Chapter 24: Gudang

1840 Words
Raka sedang sembunyi di samping kelas 10. Ia menghadang seseorang untuk bertanya sesuatu. Gadis berambut pendek berjalan sendirian menuju kelas. Maklum, hari ini dia piket. Teman-temannya itu belum berangkat sama sekali. Grep! Tubuhnya ditarik oleh tangan seseorang. Rupa Sera mendadak pucat pasi. Ia takut diapa-apakan oleh orang yang sudah menariknya. Raka meletakkan kedua tangannya di samping wajah Sera tepat di sisi kanan dan juga kiri. "Kak Raka?" Sera menurunkan pandangan. Iris cokelat Raka begitu dekat dengan matanya. "Jawab pertanyaan gue." "Pe--pertanyaan apa, Kak?" sumpah demi alex! Sera gugup sekaligus jatuh cinta. Ia sangat sulit mendefinisikan perasaannya sekarang. Waktu itu, dia berhadapan sangat dekat dengan Devian, tapi sekarang? Ia dekat juga dengan Raka. "Apa yang lo tau tentang Chesa?" Pertanyaan barusan membuat Sera kalap. Tidak mungkin dia memberitahu sebenarnya karena Sera tahu apa yang akan terjadi padanya jika memberitahu. "Kak Chesa itu... kakak kelas aku. Dia sekelas sama Kakak," jawab Sera seadanya. Namun, jawaban itu terlalu klise di telinga Raka. "Gue tau." Raka menghembuskan nafas panjang. Bau mint menyeruak di indra penghirup Sera. Raka lanjut bicara, "lo pernah liat dia dekat sama gue?" "A--aku nggak pernah liat, kak." Gugup. Raka tahu, Cewek di hadapannya ini berbohong. "Beneran?" Raka mendekatkan lagi wajahnya. Sera perlahan merosot ke bawah. Jika ada murid lain yang melihat, maka sama saja dia mencari masalah. Mengingat Raka adalah Cowok yang disukai banyak Gadis di sekolah ini. Tanpa sengaja, Chesa melihat mereka berdua. Sangat dekat. Hati Chesa mendadak terasa sesak, ia tak bisa menahan air mata. Tidak ingin melihat lebih jauh, Chesa pergi menjauh. "Be--beneran Kak." "Gue tau, lo gak mau deket-deket sama gue karena lo nggak mau diganggu temen-temen lo kan? Lo gak mau masa SMA lo terganggu. " Raka menjeda. "Gini aja, gue buat kesepakatan." Ia mundur 2 langkah, menciptakan jarak di antara mereka. "Kasih tau yang sebenarnya atau gue umumin kalau lo itu pacar gue." Tinjauan Sera beralih lurus. Bimbang, harus memilih yang mana. "Gue kasih lo waktu 3 detik buat mikir." Raka mengangkat tiga jari. Sera deg-degan, ia harus memilih yang mana? Pilihan mana yang bagus? "Satu..." Raka mulai menghitung. "Dua..." "Tig--" "Kasih tau yang sebenarnya!" Raka tersenyum miring. Pilihan Sera sesuai dengan keinginannya. Usai kejadian yang menurut Sera amat menegangkan, keduanya ke halaman belakang sekolah, tempat yang jarang di datangi oleh siapa pun. "Ceritain sekarang." titah Raka tanpa basa-basi. Sera menceritakan semua. Mulai dari kedekatan Chesa dengan Raka yang ia lihat sekaligus tentang pembully-an Hana dan juga Keisha. Raka begitu tidak menyangka. Satu pertanyaan yang belum terjawab di benaknya. "Yang dorong gue dari tangga siapa?" "Soal itu, aku nggak tau, Kak. Maaf," Raka mengacak frustasi rambutnya. "Lo boleh pergi." dia mempersilahkan. Sera langsung bergegas pergi. ******* Jam istirahat. Raka memperhatikan gerak-gerik Chesa. Gadis itu terlihat baik-baik saja bahkan dua orang yang katanya membully Chesa sekarang sedang duduk di satu meja dengan Chesa. Raka berdiri. Ia sudah tidak ada selera lagi untuk menyantap makanan. "Mau ke mana lo?" Devian angkat bicara. "Rooftop." "Ngapain?" "Kepo lo." Raka melengos pergi. Devian mendengus kesal. "Kaya cewek lagi PMS aja lu. Nyebelin." sinis Devian. Sesampainya di rooftop, Raka duduk, kemudian membuka bungkus permen mint lalu memakannya. Di situasi yang membuatnya kesal sekaligus heran ini, permen mint selalu membikin moodnya seketika membaik. Walaupun Raka sudah di masa SMA, dia sama sekali tidak berniat untuk merokok. Berbeda dengan teman-temannya. "Yang cepet jalannya, b*****t!" Raka terperanjat dari duduk. Ia langsung mencari tempat bersembunyi untuk mengetahui apa yang Hana lakukan selanjutnya. Ya, Raka mengenal suara tadi. Siapa lagi kalau bukan suara Hana. "Duduk di situ, parasit!" Hana menekan bahu Chesa. Mau tidak mau, Chesa duduk di atas lantai kotor tanpa alas sedikit pun. Iris hitam Hana terpusat pada Keisha. "Sha, ambilin sampah itu." Hana menunjuk benda yang dimaksud. Raka menjadi panas-dingin. Tong sampah itu terletak di sampingnya. Gawat! Bisa-bisa dia ketahuan. Raka bergegas melipir menjauh dari tempat persembunyiannya. Suara langkah makin mendekat. Krek! Keisha tidak sengaja menginjak botol kosong membuat Raka semakin panik. "Ih! Rese." Keisha menendang botol tersebut. Tak sengaja, botol itu mengenai kaki Raka. Lumayan keras, namun menimbulkan rasa sakit. Raka mengusap-usap kakinya. Tong sampah sudah diambil. Keisha mendatangi Hana dan juga Chesa. Senyum miring Keisha membuat Chesa ketakutan. Apa yang akan mereka lakukan padanya? Beribu-ribu pertanyaan masuk di benak Chesa. "Gue atau lo?" tanya Keisha pada Hana. "Gue dong." Hana mengambil tong sampah dari tangan Keisha. Chesa memejamkan mata saat ia menyadari kalau Hana menuang sampah tepat di atas kepalanya. Bau tidak sedap menyeruak. Rasanya, Chesa ingin muntah. Hana tertawa terbahak-bahak begitu pun Keisha. "Sampah itu cocok di kepala lo!" caci Hana. Tangan Chesa mengepal kuat. Matanya memanas. Ia tidak kuat. Sudah kesekian kali, Chesa terus direndahkan oleh kedua sosok yang berdiri sembari melipat tangan di d**a. "Salah gue apa?" Chesa malang mulai bertanya. Meski suara Chesa lirih, Hana bisa mendengar. Hana maju. Jaraknya dan Chesa menjadi tak jauh lagi. Jemari cantik Hana memegang pipi Chesa sangat kuat. "Salah lo udah sekolah di sini dan pernah dekat sama Raka." Hana meludah tepat di wajah Chesa. "Dan juga, gue benci muka cantik lo!" lanjutnya dalam batin. Keisha membekap mulutnya. Ia takjub, baru kali Hana berbuat berani seperti tadi. "Iyuww. Tangan gue ternodai." Hana akhirnya melepaskan cengkraman pipi Chesa. Chesa kira, Hana akan berhenti, tapi dugaannya salah. Hana kembali mendekat. Sepatu Hana menginjak kuat lutut Chesa. "Lo... jangan sok cantik di depan cowok, parasit!" tekan Hana. Chesa mengangguk cepat. "Cabut." Hana pergi meninggalkan Chesa disusul oleh Keisha. Benar. Dugaan Raka terbukti benar. Raka miris melihat Chesa direndahkan. Tangis Chesa pecah. Ia memelut lututnya sendiri, menenggelamkan wajah di sana. Isakan itu membuat kepala Raka sakit. Samar-samar kejadian rupa melintas di kepalanya. Tetapi ada perbedaan. Chesa tidak menggunakan seragam sama seperti sekarang. Raka yakin, itu adalah kejadian masa lalu. Perlahan, runtutan kejadian yang melibatkan Chesa teringat di kepala Raka. Abstrak, namun cukup membuat Raka yakin kalau Chesa adalah wanita yang ia suka. Chesa beringsut berdiri. Ia tidak tahu harus kembali ke kelas atau pulang. Masalahnya, seragam yang sekarang ia pakai berbau sangat tidak sedap. "Gue anterin lo pulang," Chesa menengok ke belakang. Ia mendapati Raka tengah berdiri dan menatapnya kasihan. Chesa benci tatapan itu. Walaupun hidupnya bisa dibilang menyedihkan, ia tak mau dikasihani oleh orang lain. "Gue nggak butuh bantuan lo." kata sederhana, namun cukup membuat Raka sakit hati. Chesa pergi begitu saja. Raka diam di tempat. Jika Chesa adalah gadis yang ia sukai, kenapa Chesa terlihat tidak menyukainya? Apakah dia mengalami cinta bertepuk sebelah tangan? ********* Chesa membersihkan sampah dengan sekuat tenaga. Ada noda yang susah hilang sekaligus bau. Dia merutuki dirinya sendiri. Kalau saja ia tak menumpahkan kuah bakso ke rok seragam Hana, sudah pasti dia tidak akan seperti ini. Kala keluar dari balik pintu kamar mandi, tepatnya di wastafel, ia melihat sebuah jaket hitam. Chesa mengambil jaket tersebut. Ia menilik ke sana kemari, tidak ada orang. Jaket milik siapa ini? Tapi, tidak ada salahnya untuk memakai jaket itu kan? Terlebih lagi, seragam Chesa sudah basah semua akibat dia mencoba membersihkan sampah tersebut. Chesa memakai jaket itu. Setelahnya, ia pergi ke loker untuk mengambil celana olahraga. Penampilan Chesa sukses membuatnya menjadi perhatian di seluruh sekolah. Semua murid tahu kalau Chesa habis dibully oleh Hana dan juga Keisha. Mereka merasa miris, tapi apalah daya. Mereka begitu takut untuk menentang sang anak pemilik sekolah dan temannya. "Hueekk!" Hana berlagak seolah akan muntah. "Bau sampah!" Chesa beringsut duduk. Tangannya mendadak gemetar kala memasuki kelas. "KALIAN NYIUM BAU SAMPAH GAK SIH?!" teriak Kesha heboh. Hana mengacungkan jempol. Tingkah Keisha membuatnya senang. "Iyaa..." seisi kelas menjawab ragu-ragu. Keisha berjalan mendekati Chesa sambil mendengus. "Kayaknya... bau ini dari," Keisha sengaja menjeda. "Dia!" todongnya pada Chesa. "Lo habis mandi sampah? Oh, gue tau. Jangan-jangan lo habis cari makanan ditumpukan sampah ya?" tanya Keisha. Chesa terus menunduk. Saat ini dia tak berani mengatakan apa pun sebab hanya akan memperburuk keadaan. "Bisu lo!" Hana tiba-tiba angkat bicara. "KALIAN SETUJU GAK, CEWEK INI KELUAR KELAS?!" Keisha lagi-lagi berteriak. Seisi kelas mengangguk. Lain dengan murid cowok, mereka malah mengatakan celetukan nyeleneh. "Kunci aja dia di gudang. Nanti gue kasih dia pelajaran dan uang biar gak mungut lagi di tong sampah." ujar Gio yang duduk di bangku pojok sana. "Jangan! Gimana kalau kita buka jaketnya aja biar dia kapok dan gak sekolah di sini lagi." saran Dino. "Ide lo pada gak bagus semua! Kita lelepin aja dia di got depan sekolah!" kali ini, Rega memberi usul. Chesa makin ketakutan. Dia mengigit bibir bawahnya sendiri. "Han, lo pilih yang mana? Opsi satu, dua atau tiga?" Keisha bertanya. Hana mengusap dagunya sendiri bak orang sedang berpikir. "Gue pilih... opsi ke satu." Chesa membelalakkan mata. Opsi kesatu diusulkan oleh Gio. Setahu Chesa, Gio itu Cowok yang terkenal dengan gelar fuckboy se-SMA Kauman. Ia bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ia ke gudang. Chesa meraih lengan Hana, menatap penuh memohon. "Han, tolong jangan pilih opsi itu, gue mohon." "Lo... lo boleh jambak rambut gue sepuasnya." "Lo boleh caci maki gue, tapi please, jangan kunci gue di gudang, gue mohon Han..." Menyaksikan Chesa memohon-mohon, Hana tersenyum miring. "Keputusan gue udah bulat, parasit!" Hana menjauhkan lengan yang sedang digenggam oleh Chesa. "Gio, bawa dia!" lanjut Hana memerintah. "Ashiap!" Gio menyahut penuh semangat. Kaki tingginya itu melangkah mendekati Chesa. Jemari Gio memegang telapak Chesa. Chesa menjauh. Kedua netra itu menyorot Gio dengan penuh ketakutan. "Nggak." "Ikut atau gue suruh Papa buat ngeluarin lo dari sekolah ini!" Chesa meninjau Hana, lantas mengatupkan kedua tangan. "Gue mohon... lepasin gue, Han. Jangan bully gue dengan cara kaya gini. Gue... gak mau..." dia mulai menitikkan air mata. "Lo boleh nampar gue atau pukul gue, tapi jangan kunci gue di gudang," "Gak. Lagian lo penakut banget sih, lo nggak sendirian di gudang. Kan, ada Gio yang nemenin lo." "Di--dia..." tenggorokan Chesa tercekat. Ia tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya lagi. "Buru. Sana pergi." tinjauan Hana beralih pada Gio. "Gi, bawa dia. Seret aja sekalian." Gio tersenyum mengerikan. Ia menggenggam kencang lengan Chesa hingga sang cewek meringis kesakitan. "Lepasin gue!" Chesa memberontak, Gio semakin bertindak kasar. "Gue nggak mau!" "Lepas!" "Lepasin gue!" Seluruh murid perempuan pura-pura tak mendengar teriakan pilu itu. Hana dan Keisha tersenyum penuh kemenangan. Chesa terus diseret oleh Gio. Seisi sekolah seakan tuli bahkan guru sekali pun. Semuanya... benar-benar tidak punya hati. Kadang Chesa berpikir untuk menyusul ayahnya saja. Di dunia ini, terlalu kejam dan menyakitkan baginya. Gio melempar Chesa ke dalam gudang. Chesa melangkah mundur sambil menggeleng pelan. Gio menutup pintu. Chesa makin panik, ia mengambil serpihan kayu yang kelihatannya cukup tajam. "Menjauh!" bentak Chesa sambil menodongkan serpihan kayu. Gio semakin melangkah mendekat. Chesa mundur. Begitu pun seterusnya sampai pada akhirnya, Chesa menabrak tembok. Tidak bisa mundur lagi. Tanpa mengatakan apapun, Gio membawa Chesa ke dalam dekapannya. "Gue... gak akan nyakitin lo," -----------------------Tbc----------------- Setelah sekian lama, akhirnya aku UP bab 24 di cerita ini. Maaf kalau ada typo :) sampai jumpa di Bab 25....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD