Bab 2

2099 Words
Helaan napas gugup berulang kali dikeluarkan oleh Andromeda. Sudah tak terhitung pula dirinya mondar mondir berjalan di depan jendela ruangannya. Hal itu dia lakukan karena hari ini merupakan hari dimana Bara akan datang ke kantornya guna membicarakan detail bangunan Waller Mall. Awalnya, An bersikap biasa saja dengan pria itu. Namun, kejadian di club dua hari lalu membuatnya terserang kegugupan yang luar biasa. Setelah menciumnya waktu itu, Bara meninggalkan bekas yang asing untuk dirinya. Apalagi tatapan yang diberikan pria itu setelah ciuman mereka selesai. Begitu dalam dan seakan penuh akan hasrat. Jam dinding di ruangannya sudah menunjukkan waktu pukul 10.20. Sepuluh menit lagi adalah waktu yang Bara tentukan untuk mendatangi Andromeda guna membicarakan perihal pekerjaan. An mengambil napas dan menghembuskannya beberapa kali guna menenangkan diri. Setelah merasa agak tenang, dia menduduki kursinya dan meminum teh yang tersedia di mejanya. Dia kemudian memejamkan matanya sejenak, namun kilasan memori malam itu malah menyerangnya lagi. Sial! Suara ketukan pintu membuat An membuka kedua matanya. “Masuk.” Sandra, sang sekretaris memasuki ruangan Andromeda dan segera menghampiri atasannya itu. “Pak Bara Angkasa sudah datang, Bu.” ucap Sandra yang tanpa sadar membuat pacuan jantung An semakin cepat. “Ok, suruh masuk.” balasnya seraya berdiri dan membenahi pakaiannya yang masih terlihat rapi. An kembali melakukan pernapasan beberapa kali sebelum akhirnya sang tamu masuk. Bara datang bersama sekretarisnya. Namun, entah kenapa pandangan Andromeda terkunci pada sang pemilik mata berwarna hazel yang tampak luar biasa menawan dengan setelan jas berwarna hitam. Pandangan pria itu benar-benar mematikan. Dehaman Bara akhirnya membuat An tersadar dari lamunannya dan membuat dia segera menghampiri tamunya lalu menyalami kedua pria itu. “Silahkan duduk.” ucapnya sambil menunjuk sofa tamu yang berada di tengah ruangan. “San, tolong bikinkan teh, ya.” “Baik, Bu.” balas Sandra sambil berjalan menuju pintu keluar ruangan atasannya. “Jadi, bangunan seperti apa yang diingankan ?” tanya An dengan pandangan menuju sekretaris Bara. Dia lebih memilih untuk memandang pria itu dari pada atasannya. “Vian, tolong kasih berkasnya.” pinta Bara seraya menyodorkan tangannya guna meminta berkas. Vian segera mengambil map yang berada di tasnya dan meletakkan benda itu di tangan sang bos. Pada akhirnya, Bara yang menyerahkan map itu kepada An. Pikiran licik muncul di benak pria itu untuk menggoda wanita di hadapannya ini. Dengan sengaja, dia memperlambat gerakannya dan menyentuhkan tangannya ke tangan An. Getaran samar dalam tubuh kedua manusia itu muncul. Mata Bara menatap mata An dalam dan itu membuat An segera menarik tangannya. Dia pun membuka map yang baru diterimanya dan mencoba untuk mulai membaca dengan penuh konsentrasi. Setelah selesai membaca berkas itu, Andromeda mulai menangkap apa yang di inginkan clientnya ini. Perbincangan bisnis dimulai begitu An menanyakan informasi lebih lanjut mengenai desain bangunan yang diinginkan. Obrolan mengenai Waller Mall menghabiskan waktu sekitar satu jam. “Baik. Saya sudah mengerti dengan permintaan Bapak. Kalau ada yang hendak diubah atau ditambahkan, Bapak bisa hubungi saya.” “Oh ya, kira-kira kapan saya dan tim saya bisa datang ke lapangan ? Kita butuh meninjau langsung ke sana untuk mengumpulkan data lapangan, Pak.” lanjut An. “Nanti biar Vian yang hubungi kamu.” ujar Bara yang dibalas dengan anggukan Andromeda. “Vian, kamu boleh keluar sekarang lalu istirahat. Saya mau bicara sebentar sama Bu Andromeda.” kata Bara yang membuat An membelalakkan matanya kaget. Untuk apa pria ini berbicara berdua saja dengannya ? Vian mengangguk mengiyakan perintah atasannya barusan lalu berpamitan kepada dua orang itu. Setelah pintu tertutup, kegugupan kembali menyerang Andromeda. Wanita itu tanpa sadar menautkan kedua tangannya kencang. “Ada yang mau ditambahkan, Pak ?” tanya An yang berupaya menghilangkan keheningan di antara mereka. “Nggak ada.” jawab Bara tenang. “Dafa tahu kalau kamu pergi ke club ?” tanya pria itu akhirnya, membuat wanita dihadapannya terdiam sejenak sebelum menjawab. “Abang ataupun Kak Gendra nggak pernah komentar tentang kegiatan apa aja yang saya lakuin. Asalkan saya nggak melakukan sesuatu yang melanggar hukum dan sangat salah dalam agama. Dan lagi, kemarin itu saya cuma datang buat menuhin undangan salah satu klien saya.” jelas An yang ditanggapi dengan anggukan Bara pelan. “Tentang ciuman kita, kamu nggak bilang apa apa kan ke Dafa ?” tanya Bara yang membuat An memejamkan mata sejenak akibat jantungnya yang kembali berdetak cepat. “Nggak. Buat apa saya bilang kejadian itu ke Abang. Itu masuk ke privasi saya. Sama halnya seperti kehidupan percintaan saya, nggak mungkin kan saya cerita ke Abang tentang ciuman saya dengan para mantan saya.” “Para mantan.” gumam Bara yang membuat senyum miring di bibirnya muncul. Entah kenapa, kata itu membuatnya sedikit tidak suka. “Apa, Pak ?” tanya An yang tidak mendengar perkataan Bara yang memang tidak ditujukan untuk didengar wanita itu. “Nggak ada.” “Ya sudah, kalau begitu saya pamit.” ujar Bara seraya berdiri dan mengancingkan jasnya. An mengikuti tindakan Bara dan menunggu pria itu untuk berjalan. “Nanti sekretaris saya ya, yang kasih kabar ke kamu.” kata Bara saat sudah mencapai pintu ruangan. “Baik, Pak.” Andromeda hendak membukakan pintu untuk sang tamu dengan mengulurkan tangannya menuju gagang pintu. Namun, tanpa dia sadari, tindakannya itu membuat jarak diantara mereka mengikis. Dengan jarak seperti ini, membuat aroma lembut shampoo An dapat tercium oleh Bara. Hal itu membuat Bara secara refleks menghentikan gerakan tangan wanita di dekatnya ini yang hendak menekan gagang pintu. Andromeda menegang saat sentuhan di tangannya terasa. Kepalanya mendongak dan dia terkaget saat pandangannya langsung bertemu dengan sepasang mata hazel milik Bara. “Wrong movement, woman.” bisik Bara tepat di telinga An. Tubuh wanita itu mendadak kaku, degup jantungnya mulai menggila. Bara tersenyum miring saat melihat reaksi Andromeda. Lalu, ia semakin mendekatkan diri, menghapus jarak yang tadi tercipta. Pikiran dan matanya hanya terfokus kepada bibir An yang sudah membuatnya sedikit tidak waras semenjak malam itu. Jarak di antara bibir mereka hanya tersisa sekian mili saat kesadaran di benak Bara muncul dan membuatnya menghentikan tindakan gila ini. Tidak, dirinya tidak boleh melakukan ini. Bara yakin, jika dia mencium Andromeda sekarang, pasti keinginan untuk melakukan hal yang lebih akan muncul. Jelas, itu merupakan suatu hal yang diharamkan oleh dirinya. Karena sama saja, itu akan membuat sahabatnya murka. “Sampai bertemu lagi, Andromeda.” bisik Bara yang kemudian langsung membuka pintu ruangan lalu pergi meninggalkan An yang masih terpaku di tempatnya. Gila, pikir Bara. Hampir saja dia menciumnya lagi. Sepertinya, dia harus menjauhkan diri dari seorang wanita bernama Andromeda itu. Ingat Bar, wanita itu adalah adik dari sahabatmu. ===== Hari Minggu telah tiba. Hari ini, Bara sekeluarga diundang oleh Gala untuk menghadiri pembukaan cabang baru restaurannya. Suara langkah kecil yang semakin mendekat membuat Bara tersenyum. Itu pasti keponakannya. “Uncleee.” teriak Claretta begitu menemukan pamannya yang sedang bersiap di dalam kamar. “Hello, girl. Where is your brother ?” tanya Bara sambil menggendong keponakannya. “Di bawah sama Grandpa.” “Ya udah, ayo turun.” ajak Bara yang dijawab dengan anggukan penuh semangat Claretta. Setelah sampai di tangga terakhir, Cla langsung meminta sang paman untuk menurunkannya. Gadis kecil itu berlari mendekati kakeknya yang sedang memangku sang adik. “Sudah siap, Dad ?” tanya Bara kepada ayahnya. “Sudah. Tinggal tunggu kakak kamu yang lagi ngomelin suaminya.” Bara terkekeh saat mendengar ucapan sang ayah. “Kenapa lagi ?” “Beli mobil lagi dia.” jawab Jerrick, ayah Bara. Bara menggelengkan kepala tak habis pikir. Sebenarnya, kakak iparnya itu wajar saja membeli mobil baru. Karena bidang usaha yang ditekuni Praga, suami kakaknya adalah otomotif. Perusahaan Praga merupakan distributor kendaraan mewah. Orang seperti kakak iparnya yang memiliki hobi otomotif pasti mudah terpikat dengan keindahan desain serta berbagai fitur canggih yang dimiliki mobil-mobil mewah. Well, pria dan hobinya memang sangat sulit untuk dipisahkan bukan ? Gianella, kakak perempuan Bara akhirnya datang dari arah dapur, diikuti oleh sang suami di belakangnya. Suara gerutuan samar masih dapat terdengar dari mulutnya. Dan itu membuat Bara serta ayahnya saling berpandangan lalu terkekeh samar. “Sudah ngomelin kakak ipar aku, Kak Nel ?” tanya Bara kepada Nella yang sudah mengambil Gio dari pangkuan kakeknya. “Sudah. Dan kayaknya percuma Kakak ngomelin dia. Akhirnya juga dia tetep beli mobil terus.” ujar Nella jengkel. “Bugatti ?” tanya Bara kepada Praga. ”Yes. Baru dateng dua dan langsung gue ambil satu.” jawab Praga dengan bangga. Gianella mendengus saat mendengar ucapan sang suami. “Selain Bugatti, apalagi yang baru ?” “Ada Lambo sama Aston Martin.” “Besok gue ke showroom lo deh ya, Kak.” “Beres.” “Udah ngomongin mobilnya ?” kata Nella dengan wajah sebalnya. “Udah kakakku sayang. Ayo, berangkat.” ujar Bara seraya berdiri lalu berjalan menuju luar rumah. ===== Sedari tadi, An hanya bisa menggelengkan kepala melihat perilaku abangnya dan Gala, sahabat abangnya yang mengundang An sekeluarga hari ini. Kelakuan kakaknya saja terkadang sudah membuat An mengelus d**a sabar, tapi ternyata kombinasi dua orang bersahabat itu sungguh menakjubkan. “Mbak Ret, kuat nggak liat suami mbak kayak gitu ?” bisik An kepada kakak iparnya. “Mbak udah muak, An. Makanya mbak diem aja dari tadi.” jawab Aretha pasrah. “Padahal seinget mbak, waktu kuliah dulu mereka nggak segila ini, deh.” tambah Aretha. “Mohon maap, kalo ngegosipin orang jangan sampe orangnya denger, dong.” kata Gala yang sedang berdiri di dekat Aretha. “Sengaja, Kak, biar kalian berdua nyadar kalo gila.” sahut Andromeda yang membuat keluarganya tertawa. “Ini masih mending tahu, kalo Kak Bara dateng, mereka lebih gila lagi. Dulu waktu aku nggak sengaja ikut main sama mereka, aku lebih milih pulang jalan kaki dari pada ngikutin mereka sampe selesai.” ucap Gendra yang mengingat kelakuan luar biasa sang abang dan kedua temannya. Suara tawa anggota keluarga Andromeda semakin kencang dan itu membuat para tamu undangan yang lain menolehkan kepala kepada mereka. “Gala tinggal bentar ya semua. Mau ngecek dapur dulu.” pamit Gala akhirnya kepada keluarga Putra. Semuanya mengiyakan dan Gala pun meninggalkan meja itu menuju dapur. ===== “Woi, Bar.” panggil Dafa kepada sahabatnya yang baru saja memasuki restauran Gala. Bara segera berjalan mendekati Dafa dan langsung menyalami sahabatnya itu. Keluarga Bara yang mengikutinya dari belakang juga melakukan hal yang sama kepada Dafa lalu berlanjut ke keluarga Putra. Kedua keluarga itu ditempatkan di dua meja yang bersebelahan oleh Gala. Sengaja, karena kedekatan keluarga ketiga sahabat itu. Mengingat pertemanan mereka yang sudah terjalin sejak bangku SMA sampai kuliah. “Khandra mana, Daf ?” tanya Bara kepada Dafa. “Lagi sama An. Tadi agak rewel gara-gara rame. Terus An bawa anak gue ke bagian outdoor kayaknya.” Bara mengerutkan dahi saat mendengar nama wanita itu. Sial, Bara lupa kalau An adalah adik Dafa. Wajar saja jika wanita itu ada di sini. Sebuah tarikan dibajunya, membuat Bara menunduk dan menemukan Gio, keponakannya. “Kenapa, boy ?” “Mau pipis, Uncle.” ucap bocah itu yang membuat Bara tersenyum lalu mengangkat Gio ke dalam gendongannya. “Udah pantes jadi bapak lo.” kata Dafa yang menatap Bara. “Kharisma gue keluar yak hahaha.” “Yeee, becanda aja ni bocah atu. Serius, Bar. Kapan mau jadi bapak beneran ?” Bara hanya tersenyum kecil tanpa menjawab pertanyaan Dafa lalu berbalik dan berjalan mencari toilet. Setelah menanyakan kepada salah satu pelayan restauran, akhirnya Bara menemukan toilet dan segera membantu Gio untuk pipis. Saat keluar dari toilet pria, tiba-tiba Gio menunjuk ke arena bermain yang ada di luar ruangan. Gio kemudian menoleh ke arah pamannya meminta persetujuan. Bara tersenyum lalu mengangguk memperbolehkan keponakannya itu. Hal itu tentu saja membuat Gio langsung berlari ke luar menuju ayunan dengan riang. Dengan langkah pelan, Bara kemudian menyusul keponakannya yang sudah menduduki ayunan kosong di sebelah kanan. Saat jaraknya semakin dekat, Bara akhirnya menyadari sesuatu. Ada seseorang yang menduduki ayunan di sebelah Gio. Dan orang itu adalah Andromeda. Wanita itu sedang memangku Khandra, anak Dafa. Dia sedang menunduk ke arah bocah laki-laki yang berada di pangkuannya. Tanpa sadar, Bara menghentikan langkahnya dan terpaku memandang An. Wanita itu tertawa lepas saat melihat kelakuan keponakan pertamanya. Sesekali dia menggoda Khandra, dan ketika bocah itu memberikan reaksinya, An akan tertawa lagi. Untuk pertama kalinya, Bara melihat Andromeda tertawa. Dan pria itu menyukainya. Bara lalu melanjutkan langkahnya sampai akhirnya berada di hadapan wanita itu. Andromeda yang menyadari ada orang yang datang, mendongakkan kepalanya. Pria ini lagi, pikir An. Untuk sepersekian detik, yang mereka berdua lakukan hanya saling memandang tanpa berucap. Lalu hembusan angin datang menyapa, seolah menjadi pengiring Bara saat berucap, “Kamu cantik.” ====
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD