan sering pergi keliling kota buat nyari mainan yang orang-orang jarang punya kan buat Khandra.” balas Eva tak mau kalah. Astaga, kenapa orang tuanya malah jadi mendebatkan hal yang tidak penting seperti ini ya. An memilih untuk tidak mendengarkan suara dari Ibu dan Ayahnya itu lalu memijat pelipisnya perlahan. “SURPRISEEE!!! Keluarga Dafa datang membawa kebahagiaaan.” Sigh Mulai sudah kegilaan yang luar biasa di keluarganya. Andromeda membuka kedua matanya dengan tidak rela lalu berdiri menghampiri abangnya yang sedang menggendong Khandra. Tanpa menyapa kakak pertamanya itu, dia langsung mengambil alih keponakan laki-lakinya dari gendongan sang ayah. “Lah An, kamu nggak mau nyapa Abang kamu yang tampan ini?” tanya Dafa saat melihat adiknya yang langsung nyelonong menuju sofa setelah menggendong anaknya. “Kamu yang sabar ya, Khandra, punya ayah kayak gitu.” bisik An ke Khandra dengan volume yang masih dapat di dengar sang kakak. “Nggak mau bela aku, yang?” tanya Dafa yang kali ini sudah menoleh ke belakang memandang Aretha. “Dih ngapain bela bela kamu, mending bela negara.” sahut Aretha nyeleneh yang membuat Dafa melongo lalu segera menyusul istrinya yang sudah duduk di hadapan Andromeda. “Pantesan gue di kamar hawanya panas gitu, ternyata ada makhluk bernama Dafa yang datang.” ujar Gendra yang baru saja menuruni tangga. “Iyee, gue tahu dek, lo mau muji gue hot  kan?” balas Dafa sambil menaik-naikkan alisnya jenaka. “Kagak peka banget dah abang gue iniii. Maksudnya itu gue nyamain lo sama setan.” kata Gendra seraya menempati satu-satunya sofa yang tersisa. “Yailah, kenapa keluarga gue sekarang pada jahat ye.” “Tuhkan, mana nggak dikasih tempat duduk lagi.” ujar Dafa setelah melihat sekeliling. “Salah siapa dari tadi malah berdiri nggak jelas.” sahut Aretha cuek. “Hmmm, bahkan istri gue berpihak pada lawan.” “Bodo.” “Udah, Bang. Buru mau ngomong apa ke An?” tanya An yang sudah tidak tahan dengan celotehan tidak jelas dari abangnya. “Oh oh iya, Abang lupa. Kamu minggu depan ada acara penting nggak?” Andromeda terdiam sejenak, berusaha mengingat jadwalnya satu minggu ke depan. “Ehm, nggak ada, sih. Kenapa emangnya?” “Mau liburan nggak?” tanya Dafa yang sudah duduk di lengan sofa yang diduduki Gendra. Andromeda mengernyitkan dahinya bingung, seriously, liburan? “Jadi, Putra dapet undangan dari Infinity Travel buat wisata pake kapal pesiar mereka yang baru. Karena Abang harus handle rapat pemegang saham hari itu, ya udah mending Abang tawarin ke kamu. Rugi kan kalo nggak di ambil?” “Rutenya ke mana, Bang? Dan berapa lama?” tanya An yang sudah antusias, lumayan untuk melepas penat pikirnya. “New Zealand for one week.” “Jangan khawatir nggak ada temen, Bara diundang juga, kok.” ucap Dafa tiba-tiba yang membuat antusiasme An hancur. Sial, justru karena adanya pria itu, mungkin tingkat stressnya akan bertambah meski dia sedang liburan. “Kenapa nggak Kak Gendra aja?” “Gue mau ke Hongkong, nawarin investasi ke Wang Industry.” God, ia tahu sebesar apa perusahaan itu. Dan tidak mungkin An melarang kakak keduanya itu untuk pergi ke sana dan malah berleha-leha di kapal pesiar. “Ya udah, deh. An berangkat.” sahut wanita itu tidak sesemangat tadi. “Hari Minggu malem kamu terbang ke New Zealand ya. Terus nanti ada yang jemput kamu dari Infinity.” jelas Dafa yang hanya diangguki oleh sang adik. “Lumayan An, bisa cuci mata lihat cowok-cowok ganteng.” kata Aretha tiba-tiba yang membuat suaminya mendelik. “Ibu Aretha, anda sudah punya suami ya. Jangan bayangin cowok-cowok cakep lain di luar sana, dong.” “Ya biarin dong, Daf. Emangnya kalo udah jadi istri orang, mata cewek nggak boleh ngelirik cowok lain. Kan yang penting hatinya masih di kamu.” bela Eva yang membuat Aretha dan An tertawa tertahan. “Bahkan sekarang Ibu jadi lawan Dafa.” protes Dafa yang sudah berjalan mendekati sang Ibu dan segera memeluknya. “Heh heh, inget udah punya istri. Ngapain peluk peluk istri orang.” kali ini Valdi yang memprotes tindakan anak sulungnya. “Astaga, ternyata cuma gue yang nggak pencemburu di keluarga ini.” ucap Gendra yang membuat anggota keluarganya melenguh tak peduli. “Tunggu ya lo, ampe nemu tu cewek satu, Abang yakin pasti lo jadi yang paling pencemburu.” “Ya yaa. Gue bakal tunggu.” sahut Gendra dengan nada tidak peduli sambil lalu. Andromeda sudah tidak lagi fokus dengan perbincangan keluarganya. Dirinya sudah pusing memikirkan apa yang harus dilakukannya ketika di kapal nanti. Sepertinya, dia harus memikirkan banyak cara untuk menghindari Bara selama satu minggu. Hell nah!! That’s really impossible. Mereka berada di satu kapal. Andromeda tidak mungkin bisa benar-benar menghindari lelaki itu. Dengan gusar, An memandangi Khandra yang sekarang tampak begitu senang memasukkan kepalan tangannya ke dalam mulut. Kid, you don’t know how clueless your aunty are, sigh. ===== Bara bangkit dengan kesal dari duduk santainya. Bagaimana dia tidak kesal, jika sudah tiga hari berlalu tapi dia belum menemukan An. Demi Tuhan, mereka berada di atas kapal yang sama, dan seluas apapun kapal ini, pastinya mereka bisa bertemu, meskipun hanya berpapasan. Setelah mendapat kabar bahwa kedatangan Dafa diwakili oleh adik bungsunya itu, semangat Bara untuk mengikuti trip kapal pesiar ini semakin membuncah. Padahal, di awal menerima undangan dirinya hampir saja memutuskan untuk tidak ikut. Bara ingin sekali menjahili Andromeda lagi. Dan saat mendapatkan kesempatan satu minggu untuk berlibur di kapal pesiar ini, dirinya antusias luar biasa. Namun, keinginan Bara untuk bertemu dengan An sangat bertolak belakang dengan keinginan wanita itu. Bara tidak tahu, kalau An berusaha mati-matian menghindari lelaki itu. Setiap berjalan mengelilingi kapal, Andromeda akan memperhatikan sekelilingnya dengan cermat dan langsung menghindar ketika mendapati kehadiran Bara. Tak lupa pula, An selalu saja mengenakan sesuatu untuk menutupi wajahnya agar tidak dikenali. Dia sangat bersyukur, sampai hari ketiga ini dirinya bisa selamat dari Bara. Semoga saja, An juga bisa menjalani empat hari yang tersisa ini tanpa berpapasan sekalipun dengan lelaki itu. ===== Segerombolan wanita berisik yang berada di pinggiran kapal membuat An mengambil jarak. Di kesempatan ini, dia tidak boleh menyia-nyiakan waktu untuk menyendiri dan melepas penat. Oleh karena itu, sebisa mungkin An mencari tempat yang sepi, jauh dari keramaian. Kali ini, setelah memastikan tidak adanya kehadiran Bara, An memutuskan untuk berdiri di pinggir deck kapal dan menikmati angin laut yang menerpa wajahnya. Pemandangan biru lautan membuat segala gundah menghilang dari diri Andromeda. Haaah, nikmatnya liburan ini, pikir An sambil memejamkan matanya berusaha menikmati keadaan ini semaksimal mungkin. Namun, ketenangan yang sudah didapati Andromeda tampaknya harus hilang. Karena ternyata segerombolan wanita tadi sedang membicarakan seorang pria yang begitu menarik minat mereka. Dan pria itu adalah Bara. Bara sedang duduk sambil memandang laut yang terhampar luas di hadapannya tanpa memperdulikan sekitarnya. Saat sudah merasa bosan, pria itu mengalihkan pandangannya berkeliling. Dan sebuah obyek yang sedang berdiri sendirian di pinggir deck membuatnya menegakkan tubuh dengan cepat. Tak salah lagi, wanita itu adalah wanita yang dia cari selama tiga hari kemarin. Akhirnya, di hari ke empat ini keberuntungan hinggap di pihaknya. Dengan langkah lebar, Bara segera berjalan mendekati wanita itu. Tanpa disadari, tindakan Bara membuat segerombolan wanita yang sejak dari tadi menaruh minat kepada dirinya semakin berisik. Hal itu membuat Andromeda merasa terusik dan menolehkan kepalanya ke samping, tempat dia melihat segerombolan wanita tadi. Seketika matanya membulat kaget saat melihat pria yang sudah berhasil dia hindari selama tiga hari kemarin sedang berjalan cepat menuju ke arahnya. Rasa panik muncul dalam diri An dan membuatnya segera berbalik lalu berjalan cepat menjauh. Namun, langkah Bara yang begitu lebar akhirnya membuat pria itu dapat mendahului langkah An dan berdiri tegap menghadang adik Dafa itu. Andromeda memejamkan mata sejenak dan berusaha menenangkan diri sebelum mendongakkan kepalanya ke arah Bara. “Mau kabur, Andromeda?” tanya Bara dengan kedua tangannya yang bersedekap di depan d**a. “Kabur? Untuk apa aku kabur?” sahut An berusaha tenang. “Lucu sekali, karena yang aku lihat kamu langsung jalan cepat buat ngehindar.” “Haha, pemikiran kamu terlalu jauh kayaknya, Bar. Aku tadi lihat ehm lihat lumba lumba dan mereka berenang ke sana. Jadi aku cepet cepet nyusul mereka.” ujar An membuat alasan. Namun, Bara hanya menaikkan alisnya dengan wajah datar. “Can I ask you something, pretty?”  tanya Bara yang menghampiri salah satu wanita penggemarnya tadi. Wanita itu mengangguk dengan wajah malu-malu, lalu Bara bertanya, “Did you see dolphins just now?” Wanita itu mengernyit bingung lalu menggelengkan kepala tanda tak melihat. Meskipun kegiatan utama wanita itu adalah memandangi Bara dari tadi, namun sesekali dia melihat ke laut. “No, I didn’t see it. I only see you, handsome.” ujar wanita itu menggoda Bara. Bara memberikan senyum mautnya lalu membalas, “Ok then, thankyou, beautiful. Hope that we can talk again. See you.” Bara lalu mengedipkan sebelah matanya sebagai penutup, sebelum kembali menuju ke tempat Andromeda. Wanita itu kini sedang menutkan kedua tangannya cemas dan wajahnya nampak pucat. “Sepertinya, imajinasi kamu kuat sekali ya, An. Sampe sampe cuma kamu yang lihat lumba lumba.” tembak Bara yang hanya mampu dibalas dengan cengiran An. Andromeda memilih diam dan menunggu pria di depannya ini untuk berbicara. Namun, sampai beberapa detik berlalu dan Bara belum mengucapkan sepatah katapun. Bukan tanpa alasan Bara terdiam. Pria itu sedang menelan ludah saat memandang An yang memakai baju terbuka. Brengsek, umpat Bara dalam hati. Matanya tidak bisa berhenti menelusuri pemandangan indah di hadapannya. Kulit An yang biasanya tertutup oleh kemeja dan celana panjang, kini sepenuhnya terekspos karena mengenakan dress musim panas berwarna putih. “Bar, Bara.” panggil An yang kini tengah mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Bara. Pria itu menggeram pelan lalu matanya kembali dia fokuskan untuk memandang wajah Andromeda. “What the hell are you wearing now?” tanya Bara dengan emosi yang perlahan muncul tanpa dia sadari. Dengan spontan An menilik pakaiannya sekilas dan mengernyit bingung karena dia tidak menemukan kesalahan dari pakaian yang dia pakai. “Ehm, summer dress?” sahutnya ragu. “Damn it, I know. Tapi kenapa kamu harus mempertontonkan tubuh kamu kayak gini?” Astaga, akhirnya An mengerti sekarang. Dia menghela napas jengkel lalu menjawab, “Sebelum kamu protes dengan pakaian aku. Seharusnya kamu lihat cewek-cewek lain di kapal ini yang cuma pake bikini. Ah, bahkan baru saja kamu ngobrol sama salah satu cewek itu.” “Mereka itu orang barat, An. Sudah biasa pake pakaian kayak gitu.” “God, aku nggak senekat itu pake bikini, Bara. Lagian, semua cewek di kapal ini pakaiannya juga terbuka semua.” protes Andromeda tidak terima. “Tapi mereka it-Ah! Ya sudahlah, terserah kamu.” balas Bara yang sama sekali tidak menemukan alasan masuk akal untuk dia katakan. Andromeda yang sudah jengkel segera membalikkan badan hendak pergi meninggalkan pria gila di hadapannya itu. Namun, baru berapa langkah ia berjalan, sebuah tarikan di tangannya membuat An kembali memutar tubuh ke arah Bara. Mulut Andromeda terbuka lebar saat melihat pemandangan di hadapannya. Bara sudah menanggalkan kemejanya dan menyisakan pemandangan luar biasa bagi kaum hawa. An tidak mau munafik. Tubuh Bara begitu luar biasa. Baru kali ini, An melihat secara live pemandangan tubuh para model pria bertelanjang d**a yang sering diam-diam dia lihat di aplikasi pinterest. “Pake ini selama kamu berkeliaran di luar. Aku nggak mau kena protes dari Dafa kalau sampe kamu diganggu cowok-cowok hidung belang di kapal ini.” Bara kemudian bergerak memakaikan kemejanya ke tubuh Andromeda. Meskipun dia harus menahan gejolak hasrat saat jarinya menyentuh langsung kulit wanita itu. Begitu pula An yang sedari tadi menahan napasnya. Apalagi saat jari hangat Bara yang tidak sengaja mengenai kulitnya. Hal itu tanpa bisa dicegah menimbulkan sebuah gejolak panas di tubuh An. Setelah kemeja Bara terpasang sempurna di tubuh An, lelaki itu memutuskan untuk langsung pergi dan meninggalkan An yang masih belum mampu menormalkan detak jantungnya. =====
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD