PENASARAN

1955 Words
“Semuanya duduk!” Perintah J-Ko pada semua panitia yang sudah berada di dalam ruang organisasi. “J-Ko, kamu tidak perlu mendengarkan ucapan gadis itu. Jangan menjadikan kami sasaran amarahmu hanya karena ucapan bodoh gadis kuper dan culun itu!” Bujuk Jovanka sambil mengusap punggung J-Ko dan duduk di sampingnya. “Gadis bodoh?! Kuper dan culun?! Jadi kamu masih bisa menganggap gadis dengan kecerdasan tingkat tinggi itu dengan sebutan itu?! Kalian semua yang bodoh! Sudah sejak awal aku menolak usulan gila kalian semua! Tapi kalian terus membujukku! gadis tadi benar sekali, sangat benar sekali! Aku sudah seperti gigolo saja yang menemani pemenang pergi kemanapun selama sehari!” seru J-Ko dan seketika membuat semuanya diam. Namun Jovanka justru semakin merasa kesal. J-Ko memang marah, tapi kalimat ucapannya terus memuji gadis tadi. “Jovanka, kamu juga seharusnya berpikir! Jika pemenangnya seorang peserta laki-laki, maka kamu lah yang harus menjadi hadiahnya! Apa kamu pernah berpikir tentang hal apa saja yang mungkin terjadi jika kamu sampai berkencan sehari dengan laki-laki itu?! Bagaimana jika laki-laki itu melakukan sebuah pelecehan atau bahkan kekerasan fisik padamu?! Bukankah pada hari kencan itu, kamu adalah hadiahnya yang bisa diperlakukan seperti apapun yang diinginkan oleh pemenangnya?! Bukankah itu juga sama artinya bahwa kamu siap menjadi p*****r baginya?! Pernah kamu berpikir seperti itu?! Beruntung aku yang menjadi hadiahnya dan beruntung pula peserta itu punya pikiran yang sehat!” omel J-Ko menyadarkan Jovanka. Semua akhirnya semakin diam, begitu juga dengan Jovanka. Mereka semua sungguh baru menyadari tentang bahayanya akibat dari hadiah yang mereka pikir akan sangat menyenangkan dan membanggakan bagi peserta yang menang, berkencan sehari dengan senior idola terpopuler di sekolah populer ini. Sejak awal mereka tak pernah berpikir dan menyadari bahwa ada resiko yang sangat berbahaya bagi J-Ko dan Jovanka jika sampai terjadi sesuatu yang buruk saat kencan itu. “Sekarang, aku minta kalian bisa mencari hadiah pengganti bagi pemenang tadi. Carilah hadiah terbaik baginya, soal harga mahal tak perlu dipikirkan. Aku yang akan membayar penuh, bukan dari kas organisasi atau dana sekolah! Aku mau besok pagi hadiah sudah diterima oleh pemenang itu sebelum kegiatan pertama dimulai. Apa kalian mengerti?!” perintah J-Ko. “Mengerti.” Sahut hampir semua panitia dengan kompak. Ya, tidak semuanya karena Jovanka tidak ikut setuju dengan perintah J-Ko. “Sekarang, kalian lanjutkan mengawasi para peserta yang belum pulang dan sedang menjalani hukuman mereka. Ingat! MOS tahun ini aku tidak mau ada korban seperti tahun yang lalu! Perhatikan sikap dan amarah kalian jika kalian tidak ingin berakhir seperti Axel di tahun lalu! Atau aku sendiri yang akan membawa kalian ke penjara atas tindak kekerasan dan perundungan yang kalian lakukan terhadap peserta, sama seperti aku membawa Axel ke penjara tahun lalu! Mengerti?!” pesan J-Ko lagi, dan kembali dijawab dengan kompak oleh panitia yang lainnya dengan mengerti. Mereka pun mengikuti langkah J-Ko dan Jovanka keluar dari ruang organisasi, dan melanjutkan tugas mereka masing-masing mengawasi seluruh gedung sekolah dan para peserta yang sedang membersihkan semua sampah dan bahkan debu. J-Ko melihat seorang peserta yang sedang duduk di pinggir taman sambil bermain smartphonenya dan dengan santai menggunakan headphone, padahal teman lainnya sedang sibuk membersihkan taman sekolah dari daun kering dan sampah. J-Ko segera menghampiri peserta itu hendak memberinya peringatan tegas, namun dia menjadi terkejut saat sudah di dekatnya dan menyadari bahwa peserta itu adalah gadis pemenang kegiatan MOS hari ini. “Apa yang sedang kamu lakukan disini? Bukankah seharusnya kamu sudah pulang?” tegur J-Ko pada Citra sambil mengetuk pundak gadis itu dengan telunjuknya. Gadis itupun segera melepas headphone nya dan menoleh pada J-Ko. “Eh, senior. Maaf, saya sedang menunggu sahabat saya, dia sedang menyelesaikan sangsi yang didapatnya.” Sahut Citra sopan. “Siapa namamu tadi?” tanya J-Ko yang tanpa diduga langsung duduk di samping Citra dalam satu bangku taman yang sama. Citra langsung menggeser tubuhnya untuk lebih menjauh dari seniornya itu, membuat J-Ko langsung tersenyum melihat sikap Citra yang sangat menjaga dirinya dengan baik. “Jadi, pertanyaanku menguap bersama angin?” sindir J-Ko yang tak juga dijawab oleh Citra. “Eh, maaf. Nama saya Citra. Citra Adelia Hartawan.”sahut Citra dengan kaku dan sedikit gugup. “Kenapa gugup? Takut denganku?” tanya J-Ko sadar dengan kegugupan Citra. Citra hanya membalas dengan cengiran kudanya yang terlihat sangat kaku, membuat J-Ko terkekeh melihat sikap gadis itu. “Kamu lucu.” Ucap J-Ko dan kembali Citra hanya menyengir tanpa menyahut apapun. “Apa kamu sudah punya pacar? Maka itu kamu menolak kencan denganku?” tanya J-Ko. “Tidak, saya belum mendapat ijin pacaran dari orangtua saya, lagipula tak akan ada laki-laki yang akan bertahan dengan saya.” Sahut Citra dengan polos, tapi seketika membuat penasaran J-Ko. “Kenapa begitu? Apa kamu suka menggigit atau memakan daging dan meminum darah laki-laki?” tanya J-Ko menggoda Citra. “Tidak! Tidak! Tidak seperti itu!” sahut Citra dengan cepat menyanggah pemikiran J-Ko terhadapnya, J-Ko pun tertawa mendengarnya. “lalu kenapa?” tanya J-Ko sangat penasaran pada maksud ucapan Citra. “Maaf, saya takut dianggap sombong, karena beberapa kali saya menjelaskan pada siapapun selalu berakhir dengan tanggapan kalau saya ini sombong.” Sahut Citra. “Mungkin aku tidak akan berpikir seperti itu. Jadi kenapa laki-laki tidak akan ada yang bisa bertahan denganmu?” tanya J-Ko sungguh penasaran dengan gadis di sampingnya. “Tidak, sebaiknya senior nanti melihat sendiri saat saya keluar dari gedung sekolah ini. Saya tidak mau menerima anggapan sombong dari satu orang lagi.” Sahut Citra. “Emm..., seperti itu ya? oke! kalau begitu aku akan tunggu dan lihat saat kamu pulang nanti.” Ucap J-Ko. “Kenapa?” tanya Citra bingung. “Maksudmu?” J-Ko balik bertanya pada Citra. “Kenapa senior ingin tahu?” tanya Citra bingung. "Untuk apa dia ingin mencari tahu tentang diriku? hal sepele seperti ini bukannya membuang waktunya yang sibuk itu?" batin Citra bingung. “Siapa tahu aku ingin mencalonkan diri jadi pacarmu.” Sahut J-Ko dengan tetap tenang, tapi langsung membuat Citra senyum gelisah tidak tenang. Citra baru berusia 16 tahun, meski teman-temannya sudah banyak yang punya pacar, namun dia masih takut untuk memiliki seorang pacar. Baginya laki-laki itu hanya akan membuatnya sedih dan menangis, lalu membuang waktu belajarnya dan akhirnya hanya akan merusak dan mengacaukan masa depannya. Karena begitulah yang dia pelajari dari pengamatannya pada pengalaman teman-teman sekolahnya dulu. “Maaf, bukankah senior sudah punya pacar? Seniooorrr... Jovanka?” tanya Citra menebak dengan sangat hati-hati. “Jovanka? Bukan, dia bukan pacarku. Dia hanya sahabat dekatku saja sejak kami balita, kebetulan orang tua kami bersahabat dan kami juga selalu satu sekolah.” Sahut J-Ko. Citra hanya menanggapi dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Tapi..., kalau melihat dari caranya menatap kesini dengan ekspresi seperti itu, sepertinya senior sedang membohongi saya.” Ucap Citra sambil menunjuk ke arah seberang dengan dagunya. J-Ko menoleh ke arah yang dimaksud oleh Citra, lalu dia melambaikan tangannya pada Jovanka, memanggilnya untuk datang mendekat dan bergabung dengan mereka. Jovanka pun segera melangkah cepat menuju ke tempat duduk J-Ko dan Citra. “Kenapa senior memanggilnya kemari?! Apa senior ingin dia memarahi saya lagi?!” tanya Citra dengan gelisah dan menggaruk-garuk kepalanya sendiri padahal tidak gatal. “Jangan takut, dia orang yang baik. Tak kenal maka tak sayang, jadi sebaiknya kalian berkenalan dulu supaya kamu tahu bahwa dia orang yang baik.” Sahut J-Ko yang tersenyum lebar saat Jovanka sudah mendekat dengan tempatnya. “Jo, ini pemenang hari ini, kamu ingat kan? dia Citra.” Ucap J-Ko dengan santai mengenalkan Citra pada Jovanka. “Tentu saja aku ingat! Gadis sombong yang berani menolak dirimu!” sinis Jovanka yang langsung membuat bulu kuduk Citra merinding mendengar nada bicaranya. “Sudahlah, aku yang ditolak kenapa kamu yang marah?” ucap J-Ko lembut sambil tersenyum pada Jovanka. “Hei! Kenapa kamu belum pulang?! Bukannya kamu tidak ikut dalam kegiatan bersih-bersih ini?! Apa jangan-jangan kamu memang sengaja menunggu senior J-Ko ya?! Dasar munafik! Di depan banyak orang berlagak menolak, tapi di belakangnya malah merayu dan mengejar J-Ko juga! Munafik!” rutuk Jovanka mengomeli Citra. J-Ko menatap ke arah Citra yang hanya diam dan malah menghela napas panjang dan berat, sangat tidak ingin menanggapi ucapan Jovanka. “Jo, dia hanya sedang menunggu temannya untuk pulang bersama. Aku tadi yang menghampirinya dan ikut duduk disini lalu mengajaknya mengobrol. Jangan selalu berpikiran buruk terhadap orang lain.” Ucap J-Ko yang bukannya menenangkan hati Jovanka, tapi justru membuatnya semakin kesal terhadap Citra. “Untuk apa kamu mengajaknya mengobrol?! Dia itu sudah menjatuhkan harga dirimu di hadapan banyak peserta MOS dan teman-teman panitia! Kamu jangan terlalu baik terhadap semua peserta MOS!” sahut Jovanka kesal. “Emm... maaf, teman saya sudah selesai, saya akan pulang. Silahkan jika kalian masih ingin disini.” Ucap Citra berpamitan dan segera berlari menghampiri Aqilla yang terlihat sedang berjalan ke arahnya. “Ayo cepat kita pulang! Aku lelah sekali!” ajak Citra dengan buru-buru menggandeng lengan Aqilla dan langsung mengajaknya berjalan cepat ke arah gerbang. “Astaga Citra! Aku ini lebih lelah darimu! Jangan terlalu cepat jalannya! Huuuhhh! Ada apa sih?!” protes Aqilla bingung. Saat Citra dan Aqilla sedang tergesa-gesa keluar dari lobby gedung sekolah mereka, tanpa mereka sadari di belakang mereka juga ada satu laki-laki yang ikut tergesa-gesa mengikuti langkah mereka. J-Ko, ya, itu J-Ko. Dia sungguh penasaran dengan alasan Citra tadi, dan bertekad untuk mencari tahu. J-Ko cukup terkejut dan langkahnya langsung berhenti saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Citra langsung didatangi oleh lima orang pengawal berpakaian jas rapi dan juga seorang wanita muda yang menunduk hormat padanya, lalu membawakan tas Citra dan juga milik sahabatnya. Mereka berjalan di belakang Citra dan temannya itu. Saat kedua gadis itu akan masuk ke dalam mobil yang sangat mewah itu, ada seorang sopir yang membukakan pintu baginya. Aqilla masuk terlebih dahulu, sedangkan Citra sejenak berdiri dan mencari ke sekeliling, lalu matanya berhenti pada J-Ko yang berdiri serta menatapnya dari lobby gedung. Citra tersenyum dan mengangguk sopan pada laki-laki itu, lalu masuk ke dalam mobil. Mobil Citra dikawal oleh beberapa mobil lagi di belakangnya dan juga didepannya. “Gila! Pengawalannya sangat ketat sekali! Terlalu berlebihan hanya untuk menjemput sekolah! Siapa sebenarnya gadis itu?” tanya Jovanka yang kini juga sudah berdiri di samping J-Ko. “Jadi ini maksudmu sering dikatakan sombong oleh banyak orang saat kamu menjelaskan pada mereka. Tapi siapa dirimu sebenarnya Citra Adelia Hartawan?” Batin J-Ko sungguh semakin penasaran dengan sosok adik kelasnya itu. “Hei! J-Ko! Kenapa kamu melamun?! Bukankah kita semua disini juga satu level dengan dirinya?! Hanya saja dia itu tukang pamer dan berlebihan, sedangkan kita memilih untuk tidak pamer! Jangan menatapnya dengan bingung seperti itu! Bukankah sekolah ini memang tempat orang kaya menyekolahkan anak mereka?!” ucap Jovanka lagi menyadarkan lamunan J-Ko. “Ya, kamu benar. Hal seperti itu sebenarnya tidak menjadi hal yang mengagumkan bagi siswa-siswa disini, tapi mengapa dia harus menunjukkan hal itu dengan sangat berlebihan?! Ach! sudahlah! Ayo kita masuk ke dalam lagi dan mengakhiri kegiatan hari ini. Semua panitia pasti sudah lelah sekarang. Besok kita juga harus datang pagi-pagi untuk persiapan kegiatan besok.” Sahut J-Ko lalu kembali masuk ke gedung sekolah. “Gadis itu sungguh tidak biasa, dia sangat kaya tapi cara berpikir dan berkata-katanya sangat sederhana bahkan sangat sehat dan jauh dari sikap arogan yang manja seperti kebanyakan anak gadis lainnya yang juga kaya raya. Aku harus menyelidikinya lebih detail lagi dan memeriksa rekaman CCTV sekolah untuk mengetahui bagaimana dia bisa mendapatkan banyak tanda tangan dari para senior disini, mungkinkah dia menggunakan uangnya untuk membeli semua tanda tangan itu?” Pikir J-Ko dalam otaknya. “Jo, aku ada perlu di ruang operator CCTV, tolong kamu pimpin teman-teman panitia untuk menutup kegiatan hari ini ya. Kita jumpa lagi besok. Kamu berhati-hatilah dalam perjalanan pulang." pinta J-Ko dan mendapat acungan jempol tanda setuju dari Jovanka. "Terima kasih Jo.” Ucap J-Ko lagi dan langsung pergi membiarkan Jovanka menuju ke arah yang berbeda. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD