CHAPTER 09: Masih Cinta?

1531 Words
Sebagian murid yang kepo mengintip melalui jendela untuk mengetahui apa yang terjadi di UKS. "Si Raka punya berani ya, nolongin Chesa." "Gue yakin habis ini Hana enggak terima," "So sweet banget! Apa gue minta dibully sama si Hana ya biar gue ditolongin Raka. Raka jelas mendengar bisikan-bisikan murid perempuan yang berada di luar ruangan UKS, tapi dia hiraukan dan fokus memerhatikan Chesa yang sedang diperiksa oleh Dokter. Di SMA Kauman, ayahnya Hana menugaskan satu dokter khusus untuk bekerja di UKS. Setelah beberapa menit kemudian, Dokter laki-laki itu menghampiri Raka yang sedang berdiri tak jauh darinya. "Gimana keadaannya, Dok?" Raka bertanya duluan. "Temen kamu enggakpapa. Dia cuma butuh istirahat sama makan oleh karena itu, dia pingsan." ucap Dokter tersebut. Raka mengangguk mengerti. Setelah dokter itu keluar dari ruangannya, Raka menghampiri Chesa. Jari Chesa berkutik dan tak lama kemudian dia sadar dari pingsannya. Chesa tergemap melihat Raka berada di sampingnya. "Lo kenapa ada di sini?" Chesa berusaha bangkit. Kepalanya terasa pening, tubuhnya lemas sekaligus lututnya sakit mungkin akibat merangkak tadi. "Hati-hati," Raka membantu Chesa untuk bangun, namun Gadis itu segera menepis tangan Raka. "Gue di mana?" Chesa masih mengamati tempat di sekitarnya. Begitu banyak murid yang menyaksikan mereka berdua. Yang membuat Chesa terkejut adalah ia melihat Hana sedang menatapnya tajam dan juga raut mukanya jengkel. "Tadi lo pingsan di rooftop. Jadi gue bawa ke sini. Lo ngga-" "Pergi. Gue mau lo pergi dari sini," ucap Chesa lirih dan penuh penekanan. "Enggak. Gue enggak bakal pergi," elak Raka. "Pergi enggak!" "Enggak," "Pergi!" "Enggak," "Ya ampun, lo kenapa? Gue tadi nyariin lo buat ngajak lo makan bareng di kantin," Hana dan Keisha tiba-tiba mendatangi Chesa yang sedang berdebat bersama Raka. Hana menatap khawatir dan tentunya itu hanya sandiwara agar dirinya terlihat baik di depan Raka. Namun Raka sudah mengetahui semuanya. "Lo enggakpapa kan?" tanya Hana sembari menatap dan memegang pundak Chesa. Genggaman tangannya Hana eratkan dipundak Chesa. Chesa menunduk, "Enggakpapa." jawabnya. "Gue pergi dulu." Raka bungkas meninggalkan mereka bertiga. Setelah menjauh, Hana memperlihatkan raut muka marah. "Lo pasti caper ke dia kan? Ngaku lo! Dasar parasit!" Chesa tak bergeming. "Lihat aja nanti pembalasan gue!" ketus Hana kemudian meninggalkan Chesa. Keisha mengekor di belakang Hana. *** Hari sudah petang. Semua murid bersuka cita pulang ke rumah masing-masing. Chesa sumringah melihat mobil Revan tepat berada di depan gerbang tentunya untuk menjemput dirinya. Revan melepaskan kacamata yang bertengger dihidung mancungnya dan kemudian melambaikan tangan ke arah Chesa. Tidak tahu semerah apa wajah Chesa sekarang ini. Dia rasa ia sudah jatuh cinta pada Revan. "Chesa," panggil Raka. Chesa sontak menengok ke belakang, tapi tak lama kemudian dia memalingkan muka dan melanjutkan langkahnya kembali. Raka melangkah cepat kemudian memegang erat lengan Chesa. "Gue mau bicara sama lo sebentar," ucapnya. "Lepas. Gue enggak mau bicara sama lo," Chesa berusaha melepaskan sekuat tenaga, namun usahanya percuma karena tenaga Raka lebih besar dibandingkan Chesa. Revan dari kejauhan sana merasa geram. Dia menghampiri Chesa dan Raka dengan tangan terkepal erat. "Lepasin tangan dia!" bentak Revan. Raka menatap lekat Chesa. "Gue mau bicara sama lo sebentar aja," mohonnya. "Maaf, gue enggak bisa." tolak Chesa. Revan menarik Gadis yang disukainya itu menjauh dari Raka. "Dia enggak mau. Jangan dipaksa!" Revan membawa Chesa untuk menuju ke mobilnya dan berlalu begitu saja. Lagi-lagi hati Raka mendesir perih. "Gue enggak akan nyerah! Gue akan buat lo besok mau bicara sama gue!" teriak Raka kepada mereka berdua. "Raka, kita pulang bareng yuk." ajak Hana yang tiba-tiba datang dan langsung merangkul Raka. "Enggak. Gue mau pulang naik angkot," Raka menolak. Dia kini benci sekali kepada Hana. "Ikut!" seru Hana yang masih memeluk lengan Raka. "Jangan rangkul-rangkul. Bukan muhrim," Raka melepaskan tangan Hana dan menghempaskannya dengan kasar. "iihh! Kok lo jahat sih!" ucap Hana dengan nada bicara seperti anak kecil. Raka tetap berjalan menuju ke halte yang berada tak jauh dari sekolah. Dia pura-pura tidak melihat Revan dan Chesa ketika melintas di depan mereka. *** "Dia masih gangguin lo?" Revan bertanya tanpa mengalihkan pandangannya. Chesa yang sudah tahu maksud 'Dia' adalah Raka. "Enggak," "Beneran?" tanya Revan memastikan. "Kalau dulu?" lanjutnya. "Dulu... dia enggak ganggu kok. Lo salah paham tentang dia. Yang ganggu gue temen kostnya bukan Raka dan itupun dulu bukan sekarang," jelas Chesa. "Tapi gue tetap khawatir sama lo. Gue enggak rela kalau dia gangguin lo terus," ucap Revan. "Oh... gitu," Chesa mengusap lehernya yang tak gatal. Melihat Revan yang mengendarai di jalan yang bukan menuju ke rumahnya, Chesa merasa bingung dan bertanya- tanya. "Loh, kok jalannya beda?" "Kita mampir ke kafe dulu sebentar," jawab Revan. "Ke kafe? Buat apa?" Chesa penasaran. "Reuni." "Reuni? Kenapa lo enggak bilang dari tadi," Chesa jelas tidak siap atas acara Reuni nanti. "Gue udah beliin baju buat lo," ucap Revan. Telapak tangannya merogoh sesuatu hingga akhirnya sebuah plastik hitam berisikan gaun berwarna biru yang dia beli di mall tadi. "Lo ke kamar mandi yang ada di kafe trus ganti baju," ucap Revan. "Tapi kan gue malu sama temen-temen nanti." kata Chesa berterus terang. "Acara reuninya 2 jam lagi. Dan kita sampai ke kafe 5 menit lagi," ujar Revan. Chesa menganggukkan kepala. "Makasih untuk bajunya," "Sama-sama." *** Suasana kafe yang begitu ramai memmbuat Chesa risih sendiri. Seperti yang di arahkan Revan, dia menuju ke kamar mandi untuk mengganti baju, sedangkan Revan menunggu sembari meminum kopi s**u yang dia pesan. Beberapa menit kemudian, Chesa keluar. Mata semua orang yang ada di sana terpana padanya. Rambut yang digurai dan juga make up yang sama sekali tidak Chesa gunakan membuat kecantikan alaminya terpancar. Revan terkesiap melihat Chesa yang berbeda padahal hanya pakaiannya yang diganti. Bagaimana bisa dia sangat berbeda? "Gimana? Bajunya enggak cocok ya?" lirih Chesa. "Cocok." Chesa mendudukkan diri dibangku yang ada di depan Revan. Mereka berdua tidak ada yang memulai satu topik pembicaraan. Chesa berkali-kali memainkan rok dengan jarinya. Sebenarnya dia gugup sekarang karena akan bertemu teman-teman lamanya. Revan yang masih disibukkan oleh ponselnya membuat Chesa melongo sendiri. Tidak tahu harus melakukan apa. "Lagi mikirin apa?" Chesa terkejut saat Revan tiba-tiba bertanya. "Enggak kok," jawabnya. "Gue mau nanya sesuatu. Boleh kan?" "Boleh," Revan terdiam sesaat. "Lo masih cinta enggak sama gue?" Chesa tertegun. Baru kali ini Revan membahas hal seperti itu. "Kalau iya lo mau apa?" Chesa menanya balik. "Mau lo jadiin milik gue selamanya," jawab Revan serius. "Giimana nasib kalung gue? Lo pakai atau lo kembaliin ke gue?" Chesa masih belum bisa menerima ajakan Revan untuk balikan padahal dia sebenarnya sudah menyukai Revan, tapi seolah-olah hati kecilnya menahan Chesa untuk menerima ajakan balikan itu. Perasaan Chesa seperti terpaku entah kenapa. "Chesa! Lo chesa kan? Ya ampun gue enggak percaya, lo kok cantik banget sih sekarang?" heboh Fika, teman SD Chesa yang baru saja datang. Revan kesal karena belum mendapat jawaban dari pertanyaannya. "Fika?" Chesa pangling atas wajah sahabatnya. Dulu, Fika sering dibully karena bobotnya yang berlebih. Chesa sering membelanya, namun sekarang Fika lebih langsing dan tentunya cantik. Mereka berdua berpelukan singkat. "Lo udah beda banget sekarang." ucap Chesa. "Lo juga. Sekarang kok jadi kurusan sih?" tanya Fika. Chesa terkekeh. "Masa sih? Gue biasa aja kok." "Revan? Lo pindah lagi ke sini?" wajah Fika beralih memerhatikan Revan. "Ya," singkat Revan. "Lo sama Revan masih pacaran?" Fika bertanya pada Chesa tepatnya. "Eng-" "Kepo." Revan memotong kalimat Chesa yang baru saja akan menjawab pertanyaan Fika. "iihh.. lo masih nyebelin kaya dulu ya," Fika mencebikkan bibir. "Duduk dulu, Fik." Chesa mempersilahkan Fika untuk duduk dibangku yang berada di sebelahnya. Fika tersenyum singkat lalu duduk tepat di samping Chesa. "Oh ya, gue lupa kasih tahu lo kalau Raka pindah ke sini loh," "Lo inget Raka kan? Temen lo waktu kecil itu." Fika tidak tahu bahwa Chesa sudah bertemu dengan Raka malah dirinya sekarang merupakan teman sekelasnya. "Gue inget." ucap Chesa tanpa panjang lebar. Dia tidak mau membahas Raka lebih jauh terlebih lagi ada Revan di dekatnya. "Temen kecil?" Revan mau tidak mau ikut campur dalam pembicaraan mereka berdua. "Iya. Lo belum tahu ya? Si Raka itu temen Chesa waktu kecil. Mereka selalu nempel kapanpun dan di manapun. Gue aja iri waktu itu," jelas Fika. Revan ber 'oh' ria, ia harus menanyakan hal ini ke Chesa nanti. "Gue dapet sms dari dia kalau dia suka sama lo," bisik Fika. Kedua netra Chesa membulat sempurna. "Apa?" "Kalian bicarain apa sih?" Revan penasaran sekaligus curiga. "Kepo." Fika mengulang perkataan Revan tadi. "Hey gais! Mei lahir bulan Maret dateng!" teriak gadis berambut sebahu, celana jeans ketat dan juga kaus lengan pendek berwarna putih. "Eh, si Mei. Sini lo! Gue kangen!" Fika mengibaskan tangannya menyuruh Mei untuk duduk di sampingnya. Setelah duduk, Mei memandangi wajah Chesa dan Fika. "Kenapa?" tanya Chesa. "Kalian gemesin jadi pengin bunuh," ucap Mei. Fika merotasikan matanya. Sikap savage Mei ternyata masih melekat. Sahabatnya itu selalu berbicara asal tanpa mencerna dulu. "Bunuh aja nanti siap-siap lo ketemu mertua lo di kantor polisi," ujar Fika santai. "Mertua?" Mei bingung. "Ciee... ciee... akhirnya udah move on nih," Fika tersenyum lebar. "Bapaknya Fero itu polisi. Lo enggak inget atau udah lupa?" "Enggak inget sama udah lupa itu sama aja g****k!" Mei ngegas. Chesa diam. Dia sesekali menyeruput kopi yang ada di hadapannya. Revan memandang Chesa cukup lama tanpa disadari oleh Fika dan Mei yang sedang berdebat. Mata Chesa tak sengaja melihat... "Raka!?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD