Chapter 43: Kebenaran

1012 Words
Ayah | Malam ini, kamu harus ke rumah Ayah. Wajib. Hana mengernyit usai membaca isi pesan yang baru saja masuk itu. Palingan ayahnya itu mengadakan makan malam yang amat membosankan. Tanpa berpikir dua kali, Hana menolaknya. |Malam ini aku ada kerja kelompok. Jadi gak bisa. Hana memencet tombol kirim. Setelahnya, ia menyingkap selimut dan berjalan ke dapur. Sejak pagi ia belum makan apapun. Keisha juga sedang ke rumah neneknya. Jadi mau tidak mau, ia memasak makanan. Sungguh merepotkan. Belum sempat ia menyalakan kompor, ponselnya malah berdering. Hana mencebikkan bibir. Ia mengambil kasar benda pipih itu. Nomor tidak dikenal. Hana menekan ikon merah. Selang beberapa detik, ponselnya kembali berdering. Hana memencet ikon merah lagi. Ia kira, nomor itu tidak akan menelefon lagi. Ternyata tidak. Nada dering dari ponselnya kembali terdengar. "Ih! Siapa sih!" terpaksa Hana mengangkat telefon itu. "Lo--" "Han, ini gue, Raka." Nyali Hana untuk mengomel menjadi ciut. Ia berdeham, mempersiapkan untuk berbicara manis. "Eh, Raka. Ada apa kamu telefon aku?" "Sekarang kita bisa ketemu? Hari ini lo gak sibuk?" Kedua mata Hana membesar. Ini di luar dugaannya! Ia tidak menyangaka. "Bisa kok! Bisa banget malah! Hari ini aku enggak ada acara apa-apa kok!" "Kafe deket rumah gue. Lo tau kan? Jam satu siang, lo harus udah sampai." "Oke!" ***** Jam 12:30 Hana datang lebih awal. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu Raka. Apa yang akan cowok itu katakan? Apa... Raka akan menyatakan perasaan suka padanya? Ah! Ia sudah tak sabar sekali! Raka mengedarkan pandangan, niatnya untuk mencari bangku kosong, ia malah menangkap sosok Hana yang sedang senyum-senyum sendirian. Seperti orang tidak waras saja. "Udah nunggu lama?" tanya Raka, menarik bangkunya kemudian duduk. "Enggak! Baru aja dateng!" sahut Hana begitu semangat. "Jadi, buat apa kamu ngajak aku ke sini? Sesuatu apa yang kamu mau bicarain?" tanyanya langsung. Hana bukan tipe orang yang suka basa-basi. "Lo sehari-hari sering di rumah enggak? Maksud gue, habis pulang sekolah, lo pulang ke rumah?" Kening Hana mengerut. Tumben sekali Raka menanyakan hal itu padanya. Namun, Hana mencoba positive thinking. Bisa saja, kan, Raka mengkhawatirkan nya. "Aku... pulang ke rumah kok." "Oh. Gue kira, lo enggak ada karena tadi pagi gue ke rumah lo dan ketemu ayah lo. Om Pandu bilang, lo nggak ada di rumah." ucap Raka pura-pura. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Hana. Hana tergemap. Ya Tuhan! Dari mana Raka bisa mengetahui alamat rumahnya. Jelas lah, ia tidak ada di rumah. Melirik rumah itu saja, ia tak mau apalagi menginjakkan kaki di sana. "Oh, itu... Aku lagi ke rumah Keisha. Maaf, ya." "Enggak apa-apa. Tapi gue liat, rumah ayah lo didekorasi indah. Emang mau ngadain acara apa, Han?" Hana sendiri bingung sekaligus terkejut atas perkataan Raka. Harusnya dia bertanya ketika ayahnya mengirim pesan. Sekarang, ia harus mengarang cerita agar Raka percaya padanya. Merepotkan! "Itu nanti malam, Ayah mau ngadain pertemuan bisnis. Jadi mungkin itu sebabnya rumah ayah di dekorasi." terdengar kekehan canggun Hana. "Lo gak nyembunyiin apapun dari gue, kan?" Raka memastikan. Ya, meski dia tahu jawaban apa yang dia akan dapatkan. "Enggak. Masa iya, gue tega nyembunyiin sesuatu dari lo. Lo, kan, teman gue, Raka." Hana tidak rela menyebutkan Raka sebagai teman. Ia ingin mengakui Raka sebagai kekasih saja. "Nanti malam, lo mau ikut gue ke acara tunangan?" Raka bertanya. Kedua mata Hana berbinar-binar! "Mau mau!" **** Chesa mengamati wajah Rumaisa dari pantulan cermin. "Mama cantik banget." ujarnya dengan ekspresi takjub. "Selama acara, kasih tau pengasuh di sini, jaga Lova. Jangan biarin dia sampai nangis apalagi sampai manggil-manggil Mama." ucap Rumaisa memperingatkan. "Siap, Ma!" Chesa meletakkan telapak tangannya bak orang yang sedang hormat pada bendera. "Kamu tidak dandan?" ekor mata Rumaisa melirik Chesa yang masih menggunakan pakaian biasa. Chesa mengerjap. "Harus, Ma? Aku kira, aku enggak akan muncul di acara nanti." "Muncul. Kamu itu anak mama. Dan juga, Pandu minta Mama buat ajak kamu masuk ke acara itu." jawab Rumaisa, memoleskan lipstik di bibirnya. "Aku harus pakai baju mana, Ma?" "Ambil di kamar ayah kamu." Chesa terkejut dengan kata 'ayah'. Kenangan masa lalu kembali melintas di kepalanya. Tapi, ia berusaha mengingatkan dirinya sendiri kalau kata 'ayah' itu ditujukan untuk Pandu. Bukan ayah kandungnya. "Aku permisi, Ma." pamit Chesa sebelum pergi. Kaki melangkah ke kamar yang ada di sebelah kamarnya. Tampak Pandu di dalam kamar itu sedang memegang sebuah bingkai foto. Chesa menyipitkan mata, berusaha untuk melihat lebih jelas siapa sosok yang ada di foto itu. Wanita cantik. Sekilas mirip Hana. Namun, kelihatannya lebih tua. Apa jangan-jangan itu foto kakaknya Hana? Chesa hanya bisa menebak-nebak saja. Ia berniat ingin bertanya, namun Pandu malah menyadari kehadirannya lebih dulu. "Ada apa ke sini, Nak?" tanya Pandu. Terlihat ia meletakkan foto itu di sebelahnya dengan posisi telungkup seakan Pandu tidak mengizinkan siapapun melihat sosok yang ada di foto tersebut. "Kata Mama, aku harus ngambil baju yang harus dipakai malam ini." "Sebentar." Pandu bangkit, ia membuka lemari dan mengeluarkan sebuah gaun berwarna wardah. Chesa berjalan mendekat dan menerima gaun itu. Ia kagum dengan keindahan gaun yang diberikan oleh Pandu. "Terimakasih, Om--eh, ayah..." lagi dan lagi, Chesa belum bisa memanggil Pandu dengan sebutan Ayah. "Tidak perlu memaksakan diri," Pandu tersenyum singkat. "Permisi, Om." Chesa membungkukkan badan, berusaha untuk bersikap sopan. Pandu mengangguk. Usai sampai di kamarnya, Chesa masuk ke kamar mandi untuk mengganti baju. Rumaisa melirik gaun yang dipegang oleh putrinya itu. **** "Gue cantik nggak? Penampilan gue udah perfect kan? Apa ada yang kurang? Make up gue terlalu tebal gak? Rambut gue kelihatan rapih kan? Gaun ini cocok di tubuh gue nggak?" Keisha merotasikan bola mata usai diberi pertanyaan bertubi-tubi. Yang membuat ia kesal, Hana menanyakannya berulang kali. Melelahkan, padahal dirinya baru saja pulang dari tempat jauh. "Semuanya udah perfect. Bahkan semut aja bakal jatuh cinta kalau liat lo." Keisha tersenyum paksa. "Lo enggak ikut?" tanya Hana dengan raut serius. "Gak lah. Nanti gue jadi nyamuk." jawab Keisha. "Terserah. Tapi bagus, sih. Jadinya kan gue sama Raka gak keganggu!" Hana mulai fokus bercermin lagi. Sepertinya ini sudah sempurna seperti apa yang dikatakan Keisha. "Gue pergi ya!" "Ya." sahut Keisha. Terdengar suara motor berhenti di depan sana. Hana bisa menduga, pasti Raka yang datang. Pintu dibuka. Senyum Hana tidak sedetikpun pudar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD